Serafim Dan Zephyr menikah karena di jodohkan oleh kedua orang tuanya, dari awal Serafim tahu Calon suaminya sudah mempunyai pacar, dan di balik senyum mereka, tersembunyi rahasia yang bisa mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blueberry Solenne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Api yang Tak Terlihat
Zephyr)
Malam semakin hening. Aku menunggunya di ruang tengah, sesekali mengintip ke luar jendela, namun Serafim belum pulang juga. Aku mulai gelisah. Akhirnya, kuputuskan untuk meneleponnya. Tapi yang mengangkat bukan pemilik ponsel itu.
“Phyr… Serafim di rumah sakit?”
Aku menatap layar ponsel begitu lama, hatiku dipenuhi kekhawatiran. Suara Liam berteriak masih terdengar di telingaku.
“Phyr… apa kau mendengarku? Cepatlah ke sini!”
“Baiklah, aku segera kesana!”
Aku langsung mengambil jaketku dan bergegas menuju rumah sakit. Dengan terburu-buru, aku masuk ke ruangannya, di sana terlihat keluarganya dan Liam. Seperti biasa, Louis selalu cepat naik pitam. Ia langsung menarikku ke luar saat aku mencoba menghampiri Serafim.
Ia mendorongku ke pojok, kebetulan lorong saat itu sepi.
“Kemana saja kau, apa kau sibuk dengan wanita itu?”
Aku bertolak pinggang.
“Louis, kau tahu dengan membalikkan telapak tanganku saja, aku bisa menghancurkan perusahaan Sakura Cement. Jangan menyalahkan semuanya padaku. Bisakah kau menghargai usahaku? Perusahaanmu – aaah bukan… perusahaan Ayahmu itu.”
Aku menghela napas berat, suaraku rendah namun tegas.
“Kau tahu Louis, bukankah aku sudah mengikuti semua keinginanmu dan Ayahmu untuk menjadi seorang menteri? Jelas pekerjaanku semakin bertambah. Wajar kalau aku tidak bisa dua puluh empat jam memperhatikan adikmu itu. Berhentilah menekanku, aku muak dengan kemunafikanmu itu.”
Aku mendekat beberapa langkah padanya, menepuk pundaknya.
“Ingat itu, Louis, berhentilah bersikap arogan, atau… mungkin saja aku bisa menyingkirkanmu!”
Lalu aku berlalu, membiarkannya terpaku di sana.
Diam-diam aku tersenyum penuh kebencian dengan tatapan tajam.
Sudah lama aku mengalah padanya, tapi sikapnya keterlaluan. Dia pikir aku lemah. Padahal, kalau aku mau, hanya dengan beberapa pukulan, bisa saja aku mengalahkannya. Selama ini aku hanya pura-pura lemah di hadapannya.
Aku masuk ke ruangan Serafim. Ayahnya menoleh padaku sambil memegang tangan putrinya yang sedang tertidur.
“Phyr, akhirnya kau datang juga.” Ia meletakkan tangan Serafim ke dalam selimut, lalu bangkit dan mendekatiku.
“Ayah dan Louis akan pulang, jagalah istrimu!” ucapnya sambil tersenyum.
Aku mengangguk.
“Iya, Yah!”
Kemudian Pak Edwin mengambil jasnya dari kursi dan sempat mengelus rambut Serafim, mencium kepalanya. Ia pamit, meski tak bisa didengar karena Serafim terlelap. Ia menepuk bahuku lalu pergi.
Liam juga akhirnya izin pulang. Ia memintaku agar lebih perhatian pada sahabatnya itu, lalu meninggalkan ruangan.
Aku duduk di samping Serafim, mengusap pipinya.
“Fim, apa kau sakit karena aku? Kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku kalau kau marah padaku? Katakan semua isi hatimu, kau boleh memarahiku, maafkan aku!” lirihku.
Sudah lumayan lama kami tidak mengobrol. Sebenarnya aku juga tidak ingin hal ini terjadi. Yang kuharapkan saat ini dan seterusnya, dia selalu baik-baik saja. Tak masalah dia membenciku sedalam apapun, yang penting aku bisa melihatnya tersenyum dan bahagia.
Tenang saja, Fim. Suatu saat kau pasti akan lebih berbahagia, meski tanpaku.
Saat infusnya hampir habis, aku memanggil suster agar segera menggantinya dengan yang baru. Wajahnya masih terlihat pucat dan demam. Semalaman aku hanya bisa menatapnya, berharap ia bangun dengan wajah segar dan melihat senyumannya yang selalu hangat dan ceria.
Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Rasa kantukku tak kunjung datang. Manajer perusahaan cabangku, ‘Ellias Global Industries’ di kota Esmora, menelponku.
"Pak Zephyr, ada insiden kebakaran di gudang," ucapnya panik.
Aku sangat terkejut. Jantungku berdetak kencang, tanganku mengepal tanpa kusadari.
“Untungnya, api berhasil dipadamkan berkat cepatnya reaksi keamanan dan karyawan lain,” lanjutnya.
“Baguslah, hubungi aku jika ada sesuatu.”
Aku meminta mereka mengecek CCTV dan mencari siapa pelakunya, lalu memutus panggilan. Aku berpikir sejenak, kenapa orang itu harus membakar perusahaan cabangku, bukan Ellias Global Constructicons. Kemungkinan itu terjadi karena pengamanan di pusat lebih ketat.
Aku meletakkan ponsel kembali dan mencoba tidur sebentar.
......⚫⚫⚫......
(Serafim)
Sekitar jam lima pagi aku terbangun karena haus. Saat melihat ke samping, Zephyr tertidur di sampingku dengan tangan bersedekap.
Aku bersandar di ranjang dan mencoba meraih gelasku, namun Zephyr terbangun.
“Fim, kau sudah bangun, apa kau haus?”
Aku mengangguk. Ia langsung mengambil gelasku dan memberiku minum, tangannya hangat saat menahan gelas itu.
Dia berusaha menanyakan keadaanku, tapi aku langsung pura-pura tidur kembali. Aku sedang malas bicara dengannya.
Sekitar jam enam pagi, petugas rumah sakit memberiku sarapan. Ia berusaha menyuapiku, tapi aku menolaknya.
“Aku bisa makan sendiri, Phyr. Lagipula aku baik-baik saja,” ujarku dengan nada biasa sambil menyunggingkan senyuman palsu padanya.
Ia pun mengalah dan hanya memperhatikanku makan. Aku sengaja makan dengan lahap meskipun rasanya hambar di mulut. Aku ingin menunjukkan padanya bahwa aku baik-baik saja.
“Pelan-pelan, Fim. Kau bisa tersedak kalau cara makanmu seperti itu!”
“Ini karena makanannya sangat enak,” kataku berbohong.
Dia juga menawariku makanan lain, tapi aku menolaknya, bilang lebih menyukai makanan rumah sakit. Dia memperhatikanku dan diam-diam tersenyum.
Selesai makan, ia membantuku menyimpan piring kotor dan memberiku tisu.
Aku meraih ponsel di samping lalu mengirim pesan pada Elaina agar segera mengusir makhluk aneh yang ada di sampingku.
Elaina: Fim, aku tahu kau mencintainya, jangan pura-pura membencinya!
Serafim: Tidak, kau salah, itu hanya perasaan sesaat saja. Cepatlah datang, kalau tidak aku akan membuat keributan di rumah sakit!
Elaina: Baiklah, Nona, kau tidak perlu mengancamku. Aku akan menyelamatkanmu!, hahahaha.
Tanpa kusadari, aku tersenyum karena candaannya.
“Kau sedang berkirim pesan dengan Shane, Fim. Sepertinya kau sangat bahagia?” ujarnya tiba-tiba sambil tersenyum.
Aku hanya menunjukkan bibirku membentuk seperti bulan sabit dengan mata menyipit.
“Fim, kau bisa makan dengan lahap, apa kau tidak ingin bicara denganku?”
“Phyr, kepala pusing, mau istirahat,” ucapku manis.
Ia pun membiarkanku berbaring kembali di tempat tidur. Namun tak lama kemudian, Elaina datang, disusul Shane dari belakang.
Mereka menyapaku dan menanyakan keadaanku. Aku bilang sudah membaik dan tidak sepusing kemarin. Zephyr hanya menarik bibirnya sedikit, lalu pergi ke toilet, mungkin ingin memberikan ruang pada kami.
Shane duduk di sofa, sementara Elaina memeriksa kondisiku. Ia adalah dokter favoritku di rumah sakit itu.
“Pantas saja kakakku tertarik padaku, kau selalu memberikanku pelayanan yang baik, dokter Elaina.”
“Dokter, tidak biasanya kau memanggilku seperti itu, Fim?”
Kami pun tertawa. Elaina duduk di sampingku, ingin mengatakan sesuatu padaku.
Elaina ingin membicarakan sesuatu, namun merasa tidak enak karena ada Shane. Shane awalnya berniat pergi, tapi aku bilang pada mereka kalau aku tak keberatan dan menyuruhnya berbicara.
“Fim, kandunganmu lemah.”
Aku langsung menoleh.
“Apa, mengandung? Apa kau tidak salah, Elaina?”
Elaina justru terkejut.
“Jadi kau sendiri belum tahu?”
Bersambung…
Dia jelas nganggep Zephyr tak lebih daripada alat/Doge/