Rania Putri Handono kaget saat matanya terbuka dan berada di ruangan asing dan mewah. Lebih kaget lagi, di sampingnya terbaring dengan laki-laki asing dalam kondisi masing-masing polos tak berbusana.
Tak lama, pintu kamar dibuka paksa dari luar. Mahendra, suami Rania mendekat dan menampar pipi putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.
Kejadian yang begitu cepat membuat Rania bingung.
Apakah rumah tanggganya selamat atau hancur?
Simak aja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ucapan Cinta
"Daripada repot, tuan bayar saja semua biaya untuk Chiko. Anggap saja sebagai ganti pelayanan Rania. Jangan minta senangnya aja tuan, sudah resiko mendekati janda beranak satu" ucapan Riska benar-benar membuat emosi tersulut.
"He...he...apa suami kamu sangat miskin sekali? Gitu kok pake sok menantang hak asuh anak ada padanya. Buktiin dong kalau suami kamu mampu" cerca Raditya.
"Suamiku mampu, persalinan aku pun nantinya juga di ruang vvip seperti Rania" timpal Riska.
"Buktiin dong jangan hanya omdo" bilang Raditya.
"Omdo?" Riska tak mengerti alias tulalit.
"Omdo...Omong doang" jawab Raditya ketus.
Raditya kembali mendorong kursi roda yang ada Rania di atasnya.
"Heh tuan, mau ke mana? Kamu belum menyanggupi biaya Chiko" Riska terus saja mengejar jalannya Raditya.
"Pengemis aja tak akan memaksa jika meminta-minta, tapi sikap kamu ini????" kata Raditya mulai jengah.
Riska kaget dengan olokan Raditya.
"Jadi tuan samakan aku dengan pengemis?" kata Riska sengit.
"Aku nggak bilang begitu, tapi kamu sendiri yang bilang" tukas Raditya.
Melihat sang bos dihalangi jalannya oleh seorang wanita, kedua pengawal yang ditugasi Beno itu pun berusaha menghalau Riska untuk pergi.
"Siapa kalian?" Riska berusaha melepas cekalan salah satu pengawal.
"Kalau anda berani mengganggu kedua bos ku, maka kita lah yang akan mengusirmu nyonya" seru salah satunya.
Riska memberengut, enak sekali hidup Rania sekarang. Dibuang oleh Mahendra, malah dapat suami kaya raya. Sial...sial...umpat Riska dalam hati.
Riska balik kanan sambil menghentakkan kaki. Sebal dengan keadaan yang tak memihak kepadanya.
"Hati-hati nyonya, awas bayinya lahir di jalan" seru sang pengawal.
Riska menggerutu di sepanjang lorong rumah sakit, membuat kedua pengawal itu tertawa melihatnya.
.
Di dalam ruang rawat inap, hanya ada keheningan di antara Raditya dan Rania.
Pikiran Rania yang masih kacau semakin membuatnya ogah bicara.
Sementara Raditya juga bingung musti mulai dari mana.
Setelah sekian lama,
"Rania..."
"Tuan..."
Ucap mereka bersamaan.
"Kamu dulu saja" suruh Raditya.
"Anda saja" bilang Rania.
Bu Marmi yang barusan masuk melihat keduanya saling tatap ikutan merasa aneh.
'Apa mereka memang pernah bertemu sebelumnya? Ada hubungan apa mereka?' Batin Bu Marmi.
Membuat Bu Marmi pun merasa di tempat dan waktu yang salah.
Pelan-pelan bu Marmi membalikkan badan. Memutuskan untuk ke ruang bayi saja, nungguin si kembar. Meski hanya bisa mengintip melalui jendela kaca.
"Bu Marmi" panggil mereka kompak. Seketika langkah bu Marmi terhenti untuk menoleh ke arah mereka.
"I...iya...tuan Radit...Rania" jawab bu Marmi kikuk.
"Mau ke mana?" tanya Rania.
"Ke kantin. Beli makan" kata bu Marmi reflek menjawab. Bu Marmi menutup mulut, kenapa nih otak sama mulut kok nggak sinkron. Pikir bu Marmi.
"Kalau gitu nitip ya bu, bungkusin" pinta Raditya.
"Siap tuan, aku juga akan belikan pengawal-pengawal di depan itu juga. Kasihan mereka terus saja berdiri, meski kusuruh duduk tetep aja menolak" kata Bu Marmi malah menyerocos saja, membuat suasana yang sebelumnya hening jadi ramai.
Raditya menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu buat bu Marmi.
"Banyak sekali tuan. Ini saja" tukas Bu Marmi mengambil dua lembar.
"Yang lain buat ibu" sahut Raditya.
"Nggak usah repot, si kembar sedang butuh biaya banyak. Buat nambah biaya rumah sakit saja tuan" tolak halus Bu Marmi.
Belum tahu saja bu Marmi siapa Raditya. Raditya sedikit menyunggingkan senyumnya.
"Tuan, apa yang ingin kamu sampaikan?" Rania mulai mengeluarkan suaranya.
Raditya kembali menatap ke arah Rania.
Dicarinya wajah teduh yang seakan meredup itu.
Raditya pun duduk di depan Rania yang masih duduk di kursi roda.
"Biarkan aku bertanggung jawab Rania. Aku akan menikahimu" kata Raditya tanpa keraguan sekarang.
Rania mencari adakah kebohongan di netra laki-laki semalam nya itu. Tapi rasa dikhianati oleh mantan suami tidak sirna begitu saja. Rasa sakit itu masih sangat membekas di hati Rania.
"Aku serius Rania" lanjut Raditya.
Rania masih saja diam.
"Kembar tentu akan sangat butuh kita" Raditya terus saja merayu Rania agar mau membuka hati.
"Apa kamu akan membiarkan kembar seperti Chiko putra kamu?" imbuh Raditya.
Rania menatap tajam ke Raditya, "Tak akan kubiarkan kamu mengambil putra-putraku" ucap dingin Rania.
"Bahkan jika nyawaku hilang pun, aku akan tetap melindungi mereka" imbuh Rania.
'Ternyata hatinya sudah seperti batu karang. Aku akan coba pelan-pelan saja' pikir Raditya.
"Cukup sekali aku melakukan kesalahan" tegas Rania mengakhiri kata-katanya.
Mereka masih saling tatap.
"Lantas apa yang membuatmu yakin tuan Raditya. Kalaulah si kembar adalah putra kamu. Padahal aku saja ragu antara mantan suami dengan kamu tuan" seru Rania.
"Ini" Raditya mengeluarkan sesuatu yang mengisi dompetnya dalam dua hari terakhir.
Rania membuka perlahan kertas yang diserahkan Raditya.
"Jangan salah paham. Meski tanpa ini, aku sebenarnya sudah cukup yakin jika keduanya adalah putra-putraku. Saat mereka lahir, aku sudah berada di sampingnya. Melihat wajah keduanya pun aku meyakini itu" jelas Raditya.
"Aku melakukan ini agar status mereka jelas nantinya di mata hukum" Raditya menambahkan.
Rania membaca dan menyelami kata-kata Raditya barusan.
Meski begitu, dalam hatinya Rania masih ragu. Takut untuk memulai suatu ikatan.
Yang sudah kenal dan pacaran lama lalu menikah saja, Rania masih dikhianati oleh sang mantan suami. Apalagi membina relationship dengan seseorang yang tak dikenalnya sama sekali. Pikiran Rania bertambah galau.
"Pikirkan saja dulu. Aku tak akan membebanimu" tandas Raditya.
"Aku nggak janji tuan" tandas Rania kembali.
"Aku juga tak memaksa" timpal Raditya. Dalam hatinya, aku akan terus mendatangimu sampai kamu mau menerimaku Rania. Janji Raditya dalam hati.
"Istirahatlah, aku balik dulu" Raditya beranjak dari duduk.
"Loh, tuan Raditya mau ke mana?" tanya bu Marmi yang barusan masuk sambil menenteng sekantung makanan.
"Makan dulu tuan Raditya, mubadzir kalau nggak kemakan" ucap bu Marmi.
"Baiklah" Raditya pun duduk kembali.
Mereka bertiga menikmati makan bersama. Meski hanya sebungkus nasi, makanan itu terasa nikmat bagi Raditya. Cinta memang aneh, akan datang di waktu yang tepat...heleh...
"Tuan, jangan marah. Aku mau nanya sesuatu kepada kalian?" sela bu Marmi.
"Apaan bu?" Raditya menatap ke arah bu Marmi. Demikian juga Rania.
"Apa kalian sudah lama kenal?" tanya bu Marmi.
Raditya dan Rania pun menggeleng kompak.
"Tapi aku merasa kalian punya chemistry?" imbuh bu Marmi yang sok sok an pakai bahasa gaul.
"Chemistry apaan?" Rania menanggapi.
"Apa ya? Seperti punya ikatan batin itu loh. Kamu nggak tahu aja Rania, bagaimana raut muka tuan Raditya saat kamu pingsan dan akan dioperasi" ledek bu Marmi.
"Kalian nikah aja kenapa sih?" harap bu Marmi walau niatnya hanya bercanda.
"Ibu restuin?" sela Raditya.
"Tentu saja tuan. Seratus persen" kata bu Marmi menyemangati. Padahal bu Marmi juga belum tahu kalaulah Raditya adalah ayah kandung dari si kembar.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading 🤗💝
aku dulu ngidam gak gitu amat