Api di Bumi Majapahit adalah buku ke dua dari Trilogi Naga api....Dianjurkan membaca Pedang Naga Api sebagai buku pembuka sebelum membaca Api di Bumi Majapahit agar semua misteri tersambung..
Seribu tahun setelah pertempuran pendekar langit merah dengan pendekar terkuat pengguna Naga api dan bertepatan dengan berdirinya Kerajaan Majapahit, sebuah perguruan silat misterius bernama Tengkorak merah muncul kedunia persilatan dan kembali membuat kekacauan.
Mereka mencari kitab ilmu kanuragan tanpa tanding yang pernah dimiliki oleh Sabrang Damar, Pendekar terkuat pengguna Naga api yang menghancurkan Pendekar langit merah. Ilmu kanuragan yang mampu mengendalikan energi Banaspati itu bernama Kitab Api Abadi.
Disaat yang bersamaan seorang pemuda yang sangat membenci ilmu kanuragan karena masa lalu kelamnya justru menjadi harapan baru dunia persilatan untuk menghancurkan kekejaman Perguruan tengkorak merah yang memiliki ilmu kanuragan tinggi.
Pertemuan pemuda itu dengan seorang gadis dari perguruan aliran putih merubah segalanya.
Apakah pemuda itu akan terseret kedalam pusaran dunia persilatan atau justru dia tetap memilih menjauhi Ilmu kanuragan yang sangat dibencinya?
Semua perjalanan hidup pemuda itu di kemas dalam novel berlatar belakang kerajaan terbesar nusantara Majapahit.
Update Setiap Hari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricky Wicaksono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Arya Wijaya
Arya tampak duduk diatas batu dipinggir sungai, dia menatap air sungai yang begitu jernih. Walau masih terasa sakit dibeberapa bagian tubuhnya, kondisinya saat ini sudah jauh lebih baik.
"Wanita itu seenaknya saja meninggalkanku disini tanpa memberi tahu jalan keluar dari sini" umpat Arya dalam hati.
Dia memandang kesekelilingnya mencoba mencari jalan keluar dari Lembah tanpa cahaya namun tidak menemukan apapun kecuali tebing yang sangat tinggi seolah mengurungnya.
"Bagaimana dia bisa pergi dari sini?" gumamnya dalam hati.
Sejak kepergian Saraswati Arya memang selalu membunuh rasa bosannya dengan duduk dipinggir sungai namun kali ini dia sudah benar benar bosan terkurung ditempat itu.
"Sial" umpat Arya sambil merebahkan tubuhnya di atas batu. Saat tubuhnya menyentuh tanah Sebuah kitab yang selalu dibawanya terjatuh dan terbawa arus sungai.
Arya segera menyambar kitab itu dan membukanya perlahan, dia takut kitab ilmu kanuragan itu rusak karena air.
Pandangannya terhenti disalah satu halaman yang menarik perhatiannya. "Jurus pedang jiwa?" Arya mengernyitkan dahinya. Dia terlihat mengingat nama jurus itu karena seperti pernah mendengarnya.
Arya memang tidak pernah membuka kitab itu semenjak seorang kakek tua memberikan padanya. Dia tidak pernah tertarik pada ilmu kanuragan apapun sebelum bertemu dengan Arkadewi.
"Jurus ini? kalau tidak salah pedang karatan itu pernah mengatakan mengenai jurus pedang jiwa".
Arya terus membuka halaman demi halaman kitab itu, dia sedikit takjub melihat gerakan yang digambarkan oleh kitab itu.
"Kecepatan dan ketepatan adalah kunci pedang Jiwa, alirkan tenaga dalam keseluruh tubuhmu perlahan dan pusatkan dalam energi hidupmu. Setiap gerakanmu akan semakin meningkat saat pedang jiwa menyatu dalam tubuhmu".
Arya menutup kitab itu setelah selesai membacanya dan memutuskan merebahkan tubuhnya kembali. Begitu banyak pertanyaan yang mucul dalam pikirannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada trah Dwipa" Arya menutup matanya berharap mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan itu.
Saat pikirannya sedang melayang tiba tiba pedang Megantara melesat dan menancap tepat diatas kepalanya.
"Apa kau ingin membunuhku hah?" umpat Arya kesal, namun belum selesai dia bicara tiba tiba sesosok tubuh muncul dihadapannya dan langsung menyerangnya.
Gerakan cepatnya membuat Arya tidak siap dan menjadi bulan bulanan pukulan Eyang wesi.
Eyang wesi baru menghentikan serangannya saat tubuh Arya membentur dinding tebing.
"Apa kau sudah gila pedang karatan?" ucap Arya sambil memegang tubuhnya yang terasa sakit akibat serangan Eyang wesi.
"Kau akan mati jika terus main main seperti ini, tak usah bermimpi untuk melindungi wanita Angin biru itu dengan kemampuanmu saat ini, kau hanya akan menjadi bebannya" Eyang wesi berteriak keras.
Arya terdiam mendengar ucapan Eyang wesi, selama ini dia memang selalu berbuat semaunya demi menutupi dendam masa lalunya.
"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" tanya Arya pelan.
"Jika kau marah luapkan, jika kau ingin tau masa lalu carilah dan jika kau ingin melindungi wanita itu jadilah kuat. Mau sampai kapan kau lari dari kenyataan?" Eyang wesi kembali menyerang Arya namun kali ini dia menggunakan hampir separuh kekuatannya.
Arya tersenyum sesaat sebelum bergerak menyambut serangan Eyang wesi. Kini dia telah memantapkan hatinya untuk menjadi kuat dan mencari sendiri kenyataan trah Dwipa.
"Tunggu aku menjadi kuat, aku akan menjemputmu" gumam Arya dalam hati.
Arya menggunakan Cakra manggilingannya untuk menyerap energi disekitarnya termasuk energi Eyang wesi.
Dia bergerak cepat sambil mengingat jurus pedang jiwa yang tadi dilihatnya.
Eyang wesi tersentak kaget saat melihat gerakan Arya, dia mengenali jurus pedang yang digunakan Arya.
"Bagaimana dia bisa menguasai jurus itu?".
"Ada yang harus kita luruskan pedang karatan, jika kau menganggapku tuan maka ikuti perintahku tapi jika kau tidak mengakuiku maka pergilah dari hadapanku". Arya tiba tiba merubah gerakannya saat sudah berada didekat Eyang wesi, dia memutar tubuhnya sedikit dan meraih pedang Megantara yang masih menancap ditanah.
"Sejak awal dia tidak mengincarku tapi pedang itu". Saat Eyang wesi berusaha menghentikan Arya, tiba tiba tubuhnya terserap oleh pedang itu. Arya menggunakan Cakra manggilingan dan mengalirkan kedalam pedang untuk menarik masuk Eyang wesi.
Eyang wesi tersenyum kecil sambil menggeleng pelan. "Kau benar benar membuatku terkejut kali ini".
Arya memejamkan mata setelah berhasil menarik Eyang wesi kedalam tubuhnya kembali. "Aku mencium aroma lahirnya pendekar terkuat sebentar lagi" ucap Arya congkak.
"Aku hanya menggunakan sedikit kekuatanku, dia sudah merasa paling hebat" umpat Eyang wesi kesal.
"Sifat bodohnya tak akan bisa berubah" balas Naga api.
"Berbicaralah sesuka hati kalian karena saat ini aku sedang menatap masa depan cerah" ucap Arya sambil Arya tertawa lantang.
***
Saraswati menghentikan langkahnya saat mereka sampai di lereng gunung Tengger. Dia meminta salah satu pendekar angin selatan untuk memeriksa jalur yang akan mereka lewati.
Salah satu pendekar tampak memisahkan diri dari rombongan dan bergerak pergi, dia melesat cepat diantara pepohonan tanpa menimbulkan suara.
"Ketua meminta kita tak menyisakan satu pendekarpun. Habisi dengan cepat dan tinggalkan pesan bahwa kita pelakunya. Ketua ingin memberi pesan pada perguruan lainnnya untuk tidak bermain api dengan Hibata".
"Apa ketua ingin memancing Masalembo keluar? bukankah anak dalam ramalan itu belum muncul?" Harika mengernyitkan dahinya.
"Aku tidak tau, sampai saat ini aku belum mengerti jalan pikirannya".
"Kau yang paling dekat dengannya, apa kau belum pernah melihat wajahnya?".
Saraswati menggeleng pelan "Dia tidak pernah mengizinkanku melihat wajahnya".
Tak lama pendekar yang tadi diminta Saraswati memeriksa keadaan kembali.
"Sepertinya mereka sudah mempersiapkan diri nona, aku melihat beberapa pendekar dari tengkorak merah ikut berjaga disana".
Saraswati tersenyum setelah mendengar laporan pendekar itu.
"Lakukan seperti biasa, ketua tak akan mau mendengar kata gagal. Aku akan membagi dua tim mulai dari sini. Aku akan menyerang dari depan dan sebagian lainnya ikut Harika memutar untuk memberi serangan kejutan". ucap Saraswati sambil memberi tanda untuk bergerak.
Saraswati bergerak dengan kecepatan tinggi namun kali ini dia seperti ingin memberi tanda kehadirannya.
Saraswati tampak melepaskan auranya saat sudah berada didekat gerbang perguruan Kerta putih. Dia menghentikan langkahnya tepat dihadapan puluhan pendekar yang berjaga.
"Siapa kalian?" bentak salah satu pendekar sambil mencabut pedangnya.
Saraswati memutar pedangnya sambil melepaskan Aura yang jauh lebih besar.
"Siapa kami itu tidak penting, hari ini akan kuhancurkan kalian tanpa sisa".
Saraswati bergerak dengan kecepatan tinggi dan menyerang kumpulan pendekar penjaga.
Gerakan pedangnya dan dukungan beberapa pendekar resimen angin selatan membuat Saraswati tanpa kesulitan membunuh semua pendekar itu. Beberapa pendekar bahkan mati tanpa bisa melawan sama sekali.
"Masuk dan habisi semuanya namun jangan pernah sentuh Tengkorak merah, mereka bagianku". ucap Saraswati.
"Baik nona".
info nya bang gimana , kalau misalnya Masih dijual chat via noveltoon ya udah saya follow