NovelToon NovelToon
Miliarder Dunia Streaming

Miliarder Dunia Streaming

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kebangkitan pecundang / Kultivasi Modern
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: apa aja 39

Setelah ditolak oleh gadis pujaan kampus, Rizky Pratama tiba-tiba membangkitkan sebuah sistem ajaib: setiap kali ia mendapat satu pengikut di siaran langsung, ia langsung memperoleh sepuluh juta rupiah.

Awalnya, semua orang mengira Rizky hanya bercanda.
Namun seiring waktu, ia melesat di dunia live streaming—dan tanpa ada yang menyadari, ia sudah menjelma menjadi miliarder muda Indonesia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apa aja 39, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Pergi ke Mall

“Mungkin nilainya cuma lebih dari 300 poin…” gumam Rizky sambil mengusap kening, merasa pusing setiap kali membicarakan soal ujian.

“Apa? Cuma lebih dari 300 poin?” Bu Ratna terbelalak kaget. “Nilai segitu bahkan nggak bisa masuk universitas negeri kelas dua yang lumayan. Kamu cuma bisa kuliah di akademi biasa.”

Mendengar ucapan itu, wajah Pak Budi dan Bu Yuliani langsung berubah kaku. Ada rasa malu yang menekan di dada mereka, tapi tidak bisa membantah.

Bu Ratna seolah menyadari kalau kata-katanya terlalu tajam, jadi buru-buru mengganti topik. Ia menutup mulut dengan tawa kecil yang dibuat-buat, lalu berkata, “Rizky, kamu harus benar-benar belajar lebih giat. Lihat tuh, Aldi kemarin nilainya lebih dari 640 poin di tes penempatan terakhir. Hebat banget, kan?”

Rizky tertegun. Aldi? Sepupuku itu?

Ia nyaris tidak percaya.

Dulu, hampir tiap malam ia melihat Aldi nongkrong di warnet. Bahkan sering satu bilik dengan Rizky saat main gim online. Bagaimana mungkin orang yang setiap hari kecanduan internet bisa tiba-tiba jadi “jenius akademik”?

“Entah dia memang pintar, atau ada main belakang…” Rizky menggerutu dalam hati.

Pak Budi ikut menyahut, “Iya, Aldi memang hebat. Rizky, kamu harus belajar dari sepupumu.”

Rizky tersenyum tipis, menahan diri agar tidak memicu keributan. “Iya, Yah. Aku memang harus banyak belajar dari Aldi.”

“Ngomong-ngomong, Paman lagi sibuk nggak akhir-akhir ini?” tanya Rizky sambil mencoba mengalihkan pembicaraan. “Kok bisa sempat main ke rumah?”

“Eh, bukannya paman keduamu baru saja beli rumah baru?” Bu Ratna menjawab lugas. “Dia kepikiran minta bantuan ayahmu buat urusan renovasi.”

Sudut bibir Rizky berkedut. Dalam hati ia mengumpat. Beli rumah bisa, tapi bayar tukang nggak sanggup. Semua masih ngandelin ayahku.

Bu Ratna melanjutkan dengan nada bangga, “Kamu tahu nggak, sekarang harga rumah malah turun. Di kawasan Green Valley Residence, rumah tipe besar cuma sekitar lima miliar. Kak, kalau ada uang lebih, mending cepet-cepet beli satu. Kesempatan langka, lho.”

Lembah Hijau Residence. Salah satu kawasan elit di kota mereka. Lingkungannya bersih, ada clubhouse, pusat belanja, sampai fasilitas sekolah swasta. Harga per meternya lebih dari 30 juta. Bagi keluarga menengah, itu sudah setara mimpi.

Pak Budi hanya bisa tersenyum kaku. “Lima miliar itu bukan uang receh, Ratna. Tabungan keluarga kami jelas nggak cukup.”

“Sayang sekali, ya. Padahal rumah di sana bagus banget,” ucap Bu Ratna sambil menghela napas, meski jelas nada suaranya lebih terdengar seperti pamer ketimbang simpati.

Pak Hendra, paman kedua Rizky, lalu menimpali, “Ya udah kalau nggak bisa beli rumah, paling nggak dorong Rizky biar belajar lebih keras. Zaman sekarang, cuma yang kuliah di universitas bagus yang bisa punya masa depan cerah. Pabrikku aja penuh lulusan sarjana. Kalau cuma lulusan akademi biasa, jangan harap bisa kerja di tempatku.”

Pak Budi hanya bisa mengangguk berulang-ulang, wajahnya makin tertunduk. Dalam percakapan tadi, posisi mereka benar-benar seperti adik yang sedang digurui kakaknya.

Akhirnya, Pak Hendra berdiri sambil merapikan bajunya. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Ingat besok datang ke lokasi proyek. Jangan sampai lupa.”

Bu Yuliani buru-buru menahan, “Pak Hendra, Bu Ratna, makan dulu dong. Aku sudah siapkan banyak masakan.”

Namun Pak Hendra hanya melambaikan tangan dengan angkuh. “Tidak usah, Kak. Aku kurang terbiasa makan masakan rumah sederhana seperti ini.”

Bu Yuliani terdiam, wajahnya berubah masam. Ia hanya bisa memandang punggung pasangan itu yang berjalan keluar rumah tanpa rasa sungkan sedikit pun.

Begitu pintu tertutup, Bu Yuliani langsung melepas celemek dan melemparkannya ke sofa dengan kesal. “Dasar orang sombong. Baru punya uang sedikit saja sudah angkuh begitu. Katanya nggak terbiasa makan makanan rumahan, apa perutnya terbuat dari emas?”

Pak Budi hanya bisa tersenyum kaku. “Ya, begitulah sifatnya dari dulu. Kamu juga sudah tahu.”

Rizky menatap ayahnya, lalu bertanya pelan, “Yah, apa Ayah benar-benar mau bantu besok? Padahal Paman Hendra jelas nggak mau bayar. Ayah harus izin cuti dari pekerjaan utama, belum lagi kerja fisiknya berat. Kenapa Ayah mau repot-repot tanpa bayaran?”

Pak Budi terdiam sejenak, lalu menyalakan sebatang rokok. Asap mengepul, menutupi wajah lelahnya.

“Yah… sama saja, Nak. Kalau dia nggak mau bayar, ya biarin. Asal dia masih bisa ingat kebaikan Ayah, itu sudah cukup.” Ia menghela napas panjang. “Kamu nggak usah pusing mikirin urusan rumah. Fokus kamu sekarang cuma satu: belajar yang rajin, masuk universitas bagus, supaya masa depanmu lebih terjamin.”

Rizky tercekat. Ia bisa merasakan kelelahan dan ketidakberdayaan di balik kata-kata ayahnya. Semua jerih payah, semua pengorbanan itu… hanya untuk dirinya.

Sebenarnya, Rizky ingin sekali mengatakan bahwa ia sudah punya uang seratus miliar lewat sistem ajaib yang ia miliki. Tapi ia tahu, jika orang tuanya tahu soal itu, pasti mereka akan panik, curiga, bahkan mungkin tidak berani memakai uang tersebut.

Karena itu, Rizky menahan diri. Semua masih harus dirahasiakan dulu.

---

Malam harinya, Rizky kembali ke kamarnya. Ia mengecek ponselnya dan mendapati banyak pesan masuk. Salah satunya dari Melisa.

Melisa: “Kak Rizky, kenapa akhir-akhir ini jarang siaran langsung? Apa karena haters itu?”

Fan A: “Bang Rizky, jangan peduli sama orang-orang sirik itu. Ketenaran memang selalu bawa masalah.”

Melisa: “Cuaca bagus hari ini. Ayo kita belanja.”

Rizky terdiam membaca pesan itu. Minggu lalu ia memang sempat berjanji akan menemani Melisa jalan-jalan di akhir pekan. Rupanya gadis itu benar-benar menunggu momen ini.

Ia tersenyum tipis. “Dasar cewek gigih.”

Akhirnya Rizky membalas singkat: [Oke, tunggu aku di Green Valley Mall.]

Kebetulan hari itu Sabtu, jadi ia memang ada waktu. Selain menepati janji, ia juga punya rencana: menggunakan kesempatan ini untuk menghadapi para haters, dan kalau bisa… mengubah mereka jadi penggemar setia.

Setelah bersiap, Rizky turun, mandi, lalu berangkat dengan motor menuju warnet Blue Sky sebelum ke mall.

---

Sementara itu, di depan pintu masuk Green Valley Mall.

Melisa sudah menunggu sejak lama. Demi bisa tampil maksimal di depan Rizky, ia berdandan dengan sangat hati-hati. Rambut hitamnya ditata rapi, ia mengenakan tank top putih dipadu celana jeans ketat, sepasang sandal hak tinggi berwarna krem, serta tas kecil bermerek Chanel yang menggantung di bahunya.

Dandanan itu tidak terlalu seksi, tapi justru menonjolkan aura dewasa yang menawan. Melisa tahu Rizky suka gadis muda, jadi ia sengaja menampilkan sisi feminim dan elegannya kali ini.

Dengan tubuh tinggi semampai dan wajah cantik menawan, tak heran kalau keberadaannya di depan mall segera menarik perhatian banyak orang. Para lelaki yang lewat hanya bisa melirik dari jauh, tak berani mendekat. Mereka tahu, perempuan sekelas ini bukanlah yang bisa mereka dekati dengan modal nekat saja.

Namun, dunia memang tidak pernah sepi dari orang yang sok berani.

Aldi, sepupu Rizky, kebetulan datang ke mall itu dengan motor sport barunya. Rencananya ia ingin membeli ponsel terbaru. Begitu turun di parkiran, matanya langsung terpaku pada sosok Melisa yang berdiri di depan pintu masuk mall.

Sejenak ia ternganga. Cantik sekali!

Jauh lebih cantik daripada gadis-gadis populer di sekolahnya.

Tanpa ragu, Aldi mendekat sambil tersenyum percaya diri. “Hai, Nona cantik. Sendirian ya? Lagi mau belanja?”

Melisa terkejut, lalu menoleh. Di depannya berdiri seorang remaja bertubuh agak gemuk, wajahnya bulat, dengan tinggi tak lebih dari 165 cm. Tapi pakaiannya branded dari atas sampai bawah, jelas-jelas anak orang berada.

Dalam hati Melisa mendengus. Siapa lagi nih bocah sok kaya?

Namun Aldi tetap tersenyum lebar. “Aku cuma pengin kenalan. Jarang-jarang bisa ketemu cewek secantik kamu. Gimana kalau kita temenan?”

Melisa menatapnya dengan senyum tipis. Ia tidak langsung menolak, tapi dalam hatinya sudah menganggap remeh. Dasar anak kaya manja, gayanya sok sekali.

---

1
Aisyah Suyuti
seru
Aryanti endah
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!