NovelToon NovelToon
Rahim Untuk Balas Budi

Rahim Untuk Balas Budi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Romansa
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Sea

Satu janji, satu rahim, dan sebuah pengorbanan yang tak pernah ia bayangkan.
Nayara menjadi ibu pengganti demi menyelamatkan nyawa adiknya—tapi hati dan perasaan tak bisa diatur.
Semakin bayi itu tumbuh, semakin rumit rahasia, cinta terlarang, dan utang budi yang harus dibayar.
Siapa yang benar-benar menang, ketika janji itu menuntut segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Sea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 – Rasa yang Tak Diundang

Pagi itu, suasana di kontrakan Nayara terasa lebih sunyi dari biasanya. Udara dingin sisa hujan semalam masih menempel di dinding-dinding tipis rumah kecil itu. Di luar, suara motor tetangga yang bersiap bekerja terdengar samar. Nayara duduk di meja kecil dekat jendela, mengaduk bubur Nadim perlahan. Tangannya bergerak otomatis, tapi pikirannya melayang jauh.

Pesan Rendra semalam masih tertinggal di layar ponselnya:

“Besok siang aku datang.”

Nayara membaca ulang kalimat itu sejak jam enam pagi. Ia tahu harus menjaga jarak. Ia tahu batas-batas yang seharusnya tak boleh ia lewati. Tapi ada sesuatu dalam diri Rendra—perhatian kecilnya, suara lembutnya ketika memastikan kondisi kandungan, cara ia menatap dengan cemas setiap kali Nayara tampak pucat—yang perlahan menjadi bayangan di pikirannya.

Sementara itu, setiap kali membayangkan Karina, rasa bersalahnya ikut membesar.

“Seharusnya semua ini sederhana,” gumam Nayara pelan. “Aku hanya mengandung. Setelah itu… selesai.”

Tapi kenyataan tak pernah sesederhana doa.

Nadim keluar dari kamar sambil mengucek mata. “Kak, aku lapar.”

Nayara tersenyum. “Iya, sini. Kakak sudah bikinin bubur.”

Anak laki-laki itu duduk di depannya, menatap kakaknya dengan rasa ingin tahu. “Kak, kenapa Kakak diam terus dari tadi pagi?”

Nayara berusaha tersenyum. “Kakak cuma capek.”

Nadim menatapnya lama, seperti mencoba membaca apa yang kakaknya sembunyikan. “Kalau Kakak capek, nanti aku bisa bantu. Aku bisa cuci piring juga.”

“Tidak usah, kamu fokus sembuh aja,” jawab Nayara sambil mengusap rambut adiknya. Sentuhan itu membuat hatinya menghangat—sebuah pengingat tentang alasan ia harus tetap kuat, meski hidupnya terus terasa seperti berjalan di atas tali tipis.

Di balik kehangatan kecil itu, ada gelombang kecemasan yang terus tumbuh. Hari ini Rendra akan datang. Dan ia tidak tahu apa yang sebenarnya ingin pria itu bicarakan.

Siang harinya, langit mendung namun tidak hujan. Angin membawa aroma tanah basah yang menenangkan.

Nayara melihat jam dinding. Pukul dua lewat sepuluh menit.

Tepat saat ia hendak berdiri untuk mengambil minum, terdengar suara ketukan.

Tok… tok…

Detak jantungnya langsung berubah ritme. Ia membuka pintu perlahan.

Rendra berdiri di sana, memakai kemeja abu-abu sederhana. Tidak ada mobil yang terlihat. Sepertinya ia sengaja berjalan kaki dari tempat parkir.

“Maaf datangnya sedikit telat,” ucapnya.

“Tidak apa, Pak. Silakan masuk.”

Rendra melangkah masuk ke ruang tamu kecil yang sekaligus ruang makan. Ia melihat keadaan kontrakan itu—rapi, sederhana, tapi jelas tidak nyaman untuk perempuan hamil.

“Nadim di sekolah?” tanya Rendra.

“Iya, Pak. Baru pulang sore nanti.”

Rendra mengangguk sambil duduk pelan. Perhatiannya langsung tertuju pada wajah Nayara.

“Bagaimana kondisi kamu hari ini? Masih mual?”

Nayara menghela napas. “Sedikit. Tapi sudah jauh lebih baik.”

“Aku bawakan ini,” kata Rendra sambil mengeluarkan tas kecil berisi vitamin, susu ibu hamil, dan beberapa suplemen tambahan.

Nayara membeku sejenak. “Pak… tidak harus repot-repot.”

Rendra menatap langsung ke matanya. “Kamu hamil anakku, Nay. Aku bukan orang yang bisa pura-pura tidak peduli.”

Napas Nayara terhenti sejenak. Kalimat itu sederhana, tapi terasa terlalu dekat. Terlalu… salah.

Ada jeda panjang sebelum Nayara berusaha mengembalikan batas di antara mereka.

“Ibu Karina tahu Bapak ke sini?”

Pertanyaan itu memecah udara seperti pecahan kaca.

Rendra terdiam lama. Matanya menghindar. “Tidak.”

Nayara merasa dadanya mengencang. “Pak… sebaiknya Ibu tahu.”

“Aku tidak mau membuat kondisinya makin buruk. Dia sedang sangat sensitif.”

“Itu justru alasan kenapa dia harus tahu,” ucap Nayara pelan, tapi tegas. “Saya tidak mau menjadi penyebab masalah rumah tangga Bapak.”

Rendra mendongak pelan, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Luka. Bingung. Cemas. Mungkin juga… sayang. Namun itu adalah kata yang Nayara tidak berani sebut bahkan untuk dirinya sendiri.

“Aku tidak menyalahkan kamu,” kata Rendra akhirnya. “Kalau ada yang salah… itu aku. Aku yang membiarkan semuanya jadi rumit.”

Nayara menunduk. “Pak… jangan bicara seperti itu.”

“Aku harus bicara jujur.” Suara Rendra menurun, hampir seperti bisikan. “Sejak kamu hamil, aku merasa… aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Bukan karena kewajiban. Tapi karena…”

Ia berhenti. Kata selanjutnya tidak terucap.

Nayara langsung merasa tanah di bawah kakinya hilang.

Jangan. Jangan lanjutkan. Jangan ucapkan apa pun yang nanti akan kamu sesali.

Rendra menarik napas dalam. “Nay… aku tahu aku tidak boleh merasa seperti ini. Tapi aku—”

“Pak.” Nayara memotong dengan cepat. “Tolong… jangan.”

Hening menyebar pelan. Hening yang menyakitkan. Hening yang menegaskan bahwa keduanya sedang berdiri di ambang dosa yang tidak pernah mereka inginkan.

Nayara memegang perutnya, bukan karena sakit—tapi karena takut.

“Pak… saya di sini cuma untuk satu tujuan,” katanya pelan, suara bergetar. “Saya ingin bayi ini lahir sehat seperti yang Ibu inginkan. Tidak lebih. Setelah itu… saya pergi.”

Rendra memejamkan mata sejenak, seolah ucapan itu menusuk sesuatu di dalam dirinya.

“Aku tahu,” katanya akhirnya. “Dan itu yang paling membuat semuanya semakin sulit.”

Nayara terdiam. Ada bagian dari dirinya yang ingin tahu apa maksud kata-kata itu. Tapi ia tidak boleh bertanya. Tidak boleh mencari tahu. Tidak boleh memberi kesempatan pada perasaan yang tidak seharusnya tumbuh.

“Pak, Ibu Karina sudah curiga,” ucap Nayara, menunduk lagi. “Jangan buat dia tersakiti. Tolong… jangan datang terlalu sering. Kalau ada yang penting, kita bicara lewat dokter.”

Rendra terdiam lama. Sangat lama.

Hingga akhirnya ia berdiri. Tatapannya menahan banyak hal yang tidak ia ucapkan.

“Baik,” katanya berat. “Kalau itu yang kamu mau.”

Tidak. Bukan itu yang Nayara mau. Tapi itu yang paling benar.

Namun Rendra belum pergi. Ia menatap perut Nayara—pandangannya hangat, lembut, dan penuh rasa yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapa pun sebelumnya.

“Hati-hati jaga dirimu, Nay,” katanya lirih.

Nayara mengangguk. “Terima kasih, Pak.”

Ketika Rendra melangkah keluar, Nayara menutup pintu dengan pelan. Begitu suara pintu terkunci, tubuhnya langsung melemas. Ia bersandar pada dinding dan menutup mulutnya dengan tangan agar tidak menangis keras.

Air matanya mengalir tanpa suara.

Ia tahu ini akan terjadi sejak awal.

Ia tahu perasaan adalah hal yang tidak bisa dikendalikan semudah kata-kata.

Ia tahu semakin ia mencoba menjauh, semakin besar rasa itu tumbuh diam-diam.

Rasa yang tidak diundang.

Rasa yang tidak boleh menyentuh batas mana pun.

Dan untuk pertama kalinya sejak kehamilannya dimulai, Nayara benar-benar takut—bukan pada Karina, bukan pada proses melahirkan, tapi pada dirinya sendiri.

Karena ia mulai merasa tidak lagi hanya mengandung anak seseorang…

Ia mulai merasa hatinya pun ikut terlibat, perlahan, tanpa izin.

Dan itu adalah dosa yang paling halus.

Dosa yang ia takutkan… tapi tidak mampu hentikan.

1
strawberry
Karina takut Rendra berpaling darinya karena Aru mirip Rendra, Nayara takut Aru diambil Rendra dan takut akan perasaannya. Rendra takut perasaannya jatuh hati pada Nayara dan pada Aru yg mirip dengannya.
Mommy Sea: pada takut semua mereka
total 1 replies
strawberry
Dalam rahim ibu kita...
Titiez Larasaty
ikatan batin anak kembar dan ayah
strawberry
mulai ada rasa cemburu...
Titiez Larasaty
semoga rendra gak tega ambil aru dia cm mengobati rasa penasaran selama ini kasihan nayara harus semenyakitkan seperti itukah balas budi😓😓😓
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Muhammad Fatih
Bikin nangis dan senyum sekaligus.
blue lock
Kagum banget! 😍
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Romantisnya bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!