Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.
Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.
Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.
Yuk, simak kisahnya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Dua bulan kemudian.
Sudah dua bulan Hana terbaring koma di ruang rawat intensif. Wajahnya pucat, bibirnya kering, tapi tetap memancarkan keteduhan yang membuat siapa pun tak mampu berpaling. Di kursi samping ranjang, Rayyan duduk menatapnya penuh kerinduan.
Dia tersenyum samar, lalu bergumam pelan seakan berbicara pada Hana.
“Hana … aku pamit, ya. Aku harus kembali ke Turki, ada project baru di salah satu universitas. Tapi, janji sama aku … bangunlah segera. Ada banyak orang menunggumu, apalagi bayi mungil itu ... dia butuh ibunya. Aku butuh senyummu, Hana."
Rayyan menunduk, menatap jari Hana yang diam membisu, lalu menghela napas panjang. Tepat saat ia hendak berdiri, ponselnya berdering. Nama Mama muncul di layar.
“Rayyan! Kamu di mana? Cepat ke bandara! Pesawatmu sebentar lagi take off!” suara Alisa terdengar panik sekaligus mengomel.
Rayyan tersenyum tipis. “Iya, Ma. Maaf, aku sedikit telat ... aku segera pergi.”
Ia menoleh sekali lagi ke arah Hana, seolah ingin mengukir wajah itu dalam ingatan. “Sampai jumpa, Hana. Semoga saat aku kembali, kamu sudah membuka mata.” Dia melangkah keluar ruangan dengan hati berat, meninggalkan Hana dalam kesunyian.
Beberapa menit setelah Rayyan pergi, pintu ruangan terbuka. Hansel masuk membawa termos kecil berisi air hangat yang tadi ia ambil dari perawat. Matanya lelah, namun penuh harap. Saat itu, pandangannya langsung tertuju pada Hana. Ada sesuatu yang berbeda. Jari-jari Hana bergerak pelan.
Hansel terpaku, jantungnya berdetak kencang.
“Hana?” suaranya bergetar. Ia mendekat, menggenggam tangan Hana erat.
“Kamu dengar aku? Hana … tolong, buka matamu…”
Kelopak mata Hana sempat bergetar, seolah ada perjuangan keras dari dalam dirinya. Hansel panik, segera menekan tombol panggil di samping ranjang.
“Dokter! Perawat! Cepat ke sini!”
Langkah-langkah cepat terdengar dari luar. Tim medis masuk dengan sigap, memeriksa tanda-tanda vital Hana. Hansel mundur sedikit, berdiri dengan tubuh gemetar, matanya tak berkedip menatap Hana yang perlahan menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
“Hana … ayo, kamu pasti bisa,” bisiknya, air matanya jatuh tanpa ia sadari.
“Ini perkembangan baik, Tuan. Pasien menunjukkan respon spontan. Kita harus tetap observasi, tetapi ini pertanda ia mungkin mulai sadar dari komanya,” ujar dokter dengan nada serius, namun sarat dengan kabar gembira.
Hansel menutup wajahnya sebentar, mengusap air matanya. “Hana, terima kasih, Tuhan … terima kasih.”
Tak lama kemudian, pintu kembali terbuka. Laudya masuk sambil menggendong bayi mungil mereka yang kini sudah berusia dua bulan. Wajahnya langsung berubah saat mendengar kabar dari perawat.
“Benarkah? Hana bergerak?!” tanyanya dengan suara bergetar.
Hansel mengangguk cepat. “Aku melihatnya sendiri, Laudya. Tangannya bergerak, bahkan matanya sedikit bergetar.”
Laudya mendekat ke sisi ranjang, menatap wajah Hana yang pucat namun tetap cantik. “Hana … dengarkan aku. Bangunlah, Ada banyak orang menunggumu. Bayi kecil ini membutuhkanmu ... Kamu berjanji akan memberikannya padaku…” suara Laudya pecah, ia menempelkan bayi itu ke sisi ranjang agar Hana bisa merasakan keberadaannya.
Bayi kecil itu seolah mengerti, tangannya bergerak pelan dan mengeluarkan suara rengekan lirih. Hansel menunduk, semakin tak kuasa menahan air mata. “Kamu dengar, Hana? Dia mencari ibunya…”
Suasana ruangan penuh haru. Beberapa perawat menahan senyum harapan, dokter kembali menuliskan catatan pada papan medis.
“Kita akan lanjutkan pemantauan intensif. Jika ini berlanjut, kemungkinan besar pasien akan segera sadar.”
Di tengah momen itu, ponsel Hansel berdering. Ternyata panggilan dari Rayyan yang baru saja sampai di bandara. Hansel sempat ragu, tapi akhirnya ia angkat.
“Rayyan?”
[Hansel, aku di bandara. Aku sudah masuk gate. Bagaimana Hana]” suara Rayyan terdengar terburu-buru.
Hansel menghela napas panjang, berusaha menahan luapan emosinya, dan rasa cemburu.
“Rayyan … Hana bergerak. Dokter bilang ini pertanda baik. Dia mungkin akan sadar.”
Hening sesaat di ujung telepon. Lalu terdengar suara Rayyan tercekat, “Apa Benarkah? Ya Allah, terima kasih … Hansel, jaga dia. Tolong … jangan biarkan dia sendirian. Aku akan kembali secepat mungkin setelah urusanku selesai.”
“Tenang saja, dia istriku aku akan menjaganya," jawab Hansel dengan suara mantap. “Aku, Laudya, semua orang di sini akan selalu ada untuknya.” lanjut Hansel, tangan Rayyan terkepal saat mendengar itu padahal Rayyan berharap Hansel bisa melepaskan Hana setelah bayi itu lahir.
Telepon berakhir, Hansel menatap lagi Hana dengan tatapan penuh harap.
“Bangunlah, Hana. Jangan buat kami menunggu terlalu lama.”
Hari itu menjadi momen bersejarah. Setelah melalui masa panjang di rumah sakit, bayi Hana akhirnya diperbolehkan pulang. Hansel dan Laudya keluar dari ruang rawat intensif dengan langkah hati-hati, seolah membawa permata paling berharga. Bayi mungil itu terbungkus selimut putih lembut, wajahnya damai saat tertidur dalam gendongan Laudya.
Laudya tampak begitu antusias, senyumnya tak pernah lepas sepanjang perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, ia langsung sibuk menyiapkan tempat tidur kecil untuk bayi itu, memastikan setiap detail aman dan nyaman. Hansel hanya memperhatikan dari kejauhan, hatinya penuh rasa syukur, sekaligus beban yang semakin berat.
Malam itu, di kamar, Hansel duduk di tepi ranjang. Matanya tak lepas dari pemandangan Laudya yang sedang menggendong bayi Hana dengan penuh kasih sayang. Suasana hening, hanya terdengar suara napas tenang bayi yang tertidur pulas.
Tiba-tiba, suara Laudya memecah keheningan.
“Mas …” panggilnya pelan, namun sarat dengan keseriusan.
Hansel menoleh, wajahnya tegang. “Ya, Sayang?”
Laudya menatap Hansel lekat, kemudian dengan suara tenang tapi menusuk ia bertanya, “Kapan Mas mau urus surat cerai dengan Hana? Kapan Mas mau membebaskan dia dari kontrak itu?”
Pertanyaan itu membuat Hansel terdiam kaku. Jantungnya berdegup lebih kencang. Ia mengalihkan pandangan ke arah bayi, seakan mencari jawaban di wajah mungil itu. “Aku…” suaranya tertahan di tenggorokan.
Laudya menghela napas panjang, lalu melanjutkan dengan tatapan yang tak bisa ditawar.
“Jangan lupa, Hansel. Aku pernah bilang … setelah bayi ini lahir, aku akan mengurus semuanya. Dan sekarang waktunya ... kamu tinggal pilih.”
Hansel menatapnya bingung, sementara perasaannya terombang-ambing. Laudya menurunkan pandangannya sejenak ke arah bayi, lalu kembali menatap Hansel dengan sorot mata yang dingin namun tegas.
“Kalau Mas memilih Hana dan bayinya, kita bercerai. Aku akan pergi, dan semua selesai.”
Laudya berhenti sejenak, suaranya kemudian bergetar penuh emosi.
“Tapi kalau Mas mau mempertahankan pernikahan kita, bersiaplah. Itu artinya kamu harus pilih aku … meskipun bayi ini tak pernah jadi milik kita.”
Kata-kata itu menghantam Hansel keras. Ia merasa dadanya sesak. Seakan ada tali tak terlihat yang menariknya ke dua arah berlawanan, Hana dan bayinya di satu sisi, dan Laudya istri yang sudah lama bersamanya di sisi lain.
Hansel menunduk, kedua tangannya saling menggenggam erat. Malam itu, pikirannya dipenuhi pertanyaan dan keraguan. Pandangan matanya terus bergantian antara wajah Laudya yang menunggu jawaban, dan bayi mungil yang tak tahu apa-apa namun menyimpan masa depan yang tak ternilai.
'Aku harus memilih, maafkan aku Hana ... maafkan aku Laudya, semua ini karena aku tak bisa menjaga hatiku,'
Habsel benar benar nggak bisa memilih 🤦♀️🤦♀️
Sekarang keponakan ku sdh besar cantik dan sdh lulus sarjana juga
Jadi nggak perlu khawatir dede bayi tetap akan baik 2 sajah 🤗🤗
jika memang awalnya laudya tidak menyembunyikan penyakit itu mungkin saat ini hana tidak terseret dalam kehidupan kalian berduaa... bisa saja kalian mengambil anak adopsi ntah darimana bukan dari hasil hubungan pernikahan siri hana dan kontrak gila kalian itu yang hanya ingin mewariskan penerus keluarga malik...
setelah pulih koma, sebaiknya rayyan membawa kabur hana dan bayinya biar bingung mereka semua mencari keberadaan hana...
gini yaa kalo yg di pilih Hansel Hana oke Laudya ga berhak atas bayi itu mungkin lebih baik Laudya adopsi sendiri aja kalo memang dia pengen anak, tapi kalo Hansel pilih Laudya dan lepasin Hana sama bayi nya, bisa di rawat bareng² tapi dari baru lahir sampe umur 6bln bayi harus sama ibunya dulu, ntar seterusnya bisa gantian kan adil tohhh jadi Laudya jangn egois mau kuasai bayi itu sendiri tak timpuk batu Kepala mu nanti
Kasih yng terbaik thor untuk Hana dan bayi nya
udah lah Ray kalo gua jadi lu gaya bawa minggat ke Cairo tuh si Hana sama bayinya juga, di rawat di rumah sakit sana, kalo udah begini apa Laudya masih egois mau pisahin anak sama ibu nya
Rayyan be like : kalian adalah manusia yg egois, kalian hanya memikirkan untuk mengambil bayi itu tanpa memikirkan apa yg Hana ingin kan, dan anda ibu jamilah di sini siapa yg anak ibu sebenarnya, Hana atau Laudya sampi ibu tega menggadaikan kebahagiaan anak ibu sendiri, jika ibu ingin membalas budi apakah tidak cukup dengan ibu mengabdikan diri di keluarga besar malik, kalian ingin bayi itu kan Hansel Laudya, ambil bayi itu tapi aku pastikan hidup kalian tidak akan di hampiri bahagia, hanya ada penyesalan dan kesedihan dalam hidup kalian berdua, aku pastikan setelah Hana sadar dari koma, aku akan membawa nya pergi dari negara ini, aku akan memberikan dia banyak anak suatu hari nanti
gubrakk Hansel langsung kebakaran jenggot sama kumis 🤣🤣🤣