ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Adil Juragan
Bagi Naura, ciuman Wisnu adalah sesuatu yang membuatnya selalu kehilangan akal sehat. Wisnu tahu bagaimana membuat Naura yang amatir menjadi terbuai dengan ciumannya.
Malam ini, Naura pun berada dititik kesadaran yang hampir berada di angka nol. Ia bahkan hampir mengikuti kemauan Wisnu yang hendak mendorongnya untuk rebahan di atas tempat tidur. Namun, saat ciuman itu harus berhenti karena mereka perlu pasokan oksigen, Naura langsung mundur beberapa langkah sambil menggeleng.
"Ini tidak boleh terjadi, juragan!" Kata Naura. Walaupun ia sangat menginginkan Wisnu saat ini namun bayangan wajah Regina yang sudah bersiap dengan dandanannya yang cantik dan menggoda membuat Naura merasa harus menghentikan semua ini. Ia memang selalu ingin membuat Indira dan Regina jengkel padanya. Tapi dia menyadari siapa dirinya.Dia adalah istri ketiga.
"Kenapa?" tanya Wisnu dengan kabut gairah yang nampak di matanya. Ia melangkah mendekati Naura namun perempuan itu semakin mundur dan menjauh.
"Malam ini giliran mba Regina untuk bersamamu. Juragan harus adil. Aku nggak mau dianggap sebagai istri yang tak tahu diri. Dari awal kita sudah buat kesepakatan. Dan aku tak mau mengingkarinya."
Perkataan Naura menghentikan langkah Wisnu. Ia menatap Naura. Masih dengan tatapan mendamba. "Regina tak akan tahu apa yang kita lakukan di sini."
"A....aku juga capek. Bukankah aku ke sini karena ingin menanyakan tentang kuliahku?" Naura menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya. Ciuman Wisnu telah membuat rambutnya sedikit kusut karena tangan pria itu yang memegang tengkuknya.
Wisnu tersenyum. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lalu menarik napas panjang dan membuangnya kasar. Ia berusaha menurunkan hasrat dalam dirinya yang masih begitu kuat untuk menyatu dengan Naura.
"Mengenai kuliahmu, nanti kita bicarakan lagi."
Naura mengangguk. "Aku mau ke villa dulu." Kata Naura lalu melangkah hendak pergi. Saat ia melewati Wisnu, pria itu tiba-tiba saja menahan lengannya.
"Ada apa?" tanya Naura dengan jantung yang berdebar. Ia takut kalau Wisnu akan menahannya. Kali ini dia mungkin tak bisa menolak lagi.
"Mimpi yang indah." Kata Wisnu lalu melepaskan pegangan tangannya dari lengan Naura.
"Terima kasih." Kata Naura lalu membuka pintu dan pergi meninggalkan kamar itu.
Regina dan Indira yang sedang duduk di ruang keluarga, sama-sama menoleh ke arah Naura yang sementara menuruni tangga.
"Naura, apa yang kamu bicarakan dengan mas Wisnu?" tanya Regina menghentikan langkah Naura. Gadis itu menoleh dan menatap Regina sambil tersenyum.
"Mba, apakah semua yang ku bicarakan dengan mas Wisnu harus aku laporkan kepada mba sebagai istri pertama? Aku memang istri ketiga namun bukan berarti semua privasi Ku harus mba ketahui." Kata Naura pelan namun penuh penekanan membuat wajah Regina menjadi merah.
"Kamu.....!" Regina mengacungkan jari telunjuknya.
"Kalau mba takut aku akan mengambil malam milik mba bersama mas Wisnu, tenang saja. Semuanya aman. Mas Wisnu tadi hanya mencium ku. Selamat malam mba Regina, mba Indira." Naura segera pergi meninggalkan Regina yang nampak emosi.
"Perempuan itu benar-benar keterlaluan. Dia harus diajari sopan santun. Aku akan mengurusnya nanti." Kata Regina sambil mengepalkan tangannya.
"Iya, mba. Kita akan membuat Naura menyesal karena sudah menentang kita."' imbuh Indira berusaha menyusut api kemarahan di hati Regina.
********
Malam sudah semakin larut. Wisnu masih ada di ruang kerjanya. Berkutat dengan pekerjaannya yang sebenarnya bisa saja ia lakukan esok pagi. Namun entah kenapa, mungkin juga karena tadi hasratnya untuk bersama Naura tak kesampaian, Wisnu merasa perlu mengalihkan perhatiannya pada pekerjaan. Ia memang untuk sesaat berhasil mengusir bayangan Naura, namun kini, saat semua pekerjaannya selesai, Wisnu justru kembali di usik dengan bayangan perempuan itu.
Wisnu pun menutup laptopnya, mematikan lampu ruang kerjanya dan segera menuju ke kamar Regina. Saat ia masuk, Regina nampak sudah tertidur dengan gaun tidur seksinya. Mungkin Regina kelelahan menunggunya karena ini sudah hampir jam 2 subuh. Regina dan Indira tahu kalau Wisnu sedang ada di ruang kerjanya maka itu berarti ia tak ingin diganggu.
Saat Wisnu naik ke atas tempat tidur, Regina terbangun. "Mas?" panggilnya pelan.
"Tidurlah!" Kata Wisnu lalu membaringkan tubuhnya. Regina bergerak mendekat, lalu membaringkan kepalanya di lengan Wisnu sambil melingkarkan tangannya di pinggang suaminya itu.
"Aku menunggumu, mas."
"Kita masih punya 5 malam untuk bersama. Tidurlah. Aku sangat capek malam ini."
Regina mengangguk patuh walaupun ada rasa kecewa di hatinya. Ia langsung memejamkan matanya karena ia memang sangat mengantuk juga.
**********
Pagi di meja makan, seperti biasa Naura hanya diam. Ia menikmati sarapannya tanpa terlibat dengan pembicaraan Regina dan Indira. Hatinya masih galau karena Wisnu belum juga mengijinkan dia untuk kuliah.
Saat perempuan itu selesai makan, ia pun pamit dan meninggalkan ruang makan. Naura langsung kembali ke villa. Ia ingin mengerjakan skripsi nya walaupun tak tahu apakah akan melanjutkan kuliahnya atau tidak.
Begitu asyiknya ia dengan laptopnya sampai ia tak menyadari kalau waktu sudah melewati jam makan siang. Naura memang selalu lupa waktu jika menyangkut dua hal. Belajar dan diskotik. Perempuan itu tersenyum mengingat kata diskotik. Jadi ingat bagaimana ia, Jeslin dan beberapa teman yang lain menghabiskan waktu di sana. Kalau yang lain pada mabuk di sana, Naura dan Jeslin justru asyik melantai. Ikut tenggelam dalam keahlian dj memainkan musiknya.
"Ah....kapan lagi ya? Kangen...!" guman Naura berbicara pada dirinya sendiri. Ia menengok keluar jendela dan terkejut saat menyadari kalau hujan sedang turun.
"Apanya yang kapan lagi?"
Naura menoleh dengan kaget. "Juragan! Suka ya mengagetkan orang?"'
Wisnu tak menanggapi. Ia melangkah masuk dengan baki yang berisi makanan di atasnya. Kemeja biru yang dikenakannya nampak agak basah.
"Kamu suka lupa makan begini kalau sedang main laptop?" tanya Wisnu sambil melepaskan nampan yang berisi makanan itu di samping Naura.
"Aku buka main laptop. Aku sedang berusaha membuat tugas akhir ku karena ada tahapan ujian yang harus aku lewati."
"Makanlah!" Kata Wisnu setengah memerintah.
Naura membuka kain yang menutupi nampan itu. Ia memang sudah lapar. Naura berdiri untuk mencuci tangannya dan kembali ke meja makan.
"Serius untuk belajar memang baik. Namun jangan mengabaikan jam makan siang. Bukankah semalam aku sudah katakan padamu kalau aku ingin kita selalu bisa makan bersama?"
"Mana aku tahu kalau juragan pulang untuk makan siang? Biasanya juga tidak." ujar Naura santai sambil memasukan makanan itu ke dalam mulutnya.
"Aku hanya bekerja di dalam rumah hari ini." kata Wisnu membuat Naura hanya mengangguk sambil terus menikmati makan siangnya.
"Juragan, apakah anda tak ada pekerjaan lain selain menemaniku makan?" tanya Naura saat Wisnu tak juga beranjak dari sisinya.
"Semua pekerjaan ku sudah selesai hari ini. Sore nanti kami akan pergi ke kota. Ibunya Regina ulang tahun dan akan ada perayaan besok siang. Indira juga akan ke kota untuk melihat butiknya."
Baguslah. Aku bisa bersenang-senang sendiri di sini.
Naura kembali hanya mengangguk. Ia menghabiskan makan siangnya dan segera mencuci semua peralatan makan yang kotor.
Di luar langit semakin gelap dan hujan pun semakin deras. Udara menjadi dingin. Apalagi ada angin yang bertiup agak kencang.
Naura menatap Wisnu yang masih duduk di depan meja makan sambil memainkan ponselnya.
"Juragan, terima kasih sudah mengantarkan makan siang untukku. Sekarang aku sudah mengantuk. Aku ingin tidur. Kalau juragan nanti akan pergi, tolong pintunya di tutup ya?" ujar Naura dan segera masuk ke dalam kamar. Ia menutup jendela karena angin yang berhembus kencang membuat air hujan masuk ke dalam kamar. Saat ia berbalik, ia hampir saja berteriak kaget melihat Wisnu sudah ada di kamar.
"Juragan, ngapain di sini?" tanya Naura sedikit ketus. Ia selalu merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat jika berduaan dengan Wisnu di dalam kamar.
"Di luar hujan sedang turun dengan sangat deras. Aku nggak mungkin kembali ke rumah utama. Lagi pula sekarang masih jam dua siang. Kami rencananya akan ke kota pada jam 5 sore. Aku mau tidur siang juga." kata Wisnu lalu langsung naik ke atas tempat tidur.
Naura berdecak kesal. Ia tak mungkin tidur di luar karena udara sedang dingin. Dan di kamar ini hanya ada satu sofa kecil. Makanya dengan sangat terpaksa, Naura pun ikut naik ke atas ranjang, berbaring agak menjauh dari Wisnu. Ia menarik selimut karena ia merasa udara benar-benar dingin. Naura bahkan tak menyalahkan AC nya. Baru saja Naura akan tertidur, ia merasakan tangan Wisnu sudah melingkar di perutnya. Naura membalikan tubuhnya dan hendak memprotes. Namun Wisnu seakan sudah menunggunya.
"Aku sangat menginginkanmu saat ini." Kata Wisnu lalu segera mencium Naura dengan keras.
Kali ini, Naura tak sanggup menolak. Tubuhnya kembali menginginkan sentuhan Wisnu. Ia pun memejamkan matanya, menikmati sentuhan suaminya. Hujan yang turun semakin deras di luar seakan tak mempengaruhi kedua insan di dalam kamar itu untuk membuka baju mereka masing-masing.
*******
Regina baru saja menidurkan Lisa. Ia keluar dari kamar Lisa dan menuju ke dapur. Di lihatnya bi Aisa sedang membuat kue.
"Bi, mas Wisnu ke mana?" tanyanya. Ia ingin tidur siang bersama suaminya. Apalagi sekarang sedang hujan.
"Nggak tahu nyonya. Mungkin di ruang kerjanya. Tadi juragan bilang ada pekerjaan yang harus diselesaikannya sebelum berangkat ke kota."
Regina hanya mengangguk. Ia tahu Wisnu orangnya sangat giat dalam bekerja. Telepon ibunya tadi siang yang meminta mereka untuk hadir di perayaan ulang tahunnya langsung disetujui oleh Wisnu. Itu membuat Regina senang karena Wisnu sebenarnya jarang sekali berkumpul dengan keluarga Regina.
Langkah Regina terhenti di depan pintu ruang kerja Wisnu. Ia ingin masuk namun mengurungkan niatnya. Ia tak mau menganggu pekerjaan Wisnu. Makanya ia pun kembali ke kamar Lisa.
Bi Aisa yang melihat Regina masuk ke kamar anaknya menjadi lega. Ia tahu Wisnu ada di mana. Karena ia sendiri yang mengatur makanan itu. Sebenarnya Aisa yang akan membawanya. Namun Wisnu menawarkan diri untuk membawakan sendiri makanan itu. Aisa sengaja berbohong untuk melindungi Naura. Ia tahu kalau Minggu ini adalah giliran nyonya Regina dan ia tak ingin mereka menyakiti Naura. Bagaimana pun Naura adalah anak yang lahir ditangannya sendiri. Aisa sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Ia juga sudah berjanji untuk melindungi Naura.
*********
Wisnu memperbaiki selimut yang menutupi tubuh polos Naura. Ia pun kembali memeluk istrinya itu dan memejamkan matanya. Ada rasa kepuasan dalam dirinya setelah apa yang baru saja mereka lalui. Wisnu butuh istirahat sebelum akhirnya akan menemani Regina ke kota.
Duh juragan.....makin nggak adilkan?
Kok segitu sayangnya Aisa pada Naura sampai berani bohong ke Regina ya? Ada apakah ini??
baru lapak emak n bapaknya