Nayyara : Istri Rahasia & Ibu Sambung

Nayya kini sudah berada di samping Nanda, gadis itu menangis karena lega sekaligus khawatir, kondisi Nanda masih lemah dan wajahnya pun semakin pucat.

"Jangan menangis Nak, Ayah tidak apa-apa." ucap Nanda lemah, tangannya yang juga lemah berusaha mengelus pucuk kepala Nayya yang tidak bisa berkata-kata.

Lebih tepatnya lidah Nayya terasa kelu, hanya air mata yang keluar.

Wajah Nayya sudah sangat sembab, sejak Nanda di periksa karena drop Nayya tidak pernah berhenti menangis, meskipun Nayya tidak ingin menangis tapi air matanya tidak mau berhenti.

"Ayah aku gamau nangis, tapi airmatanya terus turun sendiri." suara Nayya sampai serak, Nanda tersenyum.

"Ayah merasa bersalah kalo kamu nangis Nak, Ayah baik-baik saja." Nanda kembali meyakinkan Nayya, meskipun tubuhnya terasa sakit saat ini.

"Ayah gak salah." Nayya mencium tangan Nanda dengan lembut, Vira memilih menunggu di luar karena tidak ingin mengganggu Nayya bersama Nanda.

"Nak, apa kamu sudah memikirkan permintaan Ayah?" tanya Nanda serius, tatapan teduh serta suara lembutnya tidak pernah berubah, Nayya merasa sangat beruntung karena mendapat kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya.

"Permintaan Ayah yang mana?" Nayya balik bertanya, dia pura-pura tidak tau padahal hatinya sudah gugup tak karuan.

"Permintaan Ayah yang ingin melihat kamu menikah Nak." Nanda menatap sendu putrinya itu, sebenarnya Nanda tidak ingin memaksa tapi dia tidak tenang melihat Nayya harus berjuang sendiri.

Nanda tau keputusan ini begitu besar dan tidak bisa diambil secara gegabah, bagaimanapun juga pernikahan itu adalah hal yang sakral dan tidak bisa di permainkan.

Tapi Nanda juga tidak bisa membiarkan Nayya sendiri, Nanda takut jika dia pergi Nayya akan hancur sendirian tanpa ada yang merangkul dan menguatkannya.

"Ayah maaf, tapi belum ada laki-laki yang berniat melamar aku Ayah, lagi pula sekarang aku mau fokus dulu rawat Ayah sampai sembuh." jelas Nayya pelan, kepalanya menunduk kebawah.

Sudah beberapa kali Nanda membahas Ravin dan keluarganya, Nayya bukannya tidak peka dia mengerti apa yang ingin disampaikan oleh Ayahnya, tapi Nayya juga tidak bisa asal mengambil keputusan, apalagi sikap Ravin selama ini sangat menyebalkan.

"Ayah mengerti Nak, Ayah gak akan maksa kamu yang paling penting kamu bahagia." Nanda tersenyum, tapi matanya tidak bisa berbohong ada gurat kesedihan disana.

Meski begitu Nanda paham dia tidak bisa memaksakan kehendaknya terutama pada Nayya dan Ravin, mereka berhak menentukan jalan pilihan masing-masing.

'Ya Allah jika mereka berjodoh, maka permudahlah jalan mereka bersatu, lembutkan hati mereka..' batin Nanda penuh harap, hanya Ravin dan keluarganya yang Nanda percaya saat ini.

Tapi kembali lagi Nanda tidak bisa memaksa siapapun, apalagi setelah melihat ekspresi Nayya yang begitu tertekan, Nanda jadi tidak tega mungkin dia terlalu memaksa Nayya saat ini.

"Ayah maaf aku gak bermaksud-"

"Jangan minta maaf Nak, Ayah yang salah disini terlalu memaksa kamu maafkan Ayah Nak, maaf." Nanda mengusap airmata Nayya yang mendadak jatuh kembali.

"Ayah harus sembuh, aku disini temenin Ayah pokoknya." Nayya menggenggam erat tangan Nanda, matanya masih sembab dan airmatanya sesekali masih turun dengan sendirinya.

"Kesembuhan ada di tangan Allah Nak, Ayah hanya bisa berusaha dan berikhtiar sisanya Allah yang menentukkan." Nanda mengingatkan Nayya dengan lembut.

"Iya Ayah, Allah Maha Pemberi Segalanya." Nayya tersenyum, gadis itu benar-benar tidak pergi kemanapun hari ini dan fokus menemani Nanda.

****

"Nayyara bisa kita bicara." Ravin menghampiri Nayya yang kini sedang bersama Vira di taman rumah sakit, Ravin tidak datang sendiri melainkan bersama Dea.

Sementara Raka dirumah menjaga Ratu yang sedang belajar banyak hal, Vira dan Dea sedikit menjauh tapi tidak meninggalkan Ravin dan Nayya berbicara berdua.

Bahkan keduanya duduk dijarak yang cukup jauh, Nayya menatap Ravin dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apa yang mau Bapak bicarakan?" tanya Nayya tanpa melihat Ravin, pria itu menatap Nayya datar.

"Kamu sudah mendengar permintaan Ayahmu bukan?" suara Ravin terdengar dingin, padahal kemarin Ravin sedikit melunak tapi malah kembali ke setelan awal.

"Apa maksudnya?" Nayya menatap tajam Ravin, tatapan teduh itu berubah galak bahkan Nayya tidak terlihat takut sama sekali.

"Tanpa harus dijelasan kamu pasti sudah mengerti!" tekan Ravin dingin, Nayya menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa saya harus selalu mengerti Bapak? emangnya Bapak siapa?" balas Nayya ketus, dia sudah muak dan kesal menghadapi sikap Ravin yang sering berubah.

"Saya calon suami kamu Nayyara!"

DEG!

"A-apa?!" Nayya tercengang mendengar pengakuan dari Ravin yang begitu percaya diri.

"Mulai sekarang kamu harus jadi Istriku dan juga Ibu sambung dari Ratu!" tegas Ravin tak ingin dibantah, Nayya mengepalkan tangannya kuat.

"Apa maksud Bapak!" marah Nayya tak terima.

"Kamu dengar semuanya kan? saya tidak punya waktu untuk mengulang pernyataan saya!" Ravin menatap tajam Nayya.

"Siapa kamu? apa hak kamu memaksa saya menikah?!" tatapan Nayya tak kalah tajam, nafas Nayya bahkan sampai memburu.

"Saya Ayahnya Ratu! anak saya menyukaimu dan saya harus memenuhi keinginan putri saya yang ingin kamu menjadi ibunya!"

Tapi Ingat jangan berharap lebih, statusmu hanya Istri Rahasia dan juga Ibu sambung Ratu!"

DEG!

"Saya belum bilang setuju!" teriak Nayya marah.

"Kamu tidak punya pilihan selain setuju!"

PLAKK!

"Brengsek!"

Sebuah tamparan menyadarkan Ravin dari tidurnya, seketika Ravin bangun dengan nafas terengah, rupanya pria itu tertidur setelah menemani putrinya Ratu tidur siang.

Nampak Ratu masih tertidur lelap disamping Ravin, Pak Duda Arogan itu segera duduk kemudian mengacak rambutnya.

"Sial! mimpi apa tadi?" gumam Ravin memejamkan matanya, tamparan itu sangat nyata bahkan tanpa sadar Ravin mengusap pipinya.

"Kenapa tiba-tiba mimpi kaya gitu sih, apa tadi peringatan supaya aku gak maksa Nayya?" Ravin mulai menebak-nebak, dia agak terkejut karena Nayya bisa muncul di mimpinya.

Dia memang pernah berpikir memaksa Nayya, tapi sekarang dia tidak mau memaksa Nayya apalagi untuk menikah, pernikahan harus terjadi atas dasar kesepakatan bersama.

"Ternyata dia serem juga kalo marah, apa beneran kaya gitu?" Ravin mendadak bergidik sendiri, apalagi mengingat tamparan tadi yang cukup keras.

"Tapi kalo aku coba lamar Nayya dia bakal terima aku gak ya?" Ravin menyenderkan kepalanya di ranjang milik Ratu.

"Mami udah pernah bilang aku harus coba buka hati kalo mau lamar Nayya, apalagi sampai nikah nanti tapi apa aku bisa? Anehnya sekarang aku peduli dan khawatir sama dia..."

"Itu artinya kamu udah mulai bisa buka hati kamu Ravindra..."

"Mami......"

Bersambung.......