NovelToon NovelToon
Pedang Terkutuk Pemulung Misterius

Pedang Terkutuk Pemulung Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Roh Supernatural / Pusaka Ajaib / Balas Dendam
Popularitas:744
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."

Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.

Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.

Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.

Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Musuh Dalam Jangka yang Terdekat.

Ling Yuan melesat ke selatan, menyatu dengan kabut dini hari yang menyelimuti pinggiran kota. Teknik Bayangan Tanpa Jejak bekerja dengan sempurna. Ia bukan berlari; ia bergerak, dan pergerakannya seperti ketiadaan. Energi kutukan yang terbungkus di sekitar tubuhnya menyerap suara dan cahaya, mengubahnya menjadi siluet singkat yang menghilang sebelum mata fana sempat mendaftarkannya.

SSSHHHHT... SSSHHHHT...

Hanya bisikan udara yang bergerak, tidak lebih dari daun kering yang tersapu angin. Ia mencapai sudut reruntuhan pasar lama, tempat ia sering mencari rongsokan, dan bersembunyi di balik tumpukan kayu lapuk. Dari sana, ia bisa melihat jalan utama menuju gerbang timur Kota Kekaisaran.

Dalam keheningan yang ia ciptakan, dua aura kultivasi yang kuat dan berisik mendekat. Aura mereka tidak sehalus mata-mata Selir Sin, melainkan kasar, bergetar dengan arogansi kekayaan dan status yang tidak beralasan.

“Mereka terlalu sombong untuk menyamarkan diri,” komentar Jendral Mao, suaranya dipenuhi rasa jijik. “Mereka berpikir Kota Kekaisaran adalah milik mereka. Dan memang begitu, karena pengecut yang duduk di kursi Patriark telah menyerahkannya.”

Tidak lama kemudian, sekelompok kecil kultivator berzirah perak muncul, dikawal oleh dua pria bersenjata lengkap. Di tengah barisan itu, menunggangi kuda perang hitam dengan pelana emas, adalah Sui Hui. Ling Yuan melihatnya, dan waktu seolah terhenti.

Sui Hui. Pewaris palsu. Pemuda yang seharusnya tidak pernah memegang kehormatan Klan Yang. Wajahnya dipahat dengan ketampanan yang sombong, jubah sutranya berkilauan bahkan di cahaya subuh yang redup. Sui Hui memancarkan aura Demigod tingkat awal, sebuah tingkat yang ia capai bukan melalui kerja keras spiritual, melainkan melalui sumber daya tak terbatas yang dicuri dari warisan sejati klan.

Melihat lambang Naga Kembar Yang yang terukir di zirah Sui Hui, gelombang emosi menghantam Ling Yuan seperti gelombang pasang. Ini adalah lambang orang tuanya, lambang yang seharusnya menjadi miliknya. Sesaat, Ling Yuan merasakan kerinduan yang menyakitkan—kerinduan pada keluarga yang tak pernah ia kenal, rumah yang seharusnya ia miliki. Namun, kerinduan itu dengan cepat berubah menjadi bara api hitam.

Kebencian.

Kebencian itu membakar, jauh lebih kuat daripada energi kutukan yang ia kendalikan. Kebencian terhadap Sui Hui yang menikmati kemewahan di atas kuburan Jendral Yong dan Ji Yue. Kebencian terhadap Jendral Yang yang buta dan pengecut. Kebencian terhadap takdir yang menjadikannya pembawa kutukan.

Ling Yuan secara naluriah mencengkeram gagang Pedang Kutukan Mao di punggungnya. Pedang itu merespons, mengirimkan getaran dingin ke lengannya, mengingatkan Ling Yuan bahwa ia hanya perlu satu gerakan cepat untuk mengakhiri garis keturunan palsu ini.

“TIDAK! Yuan'en, jangan bodoh!” Jendral Mao berteriak dalam pikiran Ling Yuan, getaran spiritualnya nyaris terasa menyakitkan. “Kau belum mematahkan kutukan kelima, dan kekuatanmu masih rapuh. Jika kau menyerang sekarang, kau hanya akan memuaskan balas dendam fana. Kau akan mati, dan kutukan ini akan menang!”

Ling Yuan menarik napas tajam. Ia terengah-engah, bukan karena gerakan fisik, tetapi karena perjuangan spiritual untuk menahan niat membunuh yang murni. Ia memaksa dirinya untuk melepaskan cengkeramannya dari pedang. Jari-jarinya gemetar.

Sui Hui dan rombongannya berhenti tepat di depan tumpukan rongsokan. Salah satu pengawal mengeluh tentang bau yang menjijikkan.

“Cepat bersihkan daerah ini. Ini adalah gerbang masuk Klan Yang. Patriark sudah tua dan lemah, dan aku tidak ingin kekotoran ini mencemari jalanku saat aku berpatroli,” perintah Sui Hui dengan suara yang keras dan manja.

Sui Hui meludah ke tanah, tepat di atas sepotong kain lusuh yang Ling Yuan gunakan sebagai bantal beberapa malam lalu. Tindakan kecil itu, yang dipenuhi penghinaan, memperkuat keputusan Ling Yuan. Sui Hui bukan hanya pewaris palsu; dia adalah simbol korupsi yang harus dibersihkan.

Ling Yuan menyempitkan matanya, mengunci pandangannya pada Sui Hui. Ia menggunakan Teknik Bayangan Tanpa Jejak untuk menarik aura kultivasinya lebih dalam, memastikan tidak ada jejak energi yang bocor. Ia harus menjadi ketiadaan total.

“Laporkan kepada Selir Sin bahwa area ini aman, tetapi bau busuk ini harus dihilangkan dengan api. Aku tidak ingin ada tikus-tikus pemulung mendekati kediaman kita,” kata Sui Hui, lalu mendongakkan dagunya dengan arogansi tak terbatas. “Mari kita bergerak. Aku harus kembali untuk sesi kultivasi pagiku. Menjadi seorang Dewa tidaklah mudah.”

Mendengar kata-kata 'Dewa' dari mulut Sui Hui terasa seperti lelucon pahit bagi Ling Yuan. Sui Hui bahkan tidak mengerti arti penderitaan sejati, apalagi kultivasi yang melampaui batas fana.

Rombongan itu kemudian bergerak, suara sepatu kuda dan zirah mereka perlahan memudar ke arah gerbang kota. Ling Yuan menunggu lama, memastikan aura mereka benar-benar hilang sebelum ia keluar dari persembunyian.

Ia berjalan menuju tempat Sui Hui meludah. Kain lusuh yang kotor itu, yang kini tercemar oleh ludah dan keangkuhan, terasa seperti hinaan langsung terhadap Ling Yuan, terhadap ingatannya akan orang tuanya, dan terhadap semua penderitaan yang ia alami.

Ling Yuan mengangkat kepalanya, memandang ke arah dinding tinggi Kediaman Yang yang samar-samar terlihat di kejauhan, sebuah benteng yang seharusnya melindunginya, tetapi malah membuangnya.

“Kau lihat, Yuan'en? Inilah yang terjadi pada rumahmu. Korupsi dan arogansi. Pedang Kutukan ini hanya bisa digunakan untuk menebus. Jika kau menyerah pada amarah, kau akan menjadi seperti mereka—tercemar,” Jendral Mao berkata dengan suara yang lebih lembut, menyadari kepedihan yang dirasakan Ling Yuan.

Ling Yuan menghela napas, napas yang dingin dan penuh tekad. Ia menyentuh Pedang Kutukan Mao di punggungnya, bukan dengan amarah, tetapi dengan janji yang khidmat.

“Aku mengerti, Guru,” bisik Ling Yuan, suaranya serak namun kuat. “Aku tidak akan membiarkan amarah mengalahkanku. Aku tidak akan membiarkan kutukan itu mengendalikan jiwaku.”

Ia berbalik menghadap ke arah bulan yang kini mulai tenggelam, cahaya pucatnya menyinari debu dan kekejian di sekitarnya. Ling Yuan mengepalkan tangannya, merasakan energi kultivasi kutukan yang kini berputar lebih cepat di dalam tubuhnya—energi yang murni, kuat, dan siap untuk digunakan.

“Aku bersumpah atas nama Pedang Kutukan ini, atas nama darah Jendral Yong dan air mata kultivator Ji Yue, bahwa aku akan kembali ke kediaman itu. Bukan sebagai pemulung bisu, tetapi sebagai pewaris sejati. Aku akan mematahkan semua kutukan yang membelenggu garis keturunan ini. Dan aku akan menuntut keadilan dari setiap jiwa yang terlibat dalam pengkhianatan ini. Dalam sepuluh tahun, atau aku akan musnah,” janji Ling Yuan, sumpahnya menggema dalam keheningan subuh. Itu bukan sekadar ancaman, melainkan sumpah darah yang diikat oleh takdir dan kutukan.

Sumpah itu, yang diucapkan di bawah cahaya bulan terakhir sebelum fajar, menyegel takdirnya. Ling Yuan kini tidak hanya melawan Selir Sin, tetapi juga melawan waktu, melawan garis keturunan yang terkutuk, dan melawan dirinya sendiri. Ia harus mempersiapkan diri untuk pertempuran sesungguhnya, karena klan Yang kini telah mengunci pandangannya pada bayangan pemulung misterius yang baru saja menguasai langkah bayangan yang mematikan....

1
Nanik S
Cukup menarik diawal
Black_Pen2024 Makin Sukses 🎉✨: Terima kasih sudah mampir kakak. semoga suka. ikuti kisah author yang lain juga. thx all. lope lope sejagat😍🙏👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!