Ketika Li Yun terbangun, ia mendapati dirinya berada di dunia kultivator timur — dunia penuh dewa, iblis, dan kekuatan tak terbayangkan.
Sayangnya, tidak seperti para tokoh transmigrasi lain, ia tidak memiliki sistem, tidak bisa berkultivasi, dan tidak punya akar spiritual.
Di dunia yang memuja kekuatan, ia hanyalah sampah tanpa masa depan.
Namun tanpa ia sadari, setiap langkah kecilnya, setiap goresan kuas, dan setiap masakannya…
menggetarkan langit, menundukkan para dewa, dan mengguncang seluruh alam semesta.
Dia berpikir dirinya lemah—
padahal seluruh dunia bergetar hanya karena napasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 – Pengembara yang Terlalu Berpikir Tinggi
Li Yun benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi di tempatnya.
Di satu sisi berdiri seorang pria dengan baju lusuh, rambut sedikit berantakan, wajah tampan tapi lelah, dan aura nggak jelas yang memancarkan “aku habis kena batunya dunia”.
Tapi di sisi lain, pria itu—yang memperkenalkan diri sebagai Xiao Zhen—tiba-tiba menunjukkan ekspresi seolah sedang berdiri di hadapan kaisar langit yang bisa melenyapkannya hanya dengan kedipan mata.
Dan itu membuat kepala Li Yun cenat-cenut.
Xiao Zhen menunduk sangat dalam, wajahnya pucat, tangan gemetar, tubuhnya seperti daun kering diterpa badai.
“Ma-maafkan saya, Tuan,” katanya tiba-tiba, suaranya tercekat. “Saya… saya tadi bersikap kurang sopan. Mohon jangan salahkan saya.”
Li Yun memandangnya beberapa detik.
“….”
Dalam hati:
Ini orang kenapa sih? Kena kutukan otak? Semua kultivator di dunia ini sengklek apa gimana?
Sementara itu, Xiao Zhen justru berpikir jauh lebih liar daripada Li Yun.
Dia… dia menatapku! Aku merasakan tekanan hanya dari tatapan itu. Apa aku membuatnya tidak nyaman!? Sial! Xiao Zhen! Fokus! Jangan sampai mati konyol di hadapan entitas ini!
Xiao Zhen buru-buru menarik napas dan menenangkan diri—atau setidaknya berusaha terlihat tenang padahal jantungnya sudah seperti genderang perang.
“Perkenalkan namaku adalah Xiao Zhen,” katanya sopan. “Dan aku adalah—”
“Oh, ya ya,” Li Yun memotong sambil melambaikan tangan seolah tak mau mendengar detailnya. “Aku tahu, kau kultivator pengembara, ya kan? Sudah, tidak perlu diperjelas lagi.”
Xiao Zhen langsung kaku.
Suara dalam hatinya meledak:
BENAR! Tuan ini pasti dalam pengasingan! Aku hampir menyebut identitasku! Itu bisa dianggap penghinaan! Kenapa aku bodoh sekali!?
Dahi Xiao Zhen berkeringat deras.
Dan di luar kendalinya… air mata mulai menetes.
Li Yun menatapnya dengan ekspresi: Bro, serius?
“Eh, kau baik-baik aja kan? Kok nangis?”
Xiao Zhen justru menangis semakin haru.
“Tuan… terima kasih telah memperingatkan junior yang bodoh ini…!”
Dalam hati Li Yun:
Iya bener, nih orang udah rusak otaknya.
Untuk menghindari drama lebih lanjut, Li Yun buru-buru berdiri.
“Baiklah, aku masuk dulu ambil camilan. Minum tanpa makanan itu hambar.”
Ia kabur masuk rumah.
Meninggalkan Xiao Zhen yang menatap punggungnya seperti melihat matahari turun ke bumi.
Begitu Li Yun pergi, Xiao Zhen berdiri mematung, masih gemetar, lalu mulai menatap pelan halaman kediaman itu.
Dan begitu ia benar-benar melihat…
Napasnya tercekat.
“Ini… ini bukan halaman biasa…”
Matanya gemetar.
Bahkan rumput di bawah kakinya berkilau samar, seolah dipenuhi Qi paling murni yang pernah ia rasakan selama hidup.
Dia melihat kolam kecil.
Seekor koi besar berenang santai, tapi gerakannya… halus, elegan, seperti naga yang bermain air.
Xiao Zhen bergumam, “Ikan koi… selevel spirit beast tingkat tinggi. Bahkan auranya di atas naga cahaya di dunia atas…”
Lalu ia menatap pohon beringin tua.
Rimbunnya, harmoni energinya, kehadirannya… membuat Xiao Zhen hampir berlutut lagi.
Setiap helai daunnya seperti mengandung hukum alam.
Xiao Zhen gemetar.
“Tidak salah lagi… pohon suci…”
Kemudian matanya beralih ke pemandangan paling menggemaskan:
Seorang gadis kecil—Xiao Bao—tertawa sambil memeluk seekor… serigala kecil abu keperakan.
Serigala itu membuka mata besar, lucu, imut, tapi… menyembunyikan aura yang membuat Xiao Zhen merinding.
“Serigala spiritual tingkat… tak terukur? Tapi kenapa fluktuasi Qi nya terlihat familiar?” gumamnya.
Ia perlahan mendekat, menahan napas agar tidak menyinggung siapapun di kediaman paling misterius yang pernah ia datangi.
Dia berjongkok di depan Xiao Bao.
“Halo gadis kecil,” katanya lembut. “Siapa namamu?”
Xiao Bao tersenyum cerah.
“Aku Xiao Bao! Papa bilang paman ini pria yang sedang mencari jati diri!”
Papa…?
Xiao Zhen hampir tersedak.
Benar. Dia putri tuan terhormat… tak mungkin salah.
“Ahaha… itu benar, nona muda,” katanya sopan.
“Nona muda?” Xiao Bao mengedip bingung.
“Sebutan hormat,” jawab Xiao Zhen cepat.
Xiao Bao tersenyum kecil, pipinya merona halus.
Serigala kecil—Baal—menatap Xiao Zhen dengan mata memohon: Tolong jangan sampai identitas asliku ketahuan, sial aku baru sadar ternyata dia adalah salah satu dari sembilan pendekar pedang jalur kebenaran, aku cuma puppy, aku puppy imut, puppy biasa, bukan…
“Ano, nona muda,” tanya Xiao Zhen gugup. “Bolehkah saya bertanya, dari mana asal serigala kecil itu?”
“Oh! Puppy?” Xiao Bao memeluk Baal erat sampai serigala itu hampir kehabisan napas. “Papa menemukannya! Puppy lucu kan!?”
“L-lu… lucu sekali…”
Xiao Zhen menelan ludah.
Lucu? Setelah aku periksa dengan inner Qi ku tak salah lagi dia adalah makhluk iblis!
Xiao Bao mencium kepala Baal.
“Puppy itu takut sama orang asing, tapi dia baik! Sangat baik!”
Baal menatap Xiao Zhen mati-matian dengan ekspresi memelas yang hanya bisa berarti:
“Aku hanyalah serigala kecil imut. Imut. IMUT. HANYA ITU.”
Xiao Zhen tersenyum kaku.
“O-oh tentu saja… tentu saja…”
Dalam hati:
Iblis ini sedang akting supaya tampak biasa… tingkat kepura-puranya luar biasa tinggi… sungguh murid yang cocok bagi tuan yang hebat…, lebih hebatnya lagi dia sepertinya bukan iblis sembarangan, mungkin dia masuk dari celah retakan namun apesnya dia bertemu dengan tuan Li Yun..
Baguslah pekerjaan ku beres satu.
Sementara itu, Xiao Bao hanya menikmati memeluk Baal, tanpa menyadari dua makhluk itu sedang berperang batin.
Li Yun akhirnya keluar dari rumah membawa sepiring kacang goreng dan ubi rebus yang ia buat sendiri.
“Maaf lama.”
Dan seketika Xiao Zhen menegakkan badan seperti prajurit yang mendengar gong perang.
“Tuan!”
Li Yun nyaris menjatuhkan piring karena kaget.
“WOI! Jangan teriak begitu!”
Xiao Zhen langsung membungkuk.
“Maafkan saya!”
Li Yun hanya menepuk dahinya.
“Sudahlah, kau mau makan kacang?” Li Yun duduk dan menyodorkan sepiring.
Xiao Zhen langsung kaku.
KACANG?
Hidangan sederhana tapi diberi langsung oleh entitas suci!? Bagaimana aku berani!?
“Tua—maaf—Tuan… junior tidak layak…”
“Yaelah makan aja,” Li Yun mendorong piring itu. “Ini cuma kacang goreng.”
‘Cuma’ kacang goreng…?
Saat Xiao Zhen menyentuh satu kacang saja, ia merasakan gelombang energi masuk ke tubuhnya.
Dia langsung menghentakkan kaki.
Mata melebar.
Ini… ini bisa menyembuhkan luka internal… kacang apa ini!?
Dan ketika Li Yun membagi ubi rebus…
Xiao Zhen menatap ubi itu seperti menatap harta karun kuno.
Li Yun duduk santai, mengelus kepala Xiao Bao, sementara Baal menggigiti ekornya sendiri karena tegang.
Situasi itu… damai, sederhana… namun di mata Xiao Zhen, aura kediaman itu memancarkan kemegahan tak tertandingi.
Ia menatap Li Yun yang sedang meniup ubi rebus agar tidak terlalu panas sebelum diberikan ke Xiao Bao.
Di momen itu, Xiao Zhen merasakan sesuatu menusuk dadanya—sebuah rasa hormat dan takjub yang tulus.
Begitu sederhananya… begitu manusiawinya… tetapi justru itulah puncak kemurnian Dao…
Aku benar-benar berhadapan dengan seorang Immortal tertinggi… Berbeda dengan orang tua sialan diatas sana..
Li Yun menatap Xiao Zhen yang mematung dengan mata berkaca-kaca lagi.
Sambil mengunyah ubi.
“…nih orang nangis lagi. Kenapa sih? Pasien rumah sakit jiwa yang kabur kah?”
Momen damai berlangsung beberapa menit.
Sampai tiba-tiba—
Angin di sekitar halaman bergetar.
Daun pohon Nirvana berdesir pelan, terasa seperti memberi tanda: Ada seseorang yang mendekat…
Xiao Zhen langsung menegang.
Aura pedang dingin muncul dari kejauhan, melintas seperti garis tipis membelah malam.
beberapa orang datang dengan kecepatan mustahil—dan Xiao Zhen tiba-tiba merasakan ancaman.
Wajahnya berubah serius.
“Tuan… sepertinya ada orang lain yang mendekat!”
Li Yun mematung.
“…hah? apaan?”
Xiao Bao memeluk Li Yun erat.
“Papa… apa ada monster?”
Baal menggeram pelan, bersiap.
Pohon Nirvana mengguncang rantingnya.
Xiao Zhen berdiri dan mencabut pedangnya.
“Tuan, izinkan saya menjaga kediaman ini!”
Li Yun mengerutkan kening, bingung.
Kemudian—
Sebuah suara menggelegar dari kejauhan:
“BAU ANGGUR SURGA ITU DARI SINI!!!”
Li Yun:
“…..”
Xiao Zhen:
“…..”
Xiao Bao:
“Papa… itu siapa?”
Li Yun hanya memijit keningnya dan menghela napas panjang.
“Ha… hidup tenang memang cuma mimpi.”