Alana tidak pernah menyangka bahwa satu malam di kamar nomor delapan ratus delapan akan menukar seluruh masa depannya dengan penderitaan. Di bawah pengaruh obat yang dicekoki saudara tirinya, dia terjebak dalam pelukan Kenzo Alfarezel, sang penguasa bisnis yang dikenal dingin dan tidak punya hati.
Sebulan kemudian, dua garis merah pada alat tes kehamilan memaksa Alana melarikan diri, namun kekuasaan Kenzo melampaui batas cakrawala. Dia tertangkap di gerbang bandara dan dipaksa menandatangani kontrak pernikahan yang terasa seperti vonis penjara di dalam mansion mewah.
Kenzo hanya menginginkan sang bayi, bukan Alana, tetapi mengapa tatapan pria itu mulai berubah protektif saat musuh mulai berdatangan? Di tengah badai fitnah dan rahasia identitas yang mulai terkuak, Alana harus memilih antara bertahan demi sang buah hati atau pergi meninggalkan pria yang mulai menguasai hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: "Dia Hanya Wanita Pengganti"
Alana menatap botol itu dengan mata yang membelalak lebar sementara wajah Clarissa mendadak berubah menjadi sangat pucat pasi seolah dia baru saja tertangkap basah melakukan kejahatan besar. Cairan di dalam botol kaca kecil itu berkilau sangat pekat di bawah cahaya lampu kamar yang temaram.
Bau obat yang sangat menyengat segera memenuhi indra penciuman Alana hingga membuat lambungnya kembali terasa sangat bergejolak. Dia segera menyadari bahwa Clarissa tidak hanya datang untuk merebut kembali kekasihnya tetapi juga ingin melenyapkan nyawa janin di rahimnya.
"Apa isi botol ini, Clarissa, dan kenapa kau menyimpannya di dalam laci meja suamiku dengan sangat rahasia?" tanya Alana dengan suara yang sangat menggelegar.
Clarissa mencoba meraih botol itu namun Kenzo bergerak lebih cepat dengan menyambar benda berbahaya tersebut sebelum tangan Clarissa sempat menyentuhnya. Kenzo memperhatikan label botol yang sudah sobek sebagian namun sisa tulisan di sana sudah cukup untuk menjelaskan segalanya.
Rahang Kenzo mengeras hingga urat di lehernya terlihat sangat menonjol karena menahan amarah yang sedang mendidih di dalam dadanya. Dia menatap Clarissa dengan pandangan yang sangat menusuk seolah sedang melihat pengkhianatan yang paling besar di dalam hidupnya.
"Katakan padaku Clarissa, sejak kapan kau mulai berani membawa racun penggugur ini ke dalam mansion keluargaku?" desis Kenzo dengan nada yang sangat rendah.
Clarissa seketika jatuh bersimpuh di lantai marmer yang dingin sambil memegangi ujung celana kain yang dikenakan oleh Kenzo dengan sangat erat. Air mata palsu mulai mengalir membasahi pipinya yang dipoles riasan sangat mahal demi mendapatkan kembali simpati dari sang tuan muda.
"Aku hanya tidak ingin kau terjebak selamanya dengan wanita itu hanya karena benih yang bahkan belum tentu darah dagingmu sendiri, Kenzo!" teriak Clarissa dengan histeris.
Alana merasa jantungnya seolah berhenti berdetak saat mendengar tuduhan keji yang dilemparkan oleh wanita yang sangat licik tersebut tepat di depan wajah suaminya. Dia ingin membela diri namun rasa sakit di bagian perut bawahnya mendadak muncul kembali dengan intensitas yang sangat tinggi dan sangat menyiksa.
Kenzo menghempaskan tangan Clarissa dengan sangat kasar hingga wanita itu terjajar ke arah pintu kayu jati yang masih terbuka sedikit. Dia tidak menoleh sedikit pun ke arah Clarissa melainkan justru berjalan mendekati Alana yang sedang berpegangan pada pinggiran meja kerja.
"Jangan pernah berpikir bahwa kehadiran botol ini akan mengubah keputusanku untuk memindahkanmu ke paviliun belakang malam ini juga," ucap Kenzo dengan suara yang sangat dingin.
Alana mendongak dengan tatapan tidak percaya karena Kenzo lebih memilih untuk mengabaikan bukti kejahatan Clarissa hanya demi menjaga perasaan masa lalunya. Dia merasa seolah seluruh oksigen di dalam ruangan itu baru saja diisap habis hingga dadanya terasa sangat sesak dan sangat perih.
"Kau melihat dia mencoba membunuh anakmu sendiri tetapi kau masih tetap memihak padanya dan mengusirku dari kamar ini?" tanya Alana dengan suara yang sangat serak.
Kenzo hanya diam membisu sambil mengambil koper milik Alana yang tadi sempat diacak-acak oleh Clarissa dan memasukkannya kembali dengan gerakan yang sangat terburu-buru. Dia seolah ingin segera mengakhiri drama ini tanpa peduli bahwa hatinya sendiri sedang hancur melihat kondisi Alana yang sangat rapuh.
Clarissa berdiri dari lantai sambil mengusap air matanya dan memberikan senyuman kemenangan yang sangat tipis ke arah Alana yang sedang menderita. Dia melangkah mendekat ke sisi Kenzo dan dengan sengaja menyandarkan kepalanya di bahu pria yang sangat berkuasa tersebut secara manja.
"Kenzo benar Alana, karena pada akhirnya kau hanyalah wanita pengganti yang keberadaannya tidak pernah diinginkan di rumah megah ini," sahut Clarissa dengan nada yang sangat meremehkan.
Alana tidak mampu lagi mengeluarkan kata-kata karena rasa sakit di perutnya kini mulai menjalar hingga ke punggungnya dengan sangat hebat. Dia melihat setetes cairan hangat mulai merembes di sela kakinya hingga membasahi lantai marmer yang putih bersih di bawah kakinya yang sangat lemas.
Kenzo yang menyadari hal itu segera membulatkan matanya dan melepaskan pelukan Clarissa dengan gerakan yang sangat cepat dan sangat penuh dengan kepanikan. Dia melihat wajah Alana yang semakin memucat pasi hingga mata wanita itu mulai memutar ke arah atas seolah akan segera kehilangan kesadarannya.
"Alana, tetaplah tersadar dan jangan pernah berani menutup matamu di depanku sekarang juga!" teriak Kenzo sambil menangkap tubuh Alana yang jatuh terkulai.
Cairan merah pekat mulai membentuk genangan di lantai marmer tersebut sementara Clarissa berteriak ketakutan karena tidak menyangka efek racun yang dia campurkan ke dalam minuman Alana tadi akan bekerja secepat ini. Kenzo menggendong tubuh Alana yang sudah sangat lemas dan berlari keluar kamar tanpa memedulikan apa pun lagi di dunia ini.
Kesunyian malam di mansion Alfarezel pecah oleh deru mesin mobil yang melaju sangat kencang menuju rumah sakit terdekat di pusat kota yang masih sangat sepi. Alana hanya bisa merasakan kegelapan yang mulai menelan seluruh indranya sementara suara tangisan Kenzo yang sangat parau terus memanggil namanya berulang-ulang dari kejauhan.
Tepat sebelum Alana benar-benar pingsan, dia melihat bayangan seseorang yang sangat mirip dengan dirinya sedang berdiri di ujung lorong rumah sakit dengan tatapan yang sangat sedih dan penuh dengan air mata di tengah malam yang sangat sunyi.