Miskin , dihina wajar. Diam di bully, biasa. Yang luar biasa adalah, Aqmal seorang remaja miskin yatim piatu, menolak menyerah pada nasib malang, penderitaan, hinaan dan perundungan, justru membuat nya tumbuh menjadi semakin tegar dan kuat.
Hingga alam berpihak kepada nya, memberikan sebutir gundu ajaib kepada nya.
setelah mendapatkan gundu ajaib itu, perlahan hidup nya mulai berubah, setapak demi setapak, dia mulai meniti takdir nya menjadi seorang kultivator utama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rutinitas Pagi senin
Di Bumi, di masa kini. "Kretek, kreoot!" ....
"Kretek kreoot!" ....
"Kretek kreoot !" ....
Suara sebuah sepeda Phoenix tua melaju di jalanan kampung, membawa dua ikat kayu bakar di belakang nya.
Penunggang nya adalah seorang remaja miskin yang telah yatim-piatu, mengenakan seragam putih abu-abu, dan berwajah tampan, dengan rambut hitam bergelombang, sepasang alis yang lebat dan terukir seperti sebilah golok, serta rahang yang tegas.
Mata nya tajam, setajam tatapan mata seekor Rajawali, serta tubuh yang atletis. Dengan tinggi badan seratus tujuh puluh centimeter, pada usia yang ke enam belas ini, dia termasuk remaja pria berbadan cukup tinggi.
Di dekat pasar kampung Teluk Nangka, remaja itu berhenti di depan sebuah warung nasi, menurunkan tiga ikat kayu bakar nya.
Seorang pria paro baya menyambut nya dengan senyum ramah, "Sebentar ya Mal!, bapak ambilkan uang nya dulu!" sapa bapak itu.
"Iya pak Marta!, silahkan!" sahut remaja bernama Aqmal itu sembari memasang standar sepeda Phoenix tua itu, lalu duduk di kursi panjang di depan warung itu.
Tidak seberapa lama, pak Marta keluar dengan membawa uang lima puluh ribuan sebanyak tiga lembar, harga kayu bakar nya yang dia jual satu ikat besar nya, seharga lima puluh ribu rupiah.
Aqmal memang sudah biasa setiap hari Senin pagi, pergi ke sekolah sambil mengantarkan kayu bakar ke langganan nya di dekat pasar teluk Nangka.
Langganan kayu bakar itu sudah semenjak almarhum ayah nya masih hidup, hingga sekarang, ayah dan ibu nya telah tiada, maka dialah yang meneruskan usaha itu.
Kedua orang tua Aqmal adalah pasangan yang sudah tua, berusia diatas enam puluh tahun, saat ibu Aqmal mengandung nya. Konon kata ibu nya Aqmal, dia sebenar nya sudah tidak lagi datang bulan, tetapi pada suatu malam, seberkas cahaya biru menerobos atap rumah nya, dan langsung masuk kedalam perut nya. Setelah kejadian aneh itu, dia merasakan perubahan besar pada tubuh nya, sebagai mana layak nya wanita hamil.
Karena mereka tinggal di pinggir hutan larangan, sebuah hutan adat yang tidak boleh dimasuki secara sembarangan, oleh siapapun sejak ratusan tahun yang lalu, hanya ayah Aqmal seorang saja yang berani memasuki nya tanpa bermasalah, maka beliau dianggap juru kunci hutan seluas ribuan hektar itu.
Belum juga Aqmal lahir, ayah nya yang tua itu meninggal karena kecelakaan saat mengantarkan kayu bakar ke warung pak Marta. Hingga ibu Aqmal lah menggantikan sang suami mengantarkan kayu bakar dengan sepeda tua nya, sambil hamil besar.
Saat usia Aqmal tiga belas tahun, tepat nya kelas satu SMP, ibu Aqmal yang sudah tua dan sakit sakitan itu menyusul sang suami nya menghadap kehadirat tuhan. Maka tinggallah Aqmal seorang diri, di pondok nya ditepi hutan larangan itu.
Untung Aqmal yang setiap Jumat siang selepas jumatan ikut ayah nya ke hutan mencari kayu bakar dengan menginap di hutan itu sudah terbiasa masuk ke hutan larangan. Bagi nya hutan larangan yang super angker itu adalah halaman rumah tempat bermain nya saja. Sehingga keluar masuk hutan angker itu, sudah biasa bagi nya, atau mungkin juga para penghuni hutan sudah terlalu kenal dengan nya, sehingga, meskipun kini harus sendirian bermalam di hutan, dia tidak takut di ganggu.
Setelah menerima uang seratus lima puluh ribu rupiah, Aqmal segera pergi ke warung pengepul kembang, menjual dia kantongan bunga kenanga hutan yang dihargai sepuluh ribu per kantongan nya.
Dengan mengantongi uang seratus tujuh puluh ribu rupiah, Aqmal segera mengayuh sepeda nya menuju ke sekolah SMA Citra Mahardika itu, sebuah SMA elite yang di masuki nya dengan jalur beasiswa prestasi atas rekomendasi guru Wali kelas nya di SMP dahulu.
Disekolah ini, dia sangat tidak menonjol di bidang penampilan, kecuali di bidang kemiskinan nya saja. Dia cenderung pendiam dan suka menyendiri, waktu istirahat pun selalu di gunakan nya untuk membaca di perpustakaan atau di dalam kelas.
Satu satu nya sahabat nya hanyalah Eman, remaja tak berprestasi, hanya putra mantan guru Wali kelas nya dahulu sewaktu di kelas sembilan SMP.
Saat apel bendera pagi Senin, Aqmal lebih memilih barisan paling belakang bersama Eman, agar tidak ada yang melihat pakaian nya yang lusuh dan kusam itu.
Begitupun saat pelajaran berlangsung, dia tidak akan bicara kecuali ditanya oleh guru.
SMA Citra Mahardika ini adalah sebuah SMA favorit, tempat anak pejabat dan orang orang kaya bersekolah.
Namun walaupun begitu, sekolah ini juga menerima siswa berprestasi satu orang untuk setiap kelas nya. Jadi untuk kelas sepuluh A, hingga kelas sepuluh E, per angkatan nya hanya menerima lima siswa saja.
Saat bel istirahat pertama berbunyi, Aqmal segera merapikan buku buku nya kedalam tas ransel tua pemberian ayah Eman yang mantan guru Wali kelas nya dahulu.
"Mal!, bawa bekal kagak?" tanya Eman, teman di sebelah meja Aqmal. Mereka kebetulan duduk di meja paling belakang di sudut kiri kelas.
"Hm!" sahut Aqmal memperlihatkan sebuah rantang lusuh dari dalam tas nya.
"Yok ke tepat biasa nya" ajak Eman di ikuti oleh Aqmal dengan anggukan kepala nya saja.
Di belakang sekolah itu ada beberapa batang pohon Trembesi yang ditanam sebagai Adiwiyata mandiri sekolah. Di bawah pohon Trembesi yang rindang itu, ada beberapa buah bangku panjang yang terbuat dari besi, di samping kolam sekolah. Disitu lah biasa nya Aqmal dan Eman duduk berduaan menikmati bekal mereka dari rumah.
Biasa nya Eman selalu membawa lauk berlebih, untuk dibagikan kepada Aqmal sahabat nya itu.
Tidak ada yang mengganggu memang, karena semua siswa yang lain, makan di kantin sekolah, hanya mereka berdua saja yang makan di tempat itu,paling paling bersama beberapa murid beasiswa lain nya. Namun Aqmal tidak mengenal mereka, bahkan teman satu kelas nya saja banyak yang tidak dia kenal.
Awal nya Eman juga makan di kantin, namun setelah melihat Aqmal membawa bekal, dia akhirnya memutuskan untuk membawa bekal juga, menemani sahabat nya itu makan.
"Mal!, ini ambillah, mamah memberikan bekal dua potong ayam goreng, ambil satu untuk mu!" Eman memasukan sepotong paha ayam ke tempat bekal Aqmal.
"Terimakasih Man ya!" ucap Aqmal mulai makan bekal nya. Biasa nya bekal Aqmal cuma nasi putih, sama telur mata sapi dan sambel cabe saja. Kecuali Eman memberi nya ikan atau ayam goreng, baru dia merasakan enak nya makan dengan ikan.
"Bulan depan ujian semester ganjil, kau sudah siap tempur Mal?" tanya Eman disela sela mereka makan.
"Hmm!, siap!" ....
"Aku tahu kau jenius, dulu aja waktu di SMP nilai rata rata mu sempurna semua nya, apa cita cita mu nanti Mal?" tanya Eman.
Aqmal terdiam beberapa saat, menatap kearah sahabat nya itu, lalu menarik nafasnya dalam-dalam, "jadi manusia seutuh nya!" jawab nya singkat.
Eman tersentak mendengar jawaban dari sahabat nya itu.
"Jawaban mu aneh banget!" gumam nya.
"Man!, apalah aku ini, bisa jadi manusia saja sudah syukur, aku tidak berani berangan angan terlalu muluk muluk!" sahut Aqmal lagi.
Eman terdiam membisu, ditatap nya sekali lagi wajah sahabat karib nya itu cukup lama, sambil mencerna makna dari kata kata tadi.
Jam pelajaran ketiga pun dimulai, Eman dan Aqmal bergegas memasuki ruang kelas.
Murid sekolah itu tidak banyak yang Aqmal kenal, meskipun satu kelas, itu karena fokus nya kepada belajar saja, tanpa mau melihat ke mana mana. Hingga jam pelajaran ketiga pun berakhir, di ganti jam ke empat, lalu istirahat kedua, dia tidak lagi ke belakang sekolah, tetapi ke perpustakaan untuk membaca.
Sepulang nya sekolah, Aqmal segera menggowes sepeda tua nya kembali ke rumah nya di belakang kampung, di tepi hutan larangan.
Namun sebelum pulang kerumah, dia mampir terlebih dahulu di warung untuk membeli tujuh liter beras, gula, teh, garam dan lain nya, yang menghabiskan uang nya seratus dua puluh ribu rupiah, uang nya masih bersisa lima puluh ribu lagi, itu cadangan belanja nya selama satu Minggu kedepan.
Selesai membeli keperluan hidup nya selama satu Minggu kedepan, Aqmal segera menggowes sepeda tua nya kembali ke pondok nya di belakang kampung.
Setelah tiba di rumah, Aqmal segera berganti pakaian, dengan pergi ke dapur untuk menanak nasi.
Meskipun tidak banyak, Aqmal punya beberapa ekor bebek dan beberapa ekor ayam. piara an nya, serta seekor kucing teman nya di rumah.
Setelah selesai menanak nasi, Aqmal segera menuju sumur di belakang pondok, untuk mandi.
...****************...