Aura Karina mendadak janda di malam pertama pernikahannya. Suami yang baru menikahinya beberapa jam yang lalu, memutuskan untuk menceraikan dirinya tepat di malam itu juga.
"Aku itu janda!" Tegas Aura akan status yang disandangnya saat ini.
"Iya, kamu memang janda. Janda menggemaskan." Ucap seorang pria dengan senyum melebar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Titisan Ultraman
Aura sarapan sambil melirik ponselnya. Tak ada pesan masuk atau panggilan dari pria itu. Padahal biasanya pagi-pagi Bara selalu mengirim pesan ucapan selamat pagi.
Walau jarang dibalasnya, tapi tiap pagi selalu ada pesan darinya.
'Dia sudah kabur!' Aura hanya bisa pasrah. Bara pergi karena statusnya.
"Ra, kau baru beli jam ya?" Tanya Lili yang meraih tangan Aura. Melihat jam itu dengan teliti.
"Banyak uangmu!" Ucap Lili kembali. Jam tangan itu harganya mahal. Dulu ia ingin membeli merek itu, tapi hanya jadi khayalannya. Uangnya tidak cukup.
"Tidak!" Geleng Aura. "Ini saja harganya lima puluh ribu."
Lili mengangkat alisnya tidak percaya. Lima puluh ribu beli kotaknya saja nggak dapat. Tidak mungkin jam itu harganya segitu.
"Kau beli di mana?" Tanya Lili kembali. Mungkin ada merek yang kw-nya. Tapi setahu Lili kw-nya juga nggak dapat harga segitu.
"Di sana!" Aura menunjuk asal. Ia tak tahu nama tokonya, apalagi nama jalannya. Tapi tahu jalan kalau mau ke sana.
"Di mana?"
"Itu... tokonya yang di depan hotel podo-podo." ucap Aura mengingatnya.
"Apa?" Lili tampak terkejut. Toko aslinya memang di sana. "Pria itu yang membelikannya untukmu?"
Aura mengangguk pelan. "Jamnya couple-an. Semalam aku mau bayar yang punyaku saja, tapi dia menolak."
"Ra, pasti pria itu orang kaya. Ini jam mahal lho harganya!" Ucap Lili. Tidak ada harga lima puluh ribu di toko itu. Paling murah sejutaan.
"Karena kami pengunjung yang ke 1000, makanya dapat penawaran harga spesial, Li. Makanya harganya segitu!" Ucap Aura apa adanya. Memang begitulah yang dikatakan karyawan toko itu.
Lili tampak berpikir, sedikit mengiyakan. "Kalau begitu kau beruntung, Ra! Ini kukasih tahu harga aslinya!"
Lili pun menunjukkan harga jam tangan yang sama seperti yang dipakai Aura di ponselnya.
"Jam tangan ini keluaran terbaru. Harganya..."
Aura menutup mulutnya, terkejut melihat harganya. Kantongnya menjerit minta perdamaian.
"Nol-nya banyak yang gelinding, kan!" Ucap Lili sambil tertawa. Harga spesialnya bedanya jauh sekali. Bagaikan langit dan bumi.
"Iya ya. Tapi sepertinya ini barang kw!" Aura jadi berasumsi begitu. Melihat harga normalnya yang setara jual tanah warisan, tidak mungkin jam tangan miliknya itu asli.
Lili memegang jam tersebut. "Bahannya bagus." Lili juga bingung, jam tangan Aura itu barang asli tah kw.
\=\=\=\=\=\=
Selama bekerja Aura tidak fokus. Matanya terus melirik ponsel di atas meja. Menanti sebuah kabar dari Bara. Hari sudah siang, tak ada juga pria itu mengirim pesan.
Aura melihat jam tangannya, kembali mengingat saat Bara memasangkan ke tangannya.
Perlakuan pria itu begitu lembut. Sorot matanya juga menenangkan.
'Aku merindukanmu!' Aura membuang nafasnya yang terasa berat.
Tak butuh waktu lama, ia sudah memiliki rasa dengan pria itu. Dan kini butuh waktu lama untuk menghapus Bara dalam hatinya.
Ini tidak adil. Semudah itu jatuh cinta, tapi begitu sulit melupakan.
Sementara jauh di sana. Bara tampak begitu sibuk. Rapat dengan para karyawan. Lalu mengunjungi langsung ke pabriknya, melihat langsung masalah yang dihadapi. Lalu setelah itu mengerjakan berkas yang menumpuk tinggi.
Bara akan cepat menyelesaikan semua dan segera pulang. Ia ingin bertemu Aura. Melepaskan kerinduannya.
Pekerjaannya di luar kota ditaksir seminggu baru akan selesai. Bagi Bara itu terlalu lama, harus selesai dalam 2-3 hari ke depan. Ia tidak bisa terlalu lama lost kontak dengan Aura. Wanita itu bisa berpaling darinya.
Perasaan mereka baru terjalin. Akan mudah bagi wanita itu melupakannya, mengingat Aura itu cantik. Tidak sulit mencari pengganti dirinya.
Mungkin jika ponselnya tidak ketinggalan saja, ia bisa mengabari Aura untuk tidak berpikiran pindah ke lain hati. Tapi... keteledorannya itu, hubungannya jadi terancam punah.
'Mau sampai kapan lembur?' Ronta Robi sambil melirik Bara. Sudah pukul 8 malam dan mereka masih berada di kantor.
Padahal mereka dari jam 7 pagi sudah mulai bekerja. Istirahat hanya untuk makan sebentar. Bahkan mandi dan cuci muka tidak, tubuh Robi rasanya sudah lengket.
Bara akan tahan saja, bahkan bisa terus sambung bekerja sampai keesokan harinya. Karena pria itu penggila kerja. Kalau sudah bekerja lupa waktu, bahkan lupa semuanya.
Sementara dirinya hanya manusia biasa. Butuh makan, istirahat dan lainnya. Bahkan Robi tidak sempat menelepon Lili, walau hanya say hai saja.
Mata Bara melihat ke arah Robi. Dan Robi segera fokus pada berkasnya.
'Ponsel Robi?' Bara seperti punya ide untuk bisa menghubungi Aura.
Ia dan Aura belum ada bertukar nomor pribadi. Selama ini mereka saling berkiriman pesan dari aplikasi.
Robi mendownload aplikasi itu di ponselnya, karena temannya itu mengenal kekasihnya itu dari aplikasi tersebut. Ia bisa menghubungi Aura dari aplikasi milik Robi.
Bara tersenyum tipis, mendapat angin segar.
"Bi!" panggilnya.
"Hmm!" hanya menjawab dengan deheman.
"Pinjam ponselmu!"
"Untuk apa?" tanya Robi.
"Aku mau mengirim pesan sama mamaku!" alasannya.
"Telepon saja!" saran Robi sambil memberikan ponselnya.
"Tidak usah. Mungkin Mama sudah tidur!" alasan Bara lagi.
Setelah menerima ponselnya, Bara pun mencari aplikasi itu.
'Di mana aplikasinya?'
Bara tidak menemukan aplikasi itu. Di mana Robi menyembunyikannya. Karena tidak ketemu juga, ia pun mengembalikan ponsel tersebut.
"Oh iya, Bi. Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu itu?" Tanya Bara berbasa basi.
Bara tidak mau memberitahu apa masalahnya. Robi bisa meledeknya, karena ternyata mengikuti sarannya juga. Mengenal wanita di aplikasi itu. Padahal ia pernah bilang tidak akan pernah menggunakannya dan akan menghapusnya.
"Baik. Kenapa kau tanya-tanya? Dia itu wanita asli!" Jawab Robi langsung ngegas. Sepertinya Bara akan meledeknya. Menanyakan wanita yang ditemuinya sudah berubah atau belum.
Bara mendengus, baru ditanya begitu saja Robi bertingkah seperti itu. Padahal dia tanya baik-baiknya.
"Baguslah kalau wanita asli. Jadi banyaklah koleksi wanitamu sekarang?" tanya Bara kembali.
"Aku itu pria setia! Untuk apa aku punya banyak wanita! Satu saja cukup!" Robi menjawab dengan emosi. Bara menuduhnya yang tidak-tidak.
"Mana tahu banyak kenalanmu dari aplikasi itu. Jadi kalau satu ngulah, masih ada cadanganmu!" timpal Bara sambil tersenyum mengejek.
"Aplikasi itu sudah aku hapus, karena aku sudah menemukan bidadariku!" tegas Robi. Bara bicara sembarangan saja.
Bara pun mengangguk seolah mengerti. Pantas tidak ada aplikasi di ponsel Robi, ternyata sudah dihapusnya.
Cepat sekali tangan Robi menghapusnya. Terpaksalah dalam beberapa hari ini, Bara libur menghubungi Aura.
"Segera selesaikan pekerjaan ini, kita akan lembur sampai pagi!" tegas Bara. Ia akan bergerak cepat.
"Apa?" Robi kaget mendengarnya. Lembur sampai pagi, yang benar saja.
"Apa kau tidak mau segera bertemu bidadarimu itu? Apa kau tidak mau segera pulang? Kau mau sampai sebulan di sini?!" Ucap Bara mempertanyakan. Padahal itu hanya alasannya saja, sebenarnya ia yang ingin segera bertemu bidadarinya.
"Tapi, kita butuh istirahat juga!"
"Nanti istirahatnya setelah semua ini selesai!"
"Bar!" ucap Robi kesal.
"Apa lagi?" tanya Bara dengan nada sinis.
"Aku bukan titisan ultraman!"
.
.
.
beneran ngga ada lanjutannya???/Cry//Sob/
tolak diantar jemput , macam orang yg selingkuh aja