NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30. Perdebatan Kecil

Nokiami kembali duduk di kursi di seberang sofa, memandangi sosok itu dalam remang-remang cahaya subuh yang mulai merayap masuk melalui celah gorden. Ia tidak bisa tidur. Pikirannya terlalu penuh. Penuh dengan rencana melawan Leo, penuh dengan cerita utang Reygan, dan yang paling berisik dari semuanya, penuh dengan kesadaran baru tentang perasaannya sendiri.

Ketika sinar matahari pagi akhirnya menembus gorden dengan lebih berani, Reygan mulai bergerak. Ia mengerang pelan, meregangkan tubuhnya yang kaku karena posisi tidur yang salah. Matanya terbuka perlahan, berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan diri dengan cahaya. Ia menatap langit-langit sejenak, tampak bingung, sebelum kesadaran menghantamnya. Ia menoleh dan matanya bertemu dengan tatapan Nokiami

“Pagi,” bisik Nokiami pelan.

Reygan langsung duduk tegak, selimut itu melorot ke pangkuannya. Wajahnya memerah sedikit, entah karena malu atau karena aliran darah yang tiba-tiba lancar. “Sial. Jam berapa ini?”

“Hampir jam tujuh,” jawab Nokiami. “Mau kopi? Aku baru saja buat.”

“Nggak usah,” katanya cepat, suaranya serak. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha mengusir sisa kantuk dan kecanggungan.

“Aku harus pergi. Ada pengiriman pagi.” Ia sudah berdiri, meraih jaket hijaunya yang tersampir di sandaran sofa. Gerakannya terburu-buru, seolah ingin segera lari dari keintiman aneh yang tercipta di antara mereka semalam.

“Tunggu, Reygan,” cegah Nokiami, suaranya lebih tegas dari yang ia duga.

Reygan berhenti, tangannya yang hendak mengenakan jaket menggantung di udara. Ia tidak menoleh.

“Apa lagi? Aku nggak punya waktu buat drama pagi-pagi.”

“Astaga, drama mulu di otakmu. Ini bukan drama, Reygan,” tegas Nokiami sambil berdiri dan berjalan mendekatinya. “Aku mau bicara. Tentang semalam. Tentang utang ayahmu.”

Reygan akhirnya berbalik. Wajahnya kembali mengeras, topeng sinisnya terpasang lagi dengan sempurna. “Lupakan saja. Aku cuma kebawa suasana. Nggak seharusnya aku cerita.”

“Kenapa? Karena itu menunjukkan kalau kau juga manusia?” tantang Nokiami. “Reygan, aku serius. Aku… aku bisa bantu.”

Reygan tertawa. Tawa yang dingin, pahit, dan penuh cemoohan. Tawa yang biasa ia gunakan untuk menjaga jarak. “Bantu? Kamu mau bantu aku? Gimana caranya? Mau kasih aku sedekah dari uang jajanmu yang nggak habis-habis itu?”

Kata-kata Reygan tajam, menusuk tepat di titik di mana Nokiami selalu merasa tidak berguna. Tapi kali ini, ia tidak goyah. “Bukan begitu! Dengar dulu, bisa?” desaknya, frustrasi. “Sebelum dijodohkan, aku kuliah bisnis. Manajemen keuangan. Aku bukan cuma boneka pajangan yang cuma tahu cara menghabiskan uang, Reygan. Aku paham soal restrukturisasi utang, negosiasi dengan kreditur, cari celah hukum. Aku bisa bantu menganalisis semua berkasmu.”

Reygan menatapnya lekat-lekat, matanya menyipit, mencari tanda-tanda kebohongan atau niat merendahkan. “Oh, hebat,” desisnya sarkastis. “Jadi sekarang Tuan Putri kaya raya mau turun tangan mengajari aku cara mengelola uang receh hasil keringatku? Nggak, makasih. Aku bisa urus sendiri.”

“Ini bukan soal kaya atau miskin!” seru Nokiami, suaranya meninggi. Agak kesal dengan Reygan yang begitu cepat menghakimi.

“Ini soal keahlian! Sama seperti kamu yang lebih tahu cara menghadapi bajingan di jalanan daripada aku! Aku lebih tahu cara menghadapi bajingan di atas kertas daripada kamu! Kenapa susah sekali, sih, mengakuinya?”

“Karena aku nggak butuh dikasihani!” balas Reygan, nadanya sama tingginya. “Aku nggak butuh kamu datang kayak pahlawan kesiangan buat ‘nyelametin’ aku. Urus saja dulu masalahmu sendiri. Kamu bahkan belum bisa menghadapi tunanganmu, sekarang sok mau beresin hidup orang lain.”

Pukulan itu telak. Nokiami terdiam sejenak, menelan rasa sakit dari kebenaran dalam kata-kata Reygan. Tapi ia tidak akan mundur. Tidak lagi.

“Justru karena itu,” katanya, suaranya kini lebih tenang, tapi sarat dengan keyakinan. “Masalahku itu Leo. Masalahmu itu utang. Semalam, kamu bilang akan membantuku menghadapi Leo. Kenapa aku nggak boleh melakukan hal yang sama untukmu? Ini bukan kasihan, Reygan. Ini… timbal balik.”

Reygan terdiam, kata ‘timbal balik’ itu sepertinya berhasil menembus perisainya.

“Kamu membantuku dengan kekuatanmu, aku membantumu dengan kekuatanku,” lanjut Nokiami.

"Anggap saja ini bayaran untuk semua drama yang sudah kubuat. Anggap ini bayaran karena kau sudah jadi tamengku, jadi bodyguard-ku, jadi… apa pun itu. Kita impas. Nggak ada utang budi. Cuma kerja sama. Adil, kan?”

Keheningan menyelimuti ruangan. Reygan hanya menatapnya, napasnya sedikit memburu sehabis berdebat. Pertarungan sengit berkecamuk di matanya—antara harga diri yang terluka dan kelelahan karena menanggung semuanya sendirian. Nokiami bisa melihatnya. Ia bisa melihat betapa pria itu ingin menyerah, betapa ia ingin menerima bantuan, tapi gengsinya terlalu besar untuk dihancurkan begitu saja.

Nokiami menunggu sembari menahan napas. Ini adalah pertaruhan terbesarnya. Bukan untuk menyelamatkan Reygan, tapi untuk membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar beban.

Akhirnya, setelah terasa seperti selamanya, Reygan mengembuskan napas panjang. Sebuah helaan napas yang berat, yang seolah melepaskan beban bertahun-tahun. Ia menjatuhkan jaketnya kembali ke sofa.

“Oke,” katanya. Satu kata singkat yang membuat lutut Nokiami terasa lemas karena lega.

“Oke?” ulang Nokiami, ingin memastikan. Rasanya masih belum percaya dengan keputusan Reygan.

“Iya, oke,” kata Reygan, menatap lurus ke mata Nokiami, ekspresinya sangat serius. “Tapi ada syaratnya.”

“Syarat apa pun.”

Reygan melangkah maju, mempersempit jarak di antara mereka hingga Nokiami bisa merasakan hawa hangat dari tubuhnya. Tatapannya intens, seolah mengunci jiwa Nokiami di tempatnya.

“Aku terima bantuanmu. Kita lihat semua berkas sialan itu, kita cari jalan keluarnya. Dan sebagai gantinya, kita hancurkan Leo sampai ke akar-akarnya,” katanya, suaranya rendah dan mantap.

“Kita jadi tim. Tapi…” Ia berhenti sejenak, tatapannya semakin tajam. “Syaratku adalah kamu. Kamu harus berhenti lari, Nokia. Nggak ada lagi sembunyi di apartemen ini. Nggak ada lagi menghindar. Kita hadapi mereka semua. Leo, keluargamu, semua masalah busuk itu. Kita hadapi langsung.”

Jantung Nokiami berdebar kencang. Ini yang ia inginkan, sekaligus yang paling ia takuti.

“Aku janji,” lanjut Reygan, suaranya melembut sedikit, tapi tidak kehilangan ketegasannya. “Aku akan ada di belakangmu. Setiap langkah. Aku nggak akan membiarkanmu sendirian. Tapi kamu harus berjanji untuk berhenti jadi buronan. Setuju?”

Nokiami menatap mata Reygan yang gelap, melihat kesungguhan yang tak tergoyahkan di sana. Harapan mulai membuncah di dadanya, mengusir ketakutan yang sudah lama bersarang.

BZZT. BZZT.

Getaran keras dari ponselnya yang tergeletak di meja memecah keheningan. Keduanya sontak menoleh. Layar ponsel itu menyala, menampilkan notifikasi pesan dari nomor yang sangat mereka kenal. Jantung Nokiami serasa berhenti berdetak saat membaca pratinjau teks yang muncul di layar kunci.

Leo: Aku tahu kau tidak sendiri di sana. Buka pintunya, Sayang. Atau aku dobrak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!