Masa remaja, masa yang penuh akan rasa penasaran, rasa ingin mencoba dan juga rasa yang sulit dimengerti bernama Cinta.
Ini adalah kisah Cinta enam orang remaja SMA, dengan segala problematika mereka yang beragam rasanya.
Pahit, asam dan manis seperti rasa Jeruk, Blueberry dan juga Cherry.
Yuk ikuti keseruan cerita mereka di sini. 🐢
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Writle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapanya?
Peringatan : Contain sexual harassment, harsh word, violence, blood, etc.
... 🫐🫐🫐...
“Hmm, beli apa ya?” Ari yang tengah berdiri di depan mesin pendingin minuman itu kini mengerutkan keningnya, seolah akan mengambil keputusan tersulit di dunia.
“Ini aja deh.” Katanya lagi. Pilihannya jatuh pada susu kotak rasa taro yang memang biasa ia beli.
Ia membawa susu rasa taro dan cookies cokelat kesukaannya itu ke area kasir untuk segera di bayar.
“Selamat siang kak, ada tambahan belanjanya?” Kasir berbaju merah melayaninya dengan ramah.
“Nggak mbak, itu aja makasih.” Tolak Ari.
“Ada kartu membernya kak?”
“Nggak ada.”
“Mau sekalian beli pulsanya?”
“Nggak”
“Atau ditambah produk tebus murah nya kak?”
“Nggak.”
Ari mulai jenuh dengan pertanyaan-pertanyaan kasir itu, ia ingin segera pulang karena lelah sehabis olahraga pagi.
“Susunya nggak mau sekalian beli 4 kotak saja kak? Nanti ada gratis photocard idol korea.”
“Nggak.” Lalu kemudian Ari teringat akan photocardnya yang malang. Photocard yang tergilas bus hari itu gara-gara dilempar Yuri.
Ah ngomong-ngomong soal Yuri, Ari rasanya begitu rindu dengan presensi gadis itu.
“Eh, boleh deh mbak, ini varian rasa susunya harus sama semua atau nggak?’ Ari akhirnya mengubah pikirannya.
“Iya lebih baik disamakan kak.” Kasir itu nampak tersenyum senang.
🐢Percayalah aslinya kasir juga nggak mau nawarin apa-apa, tapi itu tuntutan kerja.
Ari kemudian kembali ke bagian minuman di minimarket itu untuk mengambil lagi tiga buah susu.
Bersamaan dengan itu ada dua orang lain yang masuk ke sana hendak berbelanja. Ari tak sengaja melihatnya dan itu adalah Yuvarany Jessany.
Melihat Yuri bersama dengan seorang laki-laki yang sama, yang menjemputnya di hari jum’at kemarin lalu, membuat Ari mengurungkan niatnya untuk segera kembali ke kasir.
Ia mengulur waktu dan malah diam-diam memperhatikan kedua orang itu.
#(Ari’s_Point_of_View)
'Gue ngapain sih? Kok gue jadi kyk stalker gini ya. Tapi nggak bisa gue pungkiri kalau gue penasaran sama orang yang di sebelah Yuri.'
'Sekarang mereka ke section yoghurt. Lho kok strawberry? Harusnya blueberry tuh, Yuri lebih suka blueberry, huu gitu aja nggak tahu.'
'Idih, ngapain sih rangkul-rangkul pinggang orang gitu, nggak lihat apa orangnya risih.'
'Apalagi sekarang? Dibilang Yuri sukanya blueberry malah dibeliin pie rasa keju.'
'Oh sekarang snack. Ah elah, Yuri kan nggak suka pedes kok malah dibeliin yang itu si.'
'Kok main ngambil-ngambil aja, dia nggak peduli kali ya Yuri sukanya apa. Nanya kek, kamu mau apa gitu.'
'Dia siapanya Yuri ya? Kok pegang-pegang nggak jelas gitu? Saudaranya? Sepupu? Atau bener yang dibilang anak-anak di kelas?'
#(Author’s_Point_of_View)
Ari masih tetap memantau pergerakan Leon dan Yuri, tentunya masih sambil menggerutu dalam hati.
Kini kedua orang itu tampak sudah selesai memilih-milih belanjaannya, dan menuju meja kasir.
Setelah transaksi selesai mereka tampak segera keluar dari pintu kaca itu
“Eh-eh mas! Dibayar dulu belanjaannya!” Ari yang terlampau fokus mengikuti mereka berdua lupa kalau ia belum membayar susunya.
“Cepetan mbak.”
“Ada tam-“
“Belanja saya itu saja, saya nggak mau beli pulsa atau produk tebus murah, saya juga nggak punya kartu member mbak.” Potong Ari cepat, sudah hafal apa yang akan ditanyakan
“Mas bawa tas belan-“
“Nggak mbak, beli aja.” Ari mengerang frustasi, dua orang yang sedang ia ikuti mungkin sudah jauh pergi.
“Ini mas, totalnya Rp.19.900,00 kembalian seratus rupiahnya apakah berkenan jika-”
“Iya mbak, donasikan aja.” Ari segera menyambar kantong belanjaannya dan berlalu dari sana.
“Mas! Photocardnya belum diambil!” Teriak si Kasir, namun terlambat Ari sudah menghilang entah kemana.
...🫐🫐🫐...
“Ah elah, kemana lagi tu orang berdua.” Ari mengayuh sepedanya sekuat tenaga, kepalanya sibuk celingak-celinguk mencari mobil tesla.
Sampai di persimpangan jalan, akhirnya mobil merah itu berhasil ia temukan. Tidak terlalu sulit juga, toh mobil mewah itu tampak mencolok sendiri walaupun di tengah keramaian.
Ari mengikuti mobil bertenaga listrik satu itu, yang ternyata berhenti di sebuah taman kota yang tampak masih agak sepi meskipun hari ini hari minggu.
Ari memarkirkan sepedanya begitu saja, niat awalnya ia hanya ingin memastikan bahwa Yuri tidak dibawa ke tempat yang mencurigakan. Namun sekarang ia semakin dibuat penasaran.
Jadilah Ari mengikuti keduanya, yang tampak tengah menggelar alas piknik dan mulai menata snack-snack dan makanan yang mereka bawa.
Ia bersembunyi di balik batu yang cukup besar yang kebetulan ada di sana.
“Such a nice weather right baby?” Leon mulai membuka suaranya. Ari tidak mendengar tanggapan Yuri karena nyatanya gadis itu hanya mengangguk saja
“Can i sleep on your lap?” Leon berbicara lagi.
Yuri takut jika ia tidak patuh Leon akan nekat, “Yes you can.” Akhirnya Yuri memilih setuju saja.
Leon tampak tersenyum girang, lalu merebahkan kepalanya di pangkuan gadis itu. Memejamkan mata sambil menikmati suasana sepi minggu pagi.
Apa kalian mendengar suara sesuatu yang patah? Jika iya maka itu adalah suara hatinya Ari.
“Oh, beneran ternyata.” Gumam laki-laki sunda berumur 17 tahun itu.
Ari hendak bangkit dari persembunyian dan berniat menghentikan pengamatan. ‘Da aku mah apa atuh.’ Sudut hatinya kesakitan.
“Your thighs, lembut sekali” Sampai ucapan Leon yang satu ini menghentikan pergerakan Ari.
Leon tampak bangkit dari posisi tidurnya, kini ia terduduk menatap Yuri. Tiga tahun sudah Yuri menjadi “milik”nya tapi ia belum berhasil juga mendapatkan hati gadis itu.
Selama ini Leon tidak pernah mengeluh, tapi hari ini dia mungkin telah sampai pada titik jenuh. Ditatapnya Yuri dengan sungguh-sungguh.
Jika diperhatikan, gadis ini tumbuh dengan baik, bahkan sangat baik. Tubuhnya lebih terbentuk dari rata-rata siswi SMA lainnya, silakan saja sebut Leon gila karena sekarang ia ingin menyentuh gadis itu lebih jauh.
“Kenapa kamu pakai dress sependek ini?” Tanya Leon.
Yuri menatap lawan bicaranya, “Daddy bilang kamu yang nyuruh aku pake baju ini.” Jawabnya kemudian.
Leon tersenyum ‘Entah apa yang dipikirkan pak tua Fillmore itu, tapi terimakasih aku suka. Jika aku masih tidak bisa mendapatkan hatinya biar aku dapatkan tubuhnya saja.’ Pikiran bejat Leon sedikit demi sedikit mulai menguasai dirinya.
Dirangkulnya bahu Yuri dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan gadis itu.
*Cup! dikecupnya pipi Yuri. Membuat Yuri terperanjat dan hendak memberontak, namun cengkeraman Leon di bahu menahannya.
“You smell good.” Bisik Leon di telinga kiri Yuri, ia semakin mendekatkan diri sedangkan Yuri semakin tidak nyaman.
“Kamu cantik sekali hari ini.” Leon semakin gila, kini tangan kirinya sudah berada di paha Yuri, menggeser dress selutut itu agar semakin tersingkap.
“Leon! Stop it!” Yuri menghentikan pergerakan tangan itu dengan panik.
“Shhh, i know you’re gonna like it too.” Suara berat dengan nafas memburu itu semakin membuat Yuri ketakutan.
Apalagi sekarang Leon membawa tangan Yuri untuk menyentuh kepunyaannya. Yuri sontak menarik tangannya, namun bagaimanapun juga cengkeraman Leon jauh lebih kuat
“Leon, lepas!” Yuri masih mencoba sekuat tenaga menarik tangannya.
“Ugh yeah, keep calling my name baby.” Tapi Leon malah semakin gencar menekan dan menggesekkan tangan Yuri ke alat vitalnya.
“Leon! Hiks, aku akan teriak!.” Ancam Yuri sambil mulai terisak.
“Ssst baby, don’t you see this? Dia bangun karena tangan kamu, enak banget. Teriak aja biar orang-orang tahu kalau kamu punyaku, biar mereka lihat kamu puasin aku.” Kata Leon sambil mengecupi bahu dan leher Yuri
“Hiks, gila! Brengsek! Bajingan!” Yuri gemetaran, badannya sudah lemas tak mampu ia gerakkan, ia jijik dan benci dengan diri sendiri.
‘Tuhan, aku tahu aku tidak pantas meminta pertolonganmu. Aku hamba yang sempat tidak percaya akan adanya dirimu, tapi sekali ini saja, tolong bantu aku.’ Pasrah Yuri dalam hati
“Anj*ng! Bangs*t!”
*Bugh!
Sepertinya doa Yuri dikabulkan. Terbukti dari kedatangan Ari yang menendang Leon sekuat tenaganya, membuat cengkeraman lelaki itu terlepas dan tubuhnya terhempas, terjengkang ke belakang.
Belum puas sampai situ Ari menarik kerah kemeja yang dikenakan Leon dan melayangkan pukulan demi pukulan.
*Bugh!
“Brengsek!”
*Bugh!
“Bajingan!”
*Bugh!
“Mati lo sialan!”
Melihat Ari, Yuri yang seolah mendapat kembali kesadarannya. Meskipun masih gemetar ia mencoba menghentikan pergerakan lelaki itu yang mulai membabi buta.
“Ri udah Ri, nanti dia mati.”
Tapi Ari tak menghiraukan Yuri ia masih melampiaskan kemarahannya.
“Ari udah, hiks.” Sampai suara tangis Yuri terdengar di telinganya.
Ia berbalik dan melihat gadis itu tampak berantakan dengan air mata yang membasahi pipinya.
“Yur, sorry.” Ia lalu melihat ke arah lainnya di mana Leon tengah terkapar tidak berdaya, lebam-lebam parah hingga terbatuk darah.
...☆🍊🍒🫐☆...