Terlahir dan tumbuh di pantai asuhan membuat Rani begitu mengharapkan kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari siapapun.
Pertemuan dengan sosok laki-laki yang bernama Arka, membuat Rani merasakan dekapan hangat dari seseorang yang berjanji akan menjadikannya ratu di hidupnya.
Namum, seiring waktu berjalan sikap Arka dan keluarga membuat Rani seakan tertekan. Tapi pernah mereka mengerti apa keinginan Rani, yang mereka tahu hanya uang saja.
Akankah kehidupan rumah tangga Rani akan berjalan dengan lancar? Atau sebaliknya.
Jangan lupa ikuti keseruan novel ini dan support.
Terimakasih 💙
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deva Melani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29-Sih Lintah Darat
Satu minggu sejak kepergian Rani yang secara diam-diam keadaan keluarga begitu memprihati kan. Kebutuhan yang selalu terpenuhi sekarang tak ada satupun yang bisa di olah mereka.
Tubuh Bu Sandra yang berisi sedikit mengurus. Sejak kejadian Dina yang di nyatakan hamil ia tak pernah sedikitpun keluar dari rumah. Ia teramat malu karena anak yang ia banggakan ternyata hamil di luar nikah.
Saat Bu Sandra masih jaya karena uang rabi yang mengalir terus membuat Bu Sandra selalu menghina bahkan mencaci maki dengan tak berperasaan. Ia begitu hobi jika mendengar salah satu anak warga yang ada di sini memiliki aib, ia akan mengulitinya habis-habisan.
Tapi sekarang tampaknya Tuhan sedang membalikkan semua penghinaan yang selalu dilontarkan Bu Sandra kepada orang lain. Warga yang dulu selalu di caci makinya tak tinggal diam seakan dendam di dalam hati begitu membara.
Arka yang melihat Ibu duduk termenung menjadi sedih tak ada sandau gurauan yang selalu Bu Sandra ucapkan. Rumah yang dulu nyaman terasa amat mencekam. Bahkan setiap hari ada saja orang yang meneriaki mereka.
Arka duduk di depan Bu Sandra dan memeluknya, seraya berkata, “Ma… Mama nggak boleh gini ya. Arka sedih lihat Mama yang selalu murung.”
Terlihat jelas raut wajah Bu Sandra yang layu tak ada semangat lagi. Ia hanya bisa menangis melihat keluarga yang begitu ia banggakan secara perlahan mulai hancur.
Tok….
Tok….
Tok….
Dari arah depan terdengar ketukan pintu yang cukup kencang. Sandra dan juga Arka saling menatap heran sejak terbongkarnya kehamilan Dina tak ada lagi warga disini bertandang ke rumahnya.
Bu Sandra dan juga melangkah ke arah depan. Saat pintu dibuka ternyata anak buah sih Jarot yang terkenal sih lintah darat. Mereka saling pandang karena bingung.
“Ada apa kalian ke rumah saya?” tanya Sandra.
“Kami kesini ingin menagih uang angsuran yang telah kalian pinjam,” ujar Bento.
Kening Sandra mengerut karena tak tahu apa maksudnya ia pun bertanya, “Pinjaman? Kami tidak pernah sedikitpun meminjam kepada bos kalian!”
Sih botak langsung mengeluh surat perjanjian yang sudah di fotokopi oleh Jarot. Arka langsung menyambar kertas tersebut dan mata terbelalak membaca kertas tersebut.
“Apa-apaan ini. Kami tidak pernah sedikitpun meminjam kepada bos kalian!” bentak Arka marah.
“Eh lu jangan bentak-bentak. Udah ngutang kagak sadar diri,” ketus botak.
Botak mengeluarkan kertas yang fotokopinya lagi dan lagi Sandra dan Arka tercengang karena entah sejak kapan sertifikat rumah mereka sudah digadaikan.
“Siapa yang melakukan ini ha? Kurang ajar!” jerit Arka.
Warga-warga yang penasaran pun mulai berbondong-bondong melangkah ke rumah mereka. Mantan besti Bu Sandra pun hadir bahkan berdiri paling depan.
“Ada apa Pak Botak?” Tanya Bu Tini.
“Mengapa kau kemari Tini? Bikin muak saja.”
“Sabar dong Jeng kitakan besti,” ujar Bu Tini terkekah.
Sandra mendengus tak suka melihat mantan bestinya hadir di tengah-tengah permasalahan keluarganya.
“Lebih baik pembicaraan ini dilanjutkan ke dalam saja,” sahut Arka. Karena keadaan teras rumah yang tak kondusif.
Anak buah Jarot pun mengangguk dan melangkah masuk ke dalam rumah setelah itu pintu rumah langsung ditutup dengan keras oleh Bu Sandra.
“Sebelum kami tidak pernah menggadaikan rumah ini Pak, kami saja tidak tahu menahu soal ini,” ucap Arka menjelaskan kepala berdenyut nyeri memikirkan permasalahan keluarganya yang datang silih berganti.
“Kalau itu bukan urusan kami, kami hanya menagih uang angsuran kalian.”
“Siapa yang menggadaikan rumah ini? Tidak mungkinkan sertifikat berjalan sendiri.”
“Setahu kami yang menggadaikan rumah ini atas nama Bu Rani.”
Tak bisa di pungkiri Arka terbelalak kaget mendengar Rani yang sudah menggadaikan rumahnya. Ia tak menyangka bahwa Rani senekat ini, bahkan Rani menggadaikan rumah ini sebanyak lima puluh juta rupiah. Temponya pun hanya batas tiga bulan dan itu yang membuat kepala Arka seakan ingin pecah.
“Sial kau Rani! Akan aku bunuh kau,” jerit Bu Sandra.
Anak buah Jarot langsung menutup telinganya karena mendengar teriakkan Bu Sandra.
“Kami tak bisa berlama-lama, cepat berikan uang angsuran ini sudah jatuh tempo!”
“Tolong.. Tolong kasih kami waktu, kami pun tak tahu bahwa rumah ini sudah digadaikan,” lirih Arka menghiba.
Anak buah Jarot saling melirik dan akhirnya mereka pun setuju, setelah itu mereka pergi meninggalkan rumah Arka yang masih saja dipenuhi oleh warga-warga yang kepo.
Arka dan juga Bu Sandra terduduk dengan kepala yang berdenyut-denyut mereka tak menyangka bahwa Rani sampai bertindak seperti ini. Mereka pun tak tahu apa alasannya, mungkin saja Rani sudah mengetahui perselingkuhan Arka.
Siska yang baru saja keluar dari kamar langsung di cegat Bu Sandra karena ia yakin bahwa Siska terlibat.
“Siska,” panggil Sandra sedikit keras.
Siska pun menoleh dan berjalan ke arah Bu Sandra. Ia terlihat bingung, sedangkan di luar rumah masih banyak suara-suara dari tetangga sekitar.
Setelah sampai di depan Bu Sandra, Siska pun langsung bertanya, “Ada apa? Tumben memanggilku.”
“Jawab jujur pasti kau juga terlibat dengan pegadaian rumahku?” Tanya Bu Sandra dengan tatapan penuh selidik.
“Aku? Ada buktinya? Kalau tak ada itu namanya fitnah.”
“Memang tak ada buktinya tapi saya yakin kau terlibat karena beberapa hari sebelum kepergian Rani kau begitu dekat!”
“Lah apa salahnya kalau aku dekat dengan Mbak Rani. Bu Sandra yang terhormat pasti tahu bukan kalau saya sampai keguguran karena siapa? Saat saya pulang tak diizinkan tidur di kamar sama siapa? Itu aja pakai tanya. Beruntung Mbak Rani mau menampungku.” Siska pun berlalu pergi setelah mengatakan fakta-fakta yang sebenarnya.
Sandra pun terdiam karena semua yang di ucapkan Siska memang fakta.
“Kamu harus mencari Rani, Arka. Mama nggak ikhlas rumah kita digadaikan seperti ini!”
“Mau cari kemana Ma? Arka saja tak tahu keberadaan Rani,” desah Arka frustasi.
“Kamu sewa pelacak lah masa gitu aja nggak tahu!”
“Sewa pakai daun Ma? Mama pikir sewa pelacak nggak peduli uang?”
Seketika Bu Sandra bungkam karena semua yang diucapkan Arka benar. Jangankan menyewa pelacak makan saja mereka susah.
“Sekarang kita harus apa Ka? Mama nggak mau rumah ini sampai di jual! Mau tinggal di mana kita. Belum lagi sih Dina yang menambah beban saja.”
Mereka hening tanpa ada suara, kehidupan yang serba ada dulu membuat mereka merasa di atas angin tapi sedikitpun berpikir bahwa roda kehidupan bisa saja berputar.
Seakan sekarang kehidupan sedang menertawakan mereka karena telah diberikan nikmat yang melimpah tapi mereka tak pernah bersyukur sedikitpun.
Bersambung...
Next?
Tp kl lngsung lapor polisi, cerita hbis krn cerita nya cm seputar mantan saja.