NovelToon NovelToon
SUNDIRAH

SUNDIRAH

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Tamat
Popularitas:291.8k
Nilai: 5
Nama Author: Delima Rhujiwati

Sundirah, adalah anak seorang pekerja upah harian, sebagai pemetik kelapa. Perjalanan cinta Sundirah dengan Mahendra, putra semata wayang juragan kopra adalah sebuah ujian yang tidak mudah ia lalui.
kehilangan kedua orang tua sekaligus bukan fakta yang mudah di terima.
Atmosiman, yang semula sebagai sosok penyayang, melindungi dan penuh kewibawaan. Hanya karena tergiur oleh sebuah kehormatan, Dia lupa akan tujuan utama didalam kehidupannya.
Lurah Djaelani, bersama kamituwo. Sebagai pamong yang seharusnya menjadi teladan pada masyarakat.
Lupa kewajiban sebagai kepala desa, dan lebih memburu harta, berjudi sabung ayam dan menjodohkan anak gadisnya, yang semata-mata untuk menguasai harta sang juragan.
Mampukah Sundirah menghadapi semua cobaan dalam kisah cinta dia, nyawa orang tua nya sebagai taruhan atas nama cinta.
Duri yang paling mematikan disini adalah sosok seorang kamituwo. akan kah ambisi mereka berhasil membawa keberkahan?
Ikuti sebagian dari kisah yang nyata seorang Sundirah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Djaelani yang plin-plan

Bangunan ber lorong panjang peninggalan jaman Belanda itu. Masih kokoh berdiri hingga saat ini, pilar pilar nya yang kokoh, menopang setiap sudut bangunan.

Lapas kota Kediri, dimana saat ini Djaelani harus dengan rela menikmati, hari-harinya di balik jeruji besi, dengan keadaan yang masih dalam perawatan, karena luka tusukan belati waktu itu.

Menyisakan luka yang sulit mengering dan sembuh, satu pekan sudah berlalu namun luka itu enggan tertutup oleh kulit.

Berjalan seorang sipir, dan berdiri di depan ruangan pengap minim udara itu.

"Lurah Djaelani...! Bangun...!" Suara lantang itu akan memekak kan telinga bagi siapapun yang mendengarnya.

"Anda mendapatkan kunjungan, segera temui."

"Dan ingat...! komisi rokok jangan lupa, he..he..he.." sipir tinggi kurus itu rupa nya pemeras, setiap napi yang berada di lapas tersebut.

Lurah Djaelani berjalan gontai, melewati lorong, dan melihat kanan kiri beberapa ruangan dengan ventilasi udara yang minim.

Ketika sampai di tikungan ruangan, suara berat menyapa Djaelani.

"Ndoro lurah!"

"Suroto..? kenapa kamu juga sampai disini?"

"Saya maling kambing ndoro!"

Traang..... traang...

"cepat...! jangan berhenti di situ. mengulur waktu saja." Sipir itu teriak keras sambil memukul-mukul jeruji besi yang ada di samping nya.

Kembali Djaelani melangkah kan kaki, menuju ruang pertemuan untuk pengunjung. Langkah kaki Djaelani berhenti, melihat Harjito bersama Mahendra sudah duduk di bangku panjang menunggu nya.

"Pak Lik... kami datang menjenguk pak Lik." Mahendra menyapa, menatap lekat mata Djaelani. Dan mengamati tubuh Djaelani terlihat lebih kurus, dan tangan kiri yang masih di gendong dengan kain panjang, karena lukanya.

"Tuan Djaelani.." Harjito mengulur kan tangan nya untuk berjabat, lalu mempersilahkan duduk.

Mahendra berdiri, mendekati sang sipir lalu memberikan pecahan lima sen untuk tutup mulut.

Sipir penjara menerimanya, lantas mengangguk sopan dan meninggalkan mereka bertiga.

"Pak Lik, apa kabar? kondisi tubuh sudah kembali sehat? Tanya Mahendra ber basa-basi, sambil membetulkan posisi duduk.

"Seperti yang kau lihat, luka pak Lik belum kering benar. dan suasana disini benar benar menyiksa Hendra." Djaelani mulai mengeluarkan uneg-uneg nya.

"Tolong tangguhkan masa hukuman pak Lik Hendra!" Djaelani memohon.

"Ini sangat berat, dan pak Lik ndak kuat dan sangat menyesal." Wajah Djaelani menunduk dan malu.

Harjito yang duduk di belakang Djaelani, menggeleng kan kepala, lantas berdiri dan mendekat pada Mahendra, yang duduk berhadapan dengan Djaelani.

"Tuan Djaelani, Sundirah kehilangan kedua orang tuanya, dia menjadi korban Keserakahan anda, lalu...? Kemana dia harus mencari keadilan?" Geram suara Harjito.

"Dan saya, dalam waktu dekat akan menikahi Sulastri. akan tetapi, saya bukan siapa-siapa."

"Pemuda miskin, tanpa harta yang berarti, tidak ada sawah dan ladang yang luas. Apakah tuan akan membunuh saya? atau orang tua saya juga?" Harjito benar benar di luar kesabaran, melontarkan kalimat pedas untuk Djaelani.

"Jito... tenang kan dulu! Kita bicara baik-baik." Mahendra berdiri, dan membimbing Jito untuk kembali duduk.

"Pak Lik, mohon maaf sebelumnya. Kedatangan kami ke sini, untuk meluruskan permasalah tentang penagihan utang piutang antara pak Lik dengan tuan Jupri, apakah benar adanya pak Lik?"

Djaelani bersandar duduk pada bangku panjang. menghela nafas panjang.

"Mahendra, Harjito! ini memang kesalahan ku. Aku lupa, aku tersulut emosi dan ambisi. Dan membutakan pikiran ku"

"Aku menyesal le.." Tangis Djaelani menyayat hati, bagi siapapun yang melihat dan mendengar, seolah-olah dia adalah pesakitan dan teraniaya.

"Semua sudah terjadi pak lik, tidak mudah untuk memutar kembali, dan menghapus semua peristiwa."

"Tuan Jupri, datang dan menagih empat bauw ladang ataupun sawah, kebijakan kembali kepada pak lik."

Mahendra berhenti dan menatap tajam arah djaelani.

"Bayar hutang empat bauw itu, atau Lastri sebagai pelunas keserakahan pak Lik..!"

Hening....

Hening tanpa suara, nafas pun seperti enggan menghembuskan suara halusnya.

"Nenek Ratmini, dalam kondisi syok dan lemah saat ini." Mahendra melanjutkan ucapannya.

"Mahendra... tolong pak Lik, saya sudah tidak punya apa-apa. Djaelani kembali menghela nafas berat."

"kalau sulastri, sebagai pelunas hutang-hutang ku. Apakah Jito akan melepasnya?"

"Aku sudah tidak memiliki apapun, hanya Sulastri yang bisa menolong ku ." Jawaban Djaelani membuat mata ke dua laki-laki muda di depan nya terbelalak, mereka saling pandang.

"Apakah pak lik, menginginkan pertumpahan darah itu akan kembali terjadi?, katakan pak Lik?" Merah padam seketika wajah Mahendra.

"Terbuat dari apa hati pak lik...?"

"Se buas-buasnya binatang pun, tidak akan mengorbankan anaknya pada sebuah pertarungan."

Harjito mengepalkan tangan nya dan..

Braakk....

Tangan kekar itu menggebrak meja. Kemarahan Harjito sudah berada di puncak ubun-ubun.

Mahendra berbisik kepada Harjito. "Jito, bersabarlah, aku juga tidak akan melepas Lastri, sekuat tenaga aku akan bantu kalian. jadi! redam lah amarah mu."

"Aku tidak habis pikir, apa yang ada dalam otaknya den Hendra. apa masih kurang? Semua keonaran, beliau adalah pemicu utamanya!" Sungguh Jito sulit untuk mengendalikan amarahnya.

"Saya sudah kehilangan kedua orang tua Sundirah, tidak mungkin saya harus kehilangan orang yang saya cintai den Hendra."

"Tuan Djaelani..! coba anda berpikir, tidak kah anda merasa sedih akan kehilangan sosok yang selama ini kita sayang i." Harjito berjalan ke jendela, dan melemparkan jauh pandangan nya keluar, sembari membuang kekecewaan.

"Maafkan aku Jito! aku sudah tidak punya apa-apa. Lalu harus dengan apa, aku membayar Jupri?"

"Beri kami jawaban yang sebenarnya pak lik, benarkah empat bauw itu jumplah yang harus di bayarkan?"

"Benar Hendra, itu benar adanya, pak Lik telah kalah di kalangan ayam. dan empat bauw ladang ataupun sawah menjadi taruhan nya."

"Saya mohon bantuan kalian semua, untuk menyelamatkan Sulastri. Dan Harjito, segera menikah lah dengan Sulastri." Djaelani mengiba dengan tangan bertautan di depan dada nya.

Mahendra menghela nafas berat, tidak ada gunanya bicara dengan lurah Djaelani.

"Pak lik Djaelani, jangan plin-plan, memberi kami penyataan, seperti nya pak Lik, hendak lari dari tanggung jawab, Bila semua akan kembali kepada kerumitan yang pernah terjadi, kami akan angkat tangan."

"Baiklah pak lik, kami akan pamit, jaga kesehatan pak lik."

Belum juga mereka beranjak dari ruangan, munculnya Suprapto, dengan berpakaian lengkap saat bertugas sebagai abdi Negara.

"Selamat siang mas Hendra, mas Jito... maaf saya terlambat menemui anda."

Suprapto menyapa, sambil melepaskan topi yang ia kenakan.

"Sebaiknya, kita duduk dulu dan membahas permasalahan yang akan kita hadapi saat ini."

"Saya, sudah mendapatkan laporan dari Naris. Dan saya sudah mendapatkan, semua laporan tentang siapa saudara Jupri sesungguhnya."

"Jadi mas Hendra dan mas Jito, saya mohon bisa mengendalikan amarah, yang bisa memicu kerugian pada kita. dan berdampak buruk di kemudian hari."

ucapan Suprapto, sedikit memberikan kelonggaran hati masing-masing yang mendengar kan.

"Untuk pak Djaelani, sebentar lagi akan datang mantri kesehatan, akan memeriksa luka tusukan belati, yang seperti nya sudah terinfeksi. Dan menurut data kesehatan yang kami terima, dari rumah sakit Bhayangkara setempat."

"Bapak Djaelani juga terindentifikasi, kadar gula dalam darah bapak terlalu tinggi." Ucapan Suprapto berhenti, dan melihat reaksi terkejutnya Djaelani.

Tidak berapa lama mereka berbasa-basi dan merundingkan sesuatu untuk mencari solusi terbaik, Mahendra bersama Harjito berpamitan pulang.

Sedangkan Djaelani, harus menjalani pemeriksaan kesehatan nya.

*******

Saran dan pendapat untuk lurah Djaelani maunya di apa in 🤣🤣

pingin ngasih tepung sajiku aja ke dia mah 🤧.

By the way, terimakasih atas dukungan jempol dan ide ide nya 🤗

Salam manis Selalu dan love always

by Rhu 😘😘😘

1
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/dagdig dug duarrrrr
dengan warti kali ya🤔
bakwan dong😭😭🤣
flash back kah🤔
kmna belahan jiwaku/Grimace/
next.lnjuttt
knpa naris jadi maria🤭
/Sleep//Sleep/emng sih masa lalu susah buat di lupain...tp kenyataannya harus di lupain .
klo rondo kmbang apa/Silent/
iyuppp.btul itu pastinya/Hey/
cieeee yg masih ngerasa mudaaa/Facepalm/
/Sneer//Sneer/udah tuapun teteppp
uenak iki🤤
apa itu bneran ada/Sleep/
🙄udah susah payah mosok amnesia
/Facepalm//Facepalm/yg nulispun jdi ikutan emosi
imut nggk sih/Facepalm//Facepalm/pling juga karatan/Joyful//Joyful/
typo..# naris
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/yg bner ja karatan
wuaduhhh😳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!