Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIBUK
"Dek, lari yuk!" ajak Sakti, sengaja masuk kamar sang adik. Setelah perceraian dengan Iswa, kamar Kaisar kembali ke kebiasaan semula, tak dikunci. Sehingga Sakti sering masuk tanpa ketuk pintu, kakak gak ada akhlak memang.
Sakti tertawa ngakak saat melihat dua barang di nakas yang ia pastikan untuk Iswa. Sekotak pengaman dan sekotak cincin. "Mau melamar Iswa pakai pengaman atau cincin nih," ledek Sakti sembari berkacak pinggang.
Kaisar hanya berdecak sebal mendengar ocehan sang kakak pagi-pagi. Kadang Kaisar juga heran, Sakti ini kok nyaman sekali hidup secara sistematis tiap hari. Bangun pagi kerja, weekend pagi olahraga, kok gak bosen bangun pagi terus.
"Buruan ah! Yuk," ajak Sakti sekali lagi.
"Lari aja sendiri."
"Eh siapa tahu ketemu cewek cantik saat lari," canda Sakti membujuk sang adik seperti membujuk anak kecil saja. Kaisar hanya melambaikan tangan. Tanda kalau Iswa menolak ajakan rujuk.
"Pantas Iswa malas sama kamu, Dek. Sekali gagal aja kamu melempem begini, apalagi menjalani lika-liku rumah tangga, wajar gak mau," ucap Sakti sengaja memancing emosi sang adik, dan keluar kamar begitu saja.
Kaisar bangun, dan semakin berdecak sebal dengan ucapan sang abang. Bisa-bisanya selalu membela Iswa dan menyalahkan Kaisar, sampai ia berpikir sebenarnya adik Sakti ini siapa sih.
Iswa memang benar-benar menolak Kaisar, setelah penolakan cincin itu. Ia sangat jarang membalas Kaisar, agar dia juga tidak terkesan memberi harapan pada mantan suaminya itu. Selain itu kesibukan kerja di klinik Calista semakin membuat Iswa tak ada waktu untuk sering-sering baca chat yang masuk.
"Sok sibuk," kesal Kaisar saat chatnya baru berubah centang biru setelah isya. Iswa sendiri sudah jarang update status palingan sesekali saja saat ia menjelaskan bagaiman proses membuat buku digital menggunakan Ai.
Kaisar pun mulai sadar bahwa Iswa semakin menjauhinya, sekedar introspeksi saja seperti Adel dulu, Kaisar risih bila dikejar Adel setiap hari, nah mungkin Iswa juga begitu. Jadi lebih baik Kaisar tidak keseringan chat Iswa juga.
"Iswa gak diundang nih?" tanya papa, hari ini si bungsu wisuda, mama sudah cantik pakai kebaya. Papa dan Sakti pakai batik yang kembar dengan bawahan mama. Mereka kompak menghadiri wisuda si bungsu.
"Di ada kelas," jawab Kaisar jutek. Ternyata hampir dua minggu tidak komunikasi dengan Iswa lama-lama terbiasa juga, meski dalam hati kecil masih ada harapan mendapat chat dari Iswa.
"Kalau memang dianggap penting, meski ada kelas bakal bolos lah," sindiri mama yang tahu kalau si bungsu masih mengharap Iswa. Kaisar diam, sedangkan papa dan Sakti menahan tawa.
"Berarti doi gak penting ya, Ma!" ini lagi Sakti makin kompor saja, membuat Kaisar sebal.
Masuk gedung wisuda, rasanya tak ada semangat apapun, apalagi teman seangkatan hanya segilintir saja yang sudah lulus bareng Kaisar, ditambah harapan saat keluar gedung disambut Iswa hanya sebuah mimpi belaka. Gadis itu mana mau datang pada Kaisar.
Tahapan rangkaian wisuda dijalani Kaisar dengan wajah datar, baru bisa tersenyum saat namanya dipanggil dan mendapat pujian karena mantan ketua BEM bisa lulus cepat. Bahkan beberapa petinggi kampus meminta foto bersama dengan dia di podium, hanya itu saja yang bisa dibanggakan.
Rasanya ia ingin pulang langsung, tanpa berniat foto, malas tidak ada Iswa juga. Begitu keluar gedung, Kaisar mendapat telepon dari Iswa. Ia melotot seketika, "Ini mimpi gak sih," ujar Kaisar tak yakin. Baru panggilan kedua dia yakin kalau Iswa meneleponnya.
"Iya, Wa?" jawab Kaisar berusaha tenang, jangan sampai terdengar suaranya yang bahagia banget mendengar suara Iswa. Jaim dikit lah.
"Di mana, Kak? Aku sekarang di pintu keluar timur," ucap Iswa. Kaisar tanpa berpikir panjang, langsung bilang aku samperin kamu. Bahkan ia tak ingat kalau keluarganya sedang menunggu di depan plakat gedung wisuda. Begini kalau sudah kasmaran, melupakan donatur utama.
Kaisar sudah tahu posisi Iswa, perempuan itu cantik sekali, menggunakan celan jeans dan blouse biru muda lengan panjang ala gadis Korea, tak lupa rambutnya digerai, tak lupa membawa sebuah buket juga. Kaisar tersenyum lebar, serasa menemukan oase dalam hidupnya.
"Buat aku?" tanya Kaisar saat Iswa menyodorkan buketnya. Gadis itu sepontan mendengus sebal, ngapain ditanyakan juga sih.
"Enggak, buat Pak Lurah!" jawab Iswa kesal namun membuat Kaisar tertawa juga.
"Makasih ya, boleh cium gak, dikit aja. Kangen ciuman sama kamu?" ujar Kaisar mulai usil, hingga Iswa harus memberikan bogeman pada mantan suaminya itu, sembari melihat kanan kiri. Situasi seramai ini masih bisa bercanda intim begitu.
"Maaf ya, gak bisa lama. Mau masuk kelas."
"Yah. Kok bentar. Gak bisa foto dong. Papa mama menunggu di sana juga."
"Maaf gak bisa, Kak. Udah mepet juga. Lagian gak enak, udah bukan siapa-siapa juga."
"Gak usah merusak suasana, aku udah bahagia kamu kasih kejutan begini." Iswa tersenyum sembari mengacungkan jari jempol, tak lama ia pamit. Namun sebelum ia pergi, Kaisar minta mereka berfoto dulu, dan Iswa mengizinkan. Mereka berfoto selfie, pose awal biasa saja. Baru saat Kaisar minta foto lagi, ia mencium rambut Iswa. Tak menyangka Kaisar seberani itu.
"Dih, main cium."
"Gak pa-pa, sama istri sendiri juga."
"Mantan kali," sahut Iswa kemudian pamit pada Kaisar. Gadis itu sedikit berlari karena memang jam masuk kelas juga. Kaisar tersenyum bahagia, meski hanya pertemuan sangat singkat tapi sangat bermakna apalagi dua foto mereka sudah berada di ponsel Kaisar. Ia langsung menjadikan foto saat mencium rambut Iswa sebagai wallpaper ponselnya.
Sadar ditunggu keluarganya, Kaisar buru-buru menuju tempat janjian, wajahnya sudah tidak cemberut seperti tadi saat berangkat. Bahkan dirinya yang paling bersemangat untuk berfoto.
Sakti curiga pasti ada sesuatu yang membuat sang adik bisa sesemangat ini, namun ia tidak bisa menebak pasti, hanya menduga saja ada hubungannya dengan Iswa, karena saat ini hanya Iswa saja yang bisa mengubah mood Kaisar dalam sekejap.
"Kamu yakin gak mau ikut di kantor papa, Kai?" tanya papa saat mereka makan siang setelah acara wisuda di sebuah restoran.
"Enggak, minggu depan aku ikut ke Kalimantan bareng dosen, proyek di mess tambang."
"Ihir, banyak job nih!" ledek Sakti, yang akan mendukung sang adik berkiprah di luar kantor sang papa. Dirinya saja tak sanggup, banyak orang kotor di kantor sang papa. Gitu kok papa sanggup dan tidak tegas pada mereka, beruntung masa kejayaan papa sudah selesai, dua anaknya sudah siap bekerja dengan pilihan masing-masing, aset juga sudah cukuplah bila papa pensiun.
"Ck, kalau gitu Iswa saja yang papa suruh handle kantor papa!" mendengar nama pujaan hatinya, Kaisar langsung menatap sang papa intens.
"Pasti berubah haluan," sindir mama yang tak tahu kebiasaan si bungsu. Papa dan Sakti tertawa ngakak.
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah