"Aku emang cinta sama kamu. Tapi, maaf ... kamu enggak ada di rencana masa depanku."
Tanganku gemetar memegang alat tes kehamilan yang bergaris dua. Tak bisa kupercaya! Setelah tiga bulan hubunganku dengannya berakhir menyakitkan dengan goresan luka yang ia tinggalkan, aku malah mengandung darah dagingnya.
Saat itu juga, aku merasakan duniaku berotasi tidak normal. Aku terisak di sudut ruangan yang temaram. Menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi. Namun, satu yang aku yakini, hidup itu ... bukan pelarian, melainkan harus dihadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Surga yang Kami Ciptakan
Warning! Bab nanas, yang gak nyaman silakan skip
.
.
.
Terpaku. Aku sepenuhnya kehilangan kemampuan motorikku. Hening pun menyergap saat bibirnya mengunci bibirku. Hanya mengecup, tidak lebih. Namun, kecupan ini sedikit lebih lama dari yang pertama kali ia lakukan padaku.
Setelah beberapa detik, ia melepaskan ciumannya dan sedikit menjauhkan wajahnya dariku. Matanya yang sayu menatap lamat wajahku yang menegang.
"Aku masih pengen bareng kamu lebih lama. Boleh?" tanyanya dengan pandangan yang melembut.
Aku bergeming dan sudah lebih dulu membeku. Lidahku mendadak kelu. Sepertinya dia menganggap diamku menjadi sebuah jawaban untuknya. Dagunya pun terangkat dengan perlahan.
Kontak mata kami kembali terputus kala bibirnya menjatuhkan kecupannya di keningku. Lembut. Sangat lembut. Dari kening, bibirnya yang hangat itu bergeser ke bawah, mengecup pangkal hidungku. Pelan. Sangat pelan. Dari hidung, bibir itu kembali berlabuh ke sudut bibirku. Kembali menjatuhkan kecupan ringan di sana. Kemudian bergeser sedikit demi sedikit, menelusuri garis bibirku yang menjadi tujuan akhirnya.
Di saat yang sama, tangannya bergerak lambat ke tanganku, menyelipkan jari-jarinya di jemariku membentuk satu genggaman hangat. Dengan kedua tangan yang masih terjalin, ia kembali membenamkan bibirnya di bibirku. Kurasakan mulai ada pergerakan halus di atas permukaan bibiku. Lembut. Dalam. Berperasaan.
Di sisi lain, sebelah tangannya menyentuh punggung tanganku yang lain. Ujung-ujung jarinya mulai naik ke lenganku dengan gerakan lambat. Terus menyusuri bahuku dan berakhir di perpotongan leherku. Sementara, bibirnya terus bergerak meraup seluruh bibirku, memagut, dan mencecap dengan pelan. Sama sekali tak tergesa-gesa.
Dalam diam yang tak berkutik, aku hanya bisa mengedipkan mata berulang-ulang di saat ia terus menguasai bibirku. Ada rasa aneh yang menerjang dalam diri, tapi berusaha kukelabui dengan memerhatikan detail wajahnya. Ternyata, ia memiliki bulu mata yang panjang dan sepasang alis yang tegas.
Tiba-tiba dia menghentikan gerakan bibirnya di bibirku, lalu membuka kelopak matanya dengan perlahan sehingga mata kami bersirobok dekat. Ia sedikit menjauh, kemudian membelai pipiku. Aku merasa kehilangan ketika tautan bibir kami lepas.
"Aku belum mau berhenti! Bagaimana denganmu?" tanyanya dengan suara berbisik dengan saling menempelkan hidung kami.
Lagi-lagi aku bergeming dengan memasang ekspresi sungkan. Sementara, tanpa menunggu konfirmasiku Kak Evan kembali mengecup ringan bibirku. Sekali, dua kali, berkali-kali dan diakhiri dengan sebuah pagutan panjang.
Kucoba ikut menutup mata tuk meresapi setiap helaan napas kami yang berbaur. Lambat laun, aku menikmati tekanan-tekanan halus bibirnya di atas permukaan bibirku. Tak bisa dipungkiri, menerima sentuhan basah dari bibir lelaki itu membuat jiwaku meluruh. Sekian lama terdiam, akhirnya aku mulai menyambut ciumannya dengan malu-malu.
Kurasakan semangatnya berapi-api saat aku mulai mengikuti gerakan ciuman yang dipimpinnya. Hidung kami bersinggungan, alis kami menempel erat, dan napas kami saling berkejaran. Sementara, Bibir kami masih saling menyesap rasa masing-masing. Ia semakin meraba masuk jauh ke dalam mulutku. Setiap sudut bibirku tak lengang dari sapuan panas bibirnya. Panas dingin berkumpul menjadi satu ketika sesuatu yang lembut dari mulutnya mulai membelai ruang dalam mulutku.
Bibir kami kembali terpisah dengan jarak yang sangat tipis. Dia kembali memandangku dengan sorot mata penuh kabut.
"Mau lanjut?" tanyanya serak seraya mengitari setiap sisi bibirku dengan jempolnya.
Lagi-lagi aku kehilangan kemampuan bicara. Aku tidak tahu apakah gaya berpacaran anak ibukota selalu sepaket dengan bercinta? Jika aku menolak, apakah dia akan mengakhiri hubungan ini? Apakah dia akan langsung mencampakkanku?
Aku lantas memandang matanya yang memandangku penuh penambaan. Sambil mengulas senyum, ia mulai merebahkan tubuhku di atas kasur tipis seraya meminggirkan rambutku ke samping. Mataku terpejam kuat saat napas hangatnya menerjang kulitku. Tanganku berpegangan di bahunya saat bibirnya mulai merambat ke celah cekungan leherku dan lekukan bahu mulusku untuk menyulutkan lahar panas di sana.
Kak Evan mulai melucuti satu per satu kain yang menempel tubuhku. Setiap helaian pakaian yang terbuka, tak mendapat penolakan dariku. Seolah aku siap menyerahkan diriku sepenuhnya. Kubiarkan dia berkuasa atas tubuhku. Lebih tepatnya, itu kulakukan karena aku sangat takut kehilangannya.
Kurasakan tangannya mulai menjelajahi seluruh permukaan kulitku. Mengeksplorasi setiap bagian sensitif tubuhku yang membuat sela jariku kini terisi oleh helaian rambutnya. Mulutku berusaha menyimpan derit saat jemarinya menyentuh titik paling dalam dan paling intim dari tubuhku.
Sudut-sudut jiwaku sudah mengerut. Jari-jari kakiku meringkuk erat. Getaran-getaran aneh semakin menggerogoti diriku kala menerima sentuhan lihai yang memainkan pusat kenikmatanku. Senyar panas merambati pembuluh darahku. Aliran darahku menderas sehingga membuat debaran jantungku semakin mengeras kencang. Hawa panas nan berat pun tercipta di kamar kosku yang mungil ini. Aku terseret jauh. Kesadaran dan akal sehat langsung terbang meninggalkan kepalaku.
"Tenang, aku bakal lebih lembut," bisiknya di antara eranganku. Bibirnya kembali mencari dan menemukan bibirku. Lagi dan lagi.
Aku lantas membuka diri, menyambut raganya yang hendak menjamah ragaku. Sementara, dia mulai menumpahkan diri ke dalam tubuhku dengan hati-hati. Kubiarkan tubuhnya memasukiku lebih dalam. Memutus jarak di antara kami. Organ tubuh kami saling terkoneksi tanpa batas. Tanpa penghalang apa pun. Sehingga aku pun hanyut dalam hasrat yang sama sepertinya.
Atas nama cinta, aku menyerahkan diri sepenuhnya untuk dimilikinya. Malam ini, aku dan dia menciptakan surga sendiri di saat pintu neraka terbuka lebar untuk kami.
***
Malam yang penuh dosa itu telah terkikis. Aku bergelung nyaman di lengan kokohnya, mengerjapkan mata secara perlahan. Ternyata aku tertidur usai peraduan pertama kami yang melelahkan. Sementara dia pun ikut terlelap di belakangku sembari memelukku sepanjang malam. Di kasur tipis yang hanya selebar matras ini, kami berbagi tempat tidur. Tubuh polos kami terselamatkan oleh selimutku yang membungkus.
Kos yang kuhuni cukup bebas dan tak terkontrol pemiliknya. Meski aku tak pernah berinteraksi dengan penghuni lainnya, tapi aku tahu mereka sering membawa pria masuk ke kamar. Beberapa dengan pria yang tetap, beberapa lagi bergonta-ganti. Aku yang dulunya sering bergidik ngeri mendengar aktivitas kamar tetanggaku, kini tak menyangka akan seperti mereka.
Tanpa terasa, aku menjatuhkan air mata kala mengingat kekhilafan yang kami lakukan semalam.
"Kamu dah bangun?"
Aku tersentak mendengar suara berat kak Evan. Dengan segera, aku mengusap kedua mataku yang terus mengeluarkan bulir air mata. Tiba-tiba, dia menarik tubuhku menghadap ke arahnya.
"Kamu menangis?"
Aku cepat-cepat menggeleng.
Dia terdiam sejenak, sambil mengusap sisa-sisa air mataku. "Kamu menyesal?"
Lama aku terdiam, sebelum akhirnya menggeleng kaku.
"Beneran, gak menyesal?"
Aku kembali menggeleng sambil tertunduk.
"Tapi ekspresi kamu enggak mengatakan begitu."
Aku memandang wajahnya yang dipenuhi butiran peluh. "Kak Evan berkeringat. Aku ambilin tisu dulu!"
Dia langsung merengkuh tubuhku ke dalam dekapannya. "Enggak usah. Cukup diam di sisiku seperti ini," ucapnya pelan.
Kak Evan pasti kepanasan tidur di kosku yang sempit, minim ventilasi dan tanpa kipas angin. Ini karena pemilik kos membatasi penggunaan listrik tiap kamar.
Sambil tetap memelukku dari belakang, dia kembali berkata, "Setelah ini, kita cari kos yang lebih bagus, ya? Dan juga cari stok makanan yang bergizi. Jangan makan mie instan lagi. Gimana kamu mau edukasi pasien kamu nanti, kalo kamunya aja gak menjalankan pola makanan sehat."
Aku mengangguk pelan, seraya menggigit ujung bibirku mencoba menekan air mata yang hendak keluar. Terharu, karena setidaknya masih ada yang perhatian padaku.
Kak Evan kebahagiaan yang kumiliki saat ini. Selama hampir empat bulan bersamanya, aku mendapat segala yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Rasa cinta yang berlimpah, perhatian yang tak terukur jumlahnya, kasih sayang yang tak kudapatkan dari siapapun. Tidak ibuku, tidak ayahku, tidak pula saudaraku. Oleh karena itu, aku tidak akan menyesal memberikan sesuatu paling berharga yang kumiliki agar dia tetap berada di sisiku.
enteng bener ngucapnya
banyak orang sekedar bikin konten buat dapetin income penghasilan gede
tp nilai kontennya ga mendidik dan justru malah bikin kesel "apa sih konten begini. anak kecil kok kontennya rumah tangga"
setelah pacaran cukup lama dengan komukasi yg baik dan intens
tetiba dia putusin tanpa ada tanda janggal sebelumnya
sampe aku samperin dia ke kotanya dianter temen
dan jreng.jreng
dia sudah ada yg baru tanpa mau menjelaskan apapun
teruntuk kamu mantanku yg pergi dengan memberi luka
haiii, terimakasih luka yg kau beri
berkatmu aku banyak belajar dan berkatmu aku menemukan dia yang kini bersamaku di setiap hari ku dan ada di setiap doa ku yang rela berjuang demi segala mau dan senyumku
baca ulang kisah gurita sambil nunggu mas nico update
setelah semalem namatin kisah aldrin yang sukses bikin mewek sampe sesek di akhir kisah nya
Kak Yu tuh selalu olweis dapet banget feel nya ...
Baca ASM ini ... tau gak .. bantal sampe basah gegara Neng Gemoy sampe sesenggukan ... ya pas POV Ita, POV Evan, ngebayangin sakit nya Arai Junjun, sakitnya Nadin, termasuk begitu tau kebesaran hati Arai Sensen...
Xhixhi ... apalagi itu juga krn ditambah Neng Gemoy dasarnya gampang mewek ... udah deh ... aslik obral airmata ... 🤭
Semangat terus bikin cerita yg keren2 ya Kak Yu yaaaa ... ✊️💪🏻😊😍
Cuma ya itulah ... Neng Gemoy mah masuk golongan marathon ... 🤭
Tapi beneraaan .... (apalagi othor nya spt kak Yu) gak pernah skap skip loncat2 bacanya ... rugi beud kalo sampe gagal paham.
Jadi ... jangan samakan akuh dgn yg laiiiiinnnn ... 😔
Ita pasrah aja ya say, di banting kanan, banting kiri .... Evan udah kek banteng ngamuk .... 🤣🤣🤣
hajar bleeehh .... 🐃
Baidewei Van ... jangan lupa ucapin selamat tinggal buat kakak Bioreina dan mbak Shinzuita ... ngkali aja kemaren2 mereka pernah "berjasa" ngilangin sesuatu yg bikin puyeng atas bawah ... 🤣🤣🤣🤣
izin skrinsut, kak Yu ....
mamaciiiii ...
Tapi sebetulnya yg salah banget mah kak Yu ... yg kata2nya itu lhoh ... bikin image kamu kek nya jahara gada tandingan...
*biar kak Yu yg diomelin Evan ... 🤣🤣🤣🤣