Istri Pengganti

Leon tidak tahu bagaimana cara menghibur istrinya itu. Semuanya benar-benar di luar kendalinya. Ia benar-benar tidak tega melihat wanita yang ia cintai kini merasakan sakit hati karena kesalahannya di masa lalu.

Anna yang tidak ingin melihatnya untuk saat ini memilih menjauh. Berita yang baru dia baca di media benar-benar telah membuat hatinya hancur lebur. "Apakah semua yang dikatakan di berita itu benar?" ia bertanya, berusaha meredam isak tangisnya. Anna ingin memastikan kebenaran berita yang sudah viral di dunia maya sejak dua jam yang lalu. Ia berharap jawaban Leon tidak akan mengecewakannya. Tetapi melihat suaminya tidak bisa menjawab dan matanya memelas memohon maaf, tangisnya pecah.

Ternyata ini adalah pertanda dari perasaan buruknya selama ini. Meski Leon begitu cinta dan perhatian kepadanya, ada perasaan mengganjal di hatinya. Ia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi pada pernikahannya. Dan semuanya terbukti hari ini.

"Anna..." panggil Leon lemah. Pria itu pasrah menerima kemarahan istrinya.

Anna menggeleng dengan mata yang berhamburan air mata. "Tidak Leon. Aku tidak bisa menerima ini semua. Jangan memaksaku, tolong pergi, aku tidak ingin melihatmu."

Suara istrinya yang bergetar membuat hatinya diremas. Perasaan bersalah semakin menghujam dirinya. "Tidak, aku tidak akan melepaskanmu. Aku bisa gila tanpamu. Aku memang akan bertanggung jawab pada anak itu, tapi aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kumohon sayang." Leon akan menuruti wanita itu asalkan dia tidak pergi meninggalkannya.

Anna menggeleng setiap Leon membujuknya, untuk saat ini pikirannya sangat kacau. Ia tidak bisa mencerna dan memutuskan apa yang akan dilakukan. Sejak awal Leon memang bukanlah miliknya. Dia yang terlalu memaksakan diri dan memilih bertahan di sisi pria itu. Dan sekarang dia harus menerima resikonya.

"Sudah kubilang jangan memaksaku!" seru Anna. "Pergi, aku tidak mau melihatmu lagi." tangan mungilnya menutup wajahnya. Tangisannya semakin menjadi memenuhi kamar itu.

Di luar kamar, Alana yang baru datang menemukan David dalam keadaan babak belur sedang duduk di sofa bersama pelayan yang sedang mengobati lukanya. "Astaga David, kau kenapa?" Alana sangat panik melihat wajah David lebam dan berdarah.

"Semua karena Leon sialan itu. Entah dari mana dia tahu Anna ada di sini." ucap David kesal sambil mengusap hidungnya yang berdarah akibat ulah brutal sahabatnya.

Alana gugup, namun pura-pura tidak tahu. Jika David sampai tahu bahwa dia yang menelpon Leon, maka pria ini pasti akan membencinya "Biar aku saja." ucapnya pada pelayan. Alana mengambil kapas dan alkohol untuk membersihkan luka David.

"Lagi pula kau melawan Leon. Sudah tahu anak itu mudah emosi." ujar Alana. Timbul penyesalan dalam hatinya, karena kebocorannya pria yang dia cintai malah terluka.

"Tapi dia yang salah Al. Dia selalu menyakiti Anna. Kalau tidak bisa menjaga setidaknya jangan menyakiti. Lebih baik tinggalkan saja Anna, biar aku yang menjaganya." David seolah meminta pembelaan dari wanita yang hanya dia anggap temannya itu. Tanpa sadar setiap kalimatnya membuat hati Alana remuk.

Namun, Alana yang pintar berkamuflase sama sekali tidak menunjukkannya. "Kau juga sama saja. Itu urusan mereka, jangan ikut campur. Nanti kalau mereka sudah bercerai, kau bisa mengejar Anna sampai ujung dunia." ujarnya sambil menahan sakit hati.

Alana hampir selesai menempel perban dan tempel luka di wajah David. "Sudah selesai, jangan kena air dulu."

"Terima kasih Al. Ngomong-ngomong kenapa kau ada di sini?" David heran tiba-tiba saja Alana datang ke rumahnya tanpa mengabari lebih dulu.

Alana sedikit gugup, "Itu... tadi aku menghubungi Anna setelah membaca berita itu. Aku khawatir dengannya, dia mengatakan bahwa sedang ada di rumahmu." jelasnya agar membuat David curiga.

Padahal, sebenarnya dia sendiri yang melihat David menemukan Anna di pinggir jalan dan mengikuti mereka sampai ke rumah pria itu. Karena rasa cemburu di hatinya, ia menghubungi Leon.

David mengangguk, "Al, tolong masuk ke kamar sana, aku yakin si bajingan itu akan memaksa Anna. Kau yang lebih mengerti Anna karena kalian sesama perempuan."

"Baik." Alana kemudian masuk ke kamar itu. Di dalam sana, Leon memang memaksa Anna.

"Leon. Bisakah kau keluar sebentar?" pintanya seraya melangkah mendekati Anna.

"Tidak Al, aku tidak ingin Anna pergi dariku." Leon bagai anak kecil yang kehilangan mainannya. Wajah pria itu menunjukkan perasaan bersalah dan tidak ingin kehilangan wanitanya.

"Kalau tidak mau, keluar dulu. Biar aku yang bicara dengannya." tegas Alana.

Leon melihat istrinya yang tidak sudi melihatnya, ia akhirnya mempercayakan Alana meyakinkannya.

"Baiklah." dengan berat hati dia keluar dari kamar itu.

Leon berjalan ke sofa setelah melihat David di sana. Hubungannya dengan sahabatnya itu kian memburuk hanya karena seorang wanita. Sebelumnya mereka sangat akrab seperti saudara. Namun, sekarang mereka tidak bisa seperti dulu lagi. Leon sangat menyayangkan hal itu.

Karena Leon malah duduk di hadapannya, David menjadi emosi. Beraninya pria itu duduk di sana setelah apa yang dia perbuat. "Pergi dari rumahku sialan." umpatnya.

Leon menghembuskan nafas kasar, "Tidak akan sebelum Anna ikut bersamaku."

"Sebenarnya apa maumu? Anna menderita bersamamu. Lebih baik tinggalkan dia dan kembali dengan Laura, bukankah kalian sudah punya anak? Kau akan lebih bahagia bersamanya." seru David.

"Diamlah. Jangan ikut campur urusan rumah tanggaku." Leon sangat kesal, tidak punya tenaga berdebat dengannya. Memikirkan Anna yang marah padanya sudah sangat membuat frustasi.

Sebelum David menyela kalimatnya, Alana dan Anna menghampiri mereka. Alana menggandeng Anna yang terlihat sudah tenang. Alana memang pandai menenangkan orang lain.

Leon sangat kecewa karena Anna masih tidak sudi melihatnya, ia selalu menghindari kontak mata dengannya.

"Leon, saat ini perasaan Anna masih sangat kacau. Jangan memaksanya bicara denganmu sekarang. Anna sepakat bicara denganmu setelah tinggal di apartemenku selama beberapa hari. Dalam waktu itu, cobalah pikirkan kembali keputusanmu dan berikan jawabanmu pada Anna." tutur Alana.

Leon tidak menyangka jawaban itu, ia tidak ingin jauh dari istrinya meski hanya beberapa hari. Lagi pula keputusannya sudah bulat untuk tetap bersamanya meski ia memiliki anak dari mantan kekasihnya. Namun, yang dia lihat dari Anna saat ini adalah amarah. Tidak ada gunanya memaksa karena Anna malah akan semakin membencinya. Karena semua adalah kesalahannya, lebih baik menuruti permintaannya.

"Ya sudah kalau memang harus seperti itu. Kalau begitu tolong jaga istriku baik-baik Al." pintanya.

"Heh, kau saja tidak bisa menjaganya dengan baik." David menimpali kalimatnya yang tidak sesuai dengan kenyataan.

"Tutup mulutmu, jangan coba-coba mengganggu istriku lagi, kalau tidak kau akan berakhir di pemakaman." balas Leon kesal.

"Kau..."

"Sudah jangan ribut lagi. Kalian berdua sama saja, kekanakan!" seru Alana. "Kami pulang dulu. Selamat sore." ucap Alana seraya menggandeng Anna keluar dari rumah itu.