Elma merasa, dirinya bukan lagi wanita baik, sejak sang suami menceraikannya.
Tidur dengan pria yang bukan suaminya, membuat Elma mengandung benih dari atasannya yang seorang playboy, Sean Andreas. Namun, Sean menolak bertanggung jawab dengan alasan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.
Beberapa bulan kemudian Elma melahirkan bayi perempuan dengan kelainan jantung, bayi tersebut hanya bisa bertahan hingga berusia satu tahun.
Disaat Elma menangisi bayi malangnya, Sean justru menyambut kehadiran seorang bayi dari rahim istrinya, sayangnya istri Sean tak bisa bertahan.
Duka karena kehilangan anak, membuat Elma menjadi wanita pendendam. Jika ia menangisi anak yang tak pernah diinginkan papanya, maka Sean juga harus menangisi anak yang baru saja dilahirkan istrinya.
Apa yang akan Elma lakukan pada anak Sean?
Tegakah Elma menyakiti bayi malang yang baru saja kehilangan Ibunya?
Bagaimanakah hubungan Elma dan Sean selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Ayah Eve
#29
“Silahkan menunggu di dalam saja, Bu.”
Security mempersilahkan Bu Kartika dan Alya agar masuk, dan bicara lebih nyaman di dalam. Namun, Bu Kartika menolak.
“Kami menunggu di sini saja, Pak,” jawab Alya sopan.
Dari kejauhan Alya melihat Elma berjalan cepat ke arah mereka, “Itu Kak Elma, Bu.”
Bu Kartika segera menoleh ke arah pandang Alya, dilihatnya putri sulungnya itu memang sedang berjalan ke arahnya.
“Bu,” sapa Elma segera, raut terkejut tak bisa Elma sembunyikan, ia bertanya-tanya bagaimana ibu dan adiknya bisa menemukan dirinya.
“Ayo, bicara di dalam saja, Bu,” ajak Elma.
“Tidak, disini saja,” tolak Bu Kartika, kemudian menyeret Elma ke tempat teduh cukup jauh dari pos security.
“Apa diam-diam kamu sudah menikah?” tanya Bu Kartika dingin.
“Tidak, Bu, kenapa Ibu berpikir demikian?” bantah Elma.
“Jangan bohong!”
“Buat apa aku bohong, Bu.” Elma terus mencoba meyakinkan Bu Kartika.
“Lalu siapa laki-laki tadi?”
Elma mengerutkan keningnya, masih bingung menghadapi sikap ibunya yang kini lebih mirip seorang penyidik ketimbang seorang ibu. “Laki-laki mana, Bu?”
Alya jadi gemas sendiri mendengar pembicaraan, Ibu dan kakaknya. “Bu, biar aku saja yang bertanya.” Alya berdiri diantara Bu Kartika dan Elma.
“Tadi, tanpa sengaja, kami melihat dan kebetulan juga mendengar, pria itu menyebut Kakak sebagai istrinya. Jadi jangan salahkan kami jika kami mengira Kakak diam-diam menikah di belakang kami.”
Elma menepuk dahinya, rupanya itu yang membuat ibu dan adiknya salah paham. “Bukan, Bu. Aku bekerja di rumah pria itu, karena bayinya membutuhkan ASI dariku.”
Alya dan Bu Kartika sama-sama terkejut, “Memang ada pekerjaan semacam itu?” tanya Alya frontal.
“Ada, buktinya Kakak. Pria itu membayar Kakak sangat mahal, karena bayinya tak mau ASI dari ibu yang lain.”
Bu Kartika dan Alya mengangguk, “Memang harus banget, kamu tinggal di rumah ini?” tanya Bu Kartika khawatir.
“Pada awalnya, aku juga tak mau, Bu. Tapi bayi itu menghabiskan stok ASI lebih cepat dari dugaan, jadi lama kelamaan ASI-nya kurang memadai,” jawab Elma gusar, mulai takut pertanyaan akan merembet kemana-mana. Ingin rasanya buru-buru menyudahi obrolan, tapi apa daya ibu dan adiknya terus bertanya.
“Memang, kemana ibu bayi itu, kak?”
“Meninggal, Al. Kecelakaan beruntun, jadi bayi itu lahir di hari yang sama dengan hari meninggalnya sang mama—”
“Dan juga Eve,” sambung Elma murung.
“Apakah secara kebetulan, kamu juga mengenal pria itu sebelumnya?” selidik Bu Kartika.
Yang Elma takutkan mulai terjadi pertanyaan Bu Kartika semakin kritis. “K-kenapa Ibu tiba-tiba bertanya begitu?” Elma balik bertanya, suaranya pun sedikit tergagap.
“Dari yang ibu lihat tadi, kalian terlalu akrab, bahkan untuk ukuran majikan dan ibu asuh putranya. Pria itu juga tanpa ragu menyebutmu istrinya.” Melebihi seorang detektif, Bu Kartika menjelaskan analisanya.
“D-dia—”
“Jawab jujur saja, Kak. Aku gak sanggup kalau setiap saat menjawab semua pertanyaan Ibu tentang Kak Elma.” Alya menambahkan.
“Dia, mantan atasanku dulu, Bu.” Elma terus mengelak, berharap Bu Kartika tak mencecarnya dengan pertanyaan yang lainnya.
“Atasan?” gumam Bu Kartika, seingatnya dulu Elma pernah membahas tentang ayah dari anak yang sedang ia kandung. Dan pria itu adalah teman se-kantor Elma, apa jangan-jangan. “Jangan berbelit-belit, El!” sentak Bu Kartika tak sabar.
•••
Sementara itu, di kamar Mom Naura.
“Kami masih berpikir, ini adalah Zasqiara?!”
“Ma, kejadian itu memang sudah sangat lama berlalu, tapi di kepalaku masih tersimpan memori tentang Zasqiara. Bibirnya, dahinya, hidungnya, kedua mata dan alisnya—”
“Dia anakmu, Bodoh!” Mom Naura langsung memotong ucapan Sean, bahkan dengan sedikit berteriak.
Tuk!
Tuk!
Mom Naura mengetuk layar tabletnya, “Dia memang mirip Zasqiara, tapi pipi, dahi dan dagunya milik Elma—”
Sean merasa seperti dihantam baru raksasa, selama ini ia gak pernah menoleh lagi, ia hanya mengatakan pada Elma agar menggugurkan bayinya jika Elma gak menginginkannya. Karena Sean tak berminat untuk bertanggung jawab, apalagi ingin tahu keadaan Elma.
Saat itu, hidupnya terlalu bebas, pulang dari luar negeri, terbiasa bergaul serampangan, bahkan Sean pernah berniat untuk menjadi lajang seumur hidupnya.
Semua berubah setelah, Papa dan Mommy-nya mengatakan mereka butuh penerus keluarga, apalagi anak mereka tinggal Sean seorang.
Sean mulai gamang, hendak mencari Elma tapi gengsinya melebihi tingginya langit, apalagi Elma sudah menikah, mungkin saja suaminya mau mengakui anak tersebut sebagai anaknya.
Karena dua alasan itulah, Sean urung menemui Elma, justru menerima gadis yang tiba-tiba datang dalam hidupnya, walau dia bukan orang baru.
Tapi di pertemuan pertama mereka, Linda berhasil menyihir Sean dengan senyum dan kata-kata lembutnya, hingga akhirnya mereka menikmati malam panjang penuh gairah yang akhirnya menghasilkan Baby Rey.
“Jika dulu Zasqiara meninggal, karena tubuhnya menolak jantung barunya. Evelyn meninggal karena tak mendapatkan pertolongan yang seharusnya ia dapatkan, Elma tak memiliki cukup uang untuk biaya pengobatan anakmu sampai ke luar negeri.”
“Seandainya saat itu kamu tak bersikap seperti pengecut yang lari dari tanggung jawab, mungkin Mommy masih bisa memeluk cucu Mommy walau sesaat!” Teriakan Mom Naura menggema di setiap sudut ruangan tersebut.
Wanita itu kembali duduk di sofa, wajahnya melengos, enggan menatap Sean. Ia sungguh menyesalkan sikap Sean yang terlalu serampangan dalam bergaul, hingga memiliki anak yang tak diketahui dengan jelas bagaimana nasibnya.
Entah di luaran sana apa masih ada anak lain yang mungkin tidak Sean ketahui.
Wajah Sean memucat, kedua matanya tak sanggup berpaling dari gambar di tablet tersebut. Tak ada yang bisa menerjemahkan perasaan pria itu, Sean hanya berdiri diam di tengah ruangan, dengan jantung berdegup kencang.
Sinar matahari yang masuk dari jendela membuat ruangan terasa hangat, namun rasa dingin tiba-tiba menyelimuti tubuhnya ketika untuk pertama kalinya ia melihat wajah anak Elma. Kabar itu membuatnya merasa seperti terhempas jatuh dari ketinggian.
“Bagaimana bisa?” Sean tersenyum miris, “bagaimana anak Elma bisa begitu mirip dengan Zasqiara, adikku,” bisiknya pada diri sendiri.
Dua puluh tahun lalu, keluarga Andreas kehilangan anak perempuan mereka Zasqiara namanya, Karena penyakit jantung yang dideritanya sejak lahir. Bedanya, karena keluarga mereka kaya, Zasqiara bahkan bisa mendapatkan donor jantung ketika menjalani perawatan di Jerman. Tapi, anak Elma?
•••
“Pria itu, ayahnya Eve, Bu.”
“Apa?!” tanya Bu Kartika dan Alya dengan suara nyaris melengking.
“Bu, aku bisa jelaskan, jangan salah paham dulu.”
“Tidak, Elma! Harga diri adalah hal yang harus kamu junjung tinggi, kemasi barang-barangmu, sekarang juga!” ucap Bu Kartika tegas. Prinsipnya di sisa usianya saat ini, ia akan menjaga kedua putrinya agar tidak tersesat ke jalan yang salah.
“Tapi bayi itu membutuhkan aku, Bu.”
“Dia punya ayah, biar ayahnya yang bertanggung jawab. Dan kamu, adalah milik Ibu, anak Ibu, selama masih memiliki nafas, Ibu masih bertanggung jawab pada anak yang Ibu lahirkan.” Wajah Bu Kartika merah padam, wajar jika ia tak terima, mengingat bagaimana dulu Sean membuang Elma setelah Elma hamil.
Kini anak itu sudah meninggal, tapi sungguh luar biasa karena Sean seolah bisa membeli Elma sesuka hati, nanti jika tak dibutuhkan lagi akan ia tendang jauh-jauh.
Elma pasrah, ibunya sudah bertitah, apalagi yang bisa diperbuat? Bimbang merajai hati dan pikirannya, memikirkan bagaimana nanti nasib Baby Rey ke depan.
“Kemasi barang-barangmu, sekarang!”
“Bu—”
kerren
semangat terus nulisnya yaaa 😍