Bram, playboy kelas kakap dari Bekasi, hidupnya hanya tentang pesta dan menaklukkan wanita. Sampai suatu malam, mimpi aneh mengubah segalanya. Ia terbangun dalam tubuh seorang wanita! Sialnya, ia harus belajar semua hal tentang menjadi wanita, sambil mencari cara untuk kembali ke wujud semula. Kekacauan, kebingungan, dan pelajaran berharga menanti Bram dalam petualangan paling gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenal 1992, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daftar Hitam Bram
Bram (Sinta) masih terduduk di lantai, pikirannya kacau balau, ketika ponsel Sinta bergetar lagi. Kali ini bukan pesan dari Rian, melainkan panggilan. Nama 'Raka' muncul di layar.
Sinta (Bram) menghela napas kasar. Di antara tiga pria yang mengelilingi 'Sinta', Raka adalah yang paling sulit ditebak—sensitif, artistik, dan memiliki tatapan mata yang bisa membuat siapa pun merasa bersalah. Menghadapinya sekarang adalah bencana.
Ia mengabaikannya. Ponsel itu berhenti berdering, tapi sedetik kemudian, ia mulai berdering lagi, kali ini dari 'Reno'.
"Sialan! Mereka kompak!" gerutu Bram.
Ia tahu, jika ia mengabaikan mereka terlalu lama, mereka akan datang mencarinya ke kontrakan baru. Ia harus membalas. Ia harus memainkan peran 'Sinta' yang sedang terkejut dan sedikit menjauh.
Bram menghela napas lagi, memaksakan dirinya untuk berdiri. "Oke, 'Sinta' sedang stres. 'Sinta' butuh waktu sendiri."
Ia menekan tombol tolak untuk panggilan Reno, lalu membuka kolom pesan untuk Rian.
Sinta: Rian, aku tidak marah. Hanya saja, aku benar-benar terkejut. Aku... aku butuh waktu untuk mencerna semua ini. Tolong, beri aku waktu sendiri malam ini. Aku janji akan membalas pesanmu besok pagi. Jangan khawatir.
Bram merasakan rasa mual saat mengetik kalimat manis itu. Tapi ia berhasil. Pesan itu cukup meyakinkan, menunda drama romansa itu setidaknya untuk satu malam.
Setelah itu, ia mengambil pulpen dan buku catatan kecil yang ia temukan di tas miliknya. Ini adalah satu-satunya kesempatan ia bisa fokus.
"Oke, daftar hitam. Siapa yang paling punya alasan untuk mengirim kutukan sekejam ini?"
Ia mulai menulis:
DAFTAR HITAM KUTUKAN (KORBAN BRAM)
Maya (Terbaru. Paling emosional, pacar terakhir sebelum 'kejadian'. Pro: Punya akses ke detail-detail pribadiku. Kontra: Dia adalah yang paling membantu Sinta, seolah tidak tahu apa-apa.)
Lisa (Mantan terlama, paling posesif. Hubungan putus-nyambung penuh drama. Pro: Dendamnya paling lama terpendam. Kontra: Sudah bertahun-tahun, apa dia masih peduli?)
Tiara (Korban perselingkuhan yang paling parah. Putus setelah memergokiku dengan cewek lain. Dia sangat terluka. Pro: Kemungkinan besar sakit hatinya paling mendalam.)
Zivanna Elisse (Yang namanya saja sulit diingat. Cewek dari klub yang kubohongi. Pro: Kemungkinan besar dia tidak akan dicurigai. Kontra: Terlalu sepele untuk kutukan seberat ini.)
Bram meletakkan pulpen, menatap daftar pendek itu. Masalahnya, daftar ini bisa berisi dua puluh nama lagi. Ia harus mencari cara untuk menyaringnya, dan satu-satunya cara adalah menghubungi mereka.
Tiba-tiba, ponselnya kembali bergetar. Kali ini bukan pesan teks. Panggilan masuk.
Reno (Panggilan)
Napas Sinta (Bram) tertahan. Reno. Cowok kedua yang menyatakan cinta padanya.
Sinta (Bram) memaksa dirinya menarik napas dalam, memejamkan mata, dan mengubah suaranya menjadi suara Sinta yang lembut dan agak khawatir.
“Halo, Reno?”
“Sinta!” Suara Reno terdengar lega, sedikit serak. “Astaga, aku lega kamu angkat. Aku khawatir banget setelah kejadian tadi. Kamu nggak apa-apa?”
“A-aku baik-baik saja, Reno. Hanya sedikit... kaget,” jawab Sinta (Bram), mencoba terdengar rapuh dan feminin.
“Aku tahu. Rian memang tidak sopan. Dia tahu aku sudah lama menunggumu. Tapi aku janji, aku akan bersabar. Kamu harus tahu, perasaanku jauh lebih tulus darinya.”
Sinta (Bram) muter bola mata, ngedumel dalam hati. "Tulus apaan? Kalian cuma suka sama badan Sinta, bukan sama gue."
“Terima kasih, Reno. Tapi aku butuh waktu sendiri. Kejadian hari ini terlalu... berat,” ucap Sinta (Bram).
“Tentu, tentu. Aku mengerti. Aku tidak akan memaksamu. Hanya... tolong balas pesanku kalau kamu sudah tenang, ya? Aku akan pastikan Rian tidak mengganggumu lagi. Omong-omong, kamu benar-benar pindah ke kontrakan itu, ya? Gangnya sempit, aku sempat ragu tadi. Kalau butuh apa-apa, bilang saja. Aku siap datang.”
Mendengar ini, Sinta (Bram) menegang. Dia tahu aku pindah. Ini bukan hanya gangguan, ini adalah ancaman terhadap benteng pertahanannya.
"Sekali lagi Terima kasih ya, Reno. Tapi aku beneran butuh waktu sendiri. Kejadian tadi... berat banget," ucap Sinta (Bram).
“Oh.” Suara Reno terdengar agak kecewa. “Baiklah. Kalau begitu, istirahatlah. Aku harap besok kamu sudah mau menemuiku. Aku akan bawakan makanan kesukaanmu.”
Panggilan terputus. Bram menghela napas panjang.
“Sialan! Cowok-cowok ini bukan hanya mengganggu, tapi juga mengintai! Aku harus bergerak cepat sebelum mereka mulai mengendus masalah lain!”
Bram kembali ke daftar. Reno secara tidak sengaja memberinya petunjuk tentang tingkat pengawasan dari luar. Ia harus cepat.
Maya.
Maya adalah satu-satunya orang yang tahu detail perubahan jenis kelamin ini. Dia adalah orang yang pertama kali menyadari bahwa Bram telah menjadi Wanita, dan dia adalah orang yang paling mati-matian berusaha mencari solusi. Tapi, dia adalah pacar terakhir Bram, yang berarti motif dendamnya paling segar.
Bram menatap nama Maya di daftar.
Pro: Punya motif (dendam karena Bram selingkuh) dan punya akses ke detail.
Kontra: Kenapa dia mau susah-susah membantuku?
Bram menarik napas panjang. Ia mempertimbangkan semua yang telah dilakukan Maya selama seminggu terakhir:
1. Maya-lah yang menemani Bram googling selama berjam-jam dengan kata kunci aneh.
Maya-lah yang mencari dan membayar dukun untuk mencoba membatalkan kutukan.
Maya-lah yang mengorbankan waktu dan uangnya untuk mencari jalan keluar, padahal dia bisa saja meninggalkannya.
“Tidak mungkin Maya,” bisik Bram. “Jika dia adalah pengirim kutukan, tujuannya adalah membuatku menderita sebagai wanita. Kenapa dia harus membantuku kembali menjadi pria? Itu akan membatalkan semua dendamnya.”
Logika ini menenangkan Bram. Reaksi panik Maya terhadap pesan 'Bola Pelangi' semakin memperkuat keyakinannya bahwa Maya tidak bersalah dan sama-sama ingin kutukan ini berakhir. Maya adalah sekutu, bukan musuh.
Bram mencoret nama Maya dari Daftar Hitamnya dengan pulpen. Maya tidak bersalah dan merupakan sekutu penting.
Maka, kandidat kuatnya menyusut menjadi: Lisa, Tiara, atau wanita yang namanya sudah ia lupakan (Zivanna Elisse dan lainnya).