Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 8 : Fitnah tak berdasar
Namun Aria tak benar-benar sampai ke depan pintu kamar Kanaya dan memanggilnya untuk makan. Gadis yang bulan depan akan berusia enam belas tahun itu hanya berdiam diri sambil menyandarkan bahunya di salah satu pilar. Dengan gaya angkuh dia menggosok- gosokkan kuku-kukunya yang baru beberapa hari lalu di hias lalu sedikit meniup nya. Lantas dirasa waktunya cukup lama di sana ia kemudian pergi. Kelakuannya tak lepas oleh sepasang mata yang menatapnya dari tembok.
Aria kembali berjalan ke meja makan, namun sebelum benar-benar sampai di sana, ia mengubah raut wajahnya, berpura-pura sengsara, baru menghampiri orang-orang di meja makan dengan langkah gontai.
Melihat adiknya berjalan tertatih-tatih dan nampak menahan sakit, tentu saja Rajendra yang paling khawatir, dia gegas menghampiri.
"Ada apa?! "
Aria tak menjawab, malah semakin meringis. Rajendra lantas menuntun adiknya untuk duduk kembali.
"Ada apa Aria? mengapa kamu terlihat menahan sakit? dan di mana kakak mu? "tanya tuan Abiyasa yang juga tampak khawatir.
Seperkian detik kemudian Aria mengeluarkan air mata buayanya, semua sontak menatap ke arahnya.
"Hiks, aku enggak mengerti kenapa kak Naya, bisa semarah itu... " lirih nya dengan bernada penuh luka yang sebenarnya hanya kepalsuan.
"Ada apa? katakanlah, " kata Areksa, sedikit mendesak karena sudah sangat penasaran.
"Tadi aku memanggil kak Naya dengan semangat memintanya untuk keluar dan makan bersama, ku bilang semua orang di meja makan sudah menunggu kedatangannya, tapi ... tapi dia malah mendorong ku dan apa yang di bilang? .... hiks sungguh membuat ku terluka. "
"Dia bilang apa memangnya? " tanya Jendra dan yang lain juga mulai mencondongkan tubuh nya, kepo.
"Kak Naya bilang dia tidak membutuhkan perhatian palsu keluarga ini, dia juga menghina kak Jendra dan Javier yang katanya bermulut pedas, dan.. dan dia juga menyalahkan ku, karena katanya gara- gara aku kembali, sikap keluarga ini jadi berubah padanya, d- dia juga bilang jika aku adalah pembawa siall, ayah... benarkah aku anak pembawa siall, hiks, hiks... "
Setelah mendengar penuturan Aria semua orang tercengang, tak menyangka kata- kata itu berani di ucapkan oleh Kanaya. Jendra yang berdiri dulu, kursi nya sampai berderit menunjukkan betapa dia sangat marah.
"Biadabb! " hardiknya dengan wajah memerah padam.
"Rajendra, tenang kanlah dirimu, " ujar tuan Abiyasa masih terlihat tenang.
"Ini tidak bisa di biarkan pah, makin lama makin ngelunjak dia! di depan bersikap seperti korban tapi belakang dia mencemooh kita seperti itu. "
"Jendra benar, pah. " sahut Javier. "Setidaknya dia harus di beri pelajaran. Pergaulan nya yang bebas pasti yang menjadi penyebab sikapnya jadi kurang ajar seperti ini, mentang-mentang kita bisa bebaskan tanpa pengawasan, dia bisa seenaknya seperti itu. "
Areksa juga diam- diam mengepalkan tangannya. Menyesal dia telah mencari penelusuran soal kehidupan Kanaya di panti, ternyata semua perkiraan nya selama ini salah, memang Kanaya saja yang sikapnya kurang ajar seperti itu, pantas lah ia lihat bu Ratna bahkan tak menyukainya. Simpati yang sempat hadir, pupus seketika dalam hatinya.
Tuan Abiyasa akhirnya menghela napas pelan. "Baiklah kitab temui dia dulu dan meminta penjelasan apa maksud nya berbicara seperti itu. "
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Seluruh anggota keluarga kemudian berbondong- bondong menuju kamar Kanaya. Sementara Aria seolah di lindungi oleh kakak- kakaknya di tengah-tengah, diam-diam seringai liciknya muncul.
"Kita lihat Kanaya, dengan cara apa lo bakal membela diri kali ini. Ups, lupa walaupun lo membela diri lo mati- matian keluarga ini gak akan percaya, karena mereka bakal lebih percaya gue. "
Sesampainya di depan kamar Kanaya ternyata di tutup dari dalam. Jendra yang tak sabaran kemudian mengetok- ngetoknya dengan kasar seolah dunia mau runtuh saat itu juga.
Di dalam mendengar keributan itu, Kanaya berjalan tanpa ragu lalu membuka pintu nya setengah, di saat dirinya muncul di hadapan mereka di saat juga Jendra menarik kerah bajunya. Tubuhnya yang ringan terguncang keras seolah-olah Jendra ingin menc*ekik nya saat itu juga.
"Jawab pertanyaan gue, atas dasar apa lo bilang Aria adik kandung gue anak pembawa siall hah?! " Jendra yang seakan amarahnya sudah berada di ubun- ubun tiba-tiba main hakim sendiri. Tak ada yang memisahkan mereka, pak abiyasa sebagai kepala keluarga yang awalnya tegas pun terlihat seperti orang bodoh saat ini.
Kanaya tersenyum sinis.
"Jadi begini permainan kotor lo, Aria? "
Gadis malang itu membalikkan tatapan nyalak jendra dengan berani, sama sekali tak gentar.
"Atas dasar apa lo tiba-tiba nuduh gue kaya gitu, huh?! "
Rahang jendra mengeras, sorot matanya semakin bengis memandang Kanaya, tak suka dengan perlawanan yang tak pernah di lakukan gadis itu sebelumnya. "Masih berani ngelak lo?! " suaranya menggelegar, ia mengucapkan nya tepat di wajah Kanaya.
"Padahal Aria datang kesini baik- baik ngajak lo buat makan malam, tapi balasan lo? lo malah ngehina dia, ngehina keluarga ini di belakang, gak tau bales budi lo! "
"Sudah Rajendra! " Seru areksa, dia maju karena tak tahan mendengar ocehan Jendra. sebelumnya dia masih bimbang dengan perasaannya sendiri, bimbang mempercayai antara Kanaya benar-benar mengatakannya atau tidak. Tapi begitu melihat adik keduanya yang sudah keterlaluan, dia tidak bisa berdiam diri lagi.
"Cukup Jendra! " sentak Areksa memisahkan mereka.
"Dia duluan bang! " Jendra masih tetap ngotot.
"Ya tapi lo gak bisa gitu juga. Setidaknya kalau gak bisa ngehargain dia sebagai adik, hargain dia sebagai perempuan, Ndra. sikap lo tadi udah keterlaluan! "
Deg!
Semua orang langsung terdiam dengan perkataan yang di lontarkan Areksa.
Hening, tak yang ada berani berbicara lagi. Tapi bagi Jendra yang sudah tertutup mata hatinya karena hasutan Aria, dia masih merasa belum puas sebelum bisa membuat Kanaya menyesali ucapannya.
"Lo dasar anak pungut pembawa huru- hara. Sebelum kedatangan lo, kita semua hidup dalam kedamaian, tapi gara- gara lo kembali, semuanya berubah kaya bencana, bukan Aria yang pembawa siall, tapi lo! lo Kanaya!" katanya sambil menunjuk ke depan wajah Kanaya.
Plak!
Tamparan datang dari tuan Abiyasa untuk putranya yang satu itu. Jendra diam membeku setelah mendapatkan cap lima jari dari ayahnya.
"Sudah bicara nya? " suara tuan abiyasa tegas dan dalam. "Sejak kapan jadi mempunyai sifat tempramental seperti ini Rajendra? " terlihat kemarahan dan kekecewaan di wajahnya.
Di tengah kericuhan itu, terdengar Kanaya tertawa yang membuat mereka langsung menoleh ke arahnya.
"Sudahkah kalian dengan drama keluarga ini? " tanyanya, tawanya malah terdengar menyayat hati.
Ia kemudian menatap satu persatu orang yang ada di situ. "Aku sejak tadi diam karena ingin melihat sejauh mana, dia! " Kanaya menunjuk Aria. "Mencuci otak kalian! "
Ctak! Kanaya kemudian menyalakan lampu kamarnya dan kemudian membuka pintunya lebar- lebar.
"Lihatlah, aku sejak tadi sedang makan. Mbak Ratmi yang membawakan makanan ke kamar ku. Tak ada Aria yang mengajak ku untuk makan malam, seperti yang lo bilang. " Dia menatap Jendra.
Semuanya lagi- lagi hanya bisa diam, menerima fakta yang sebenarnya berbanding terbalik dengan apa yang mereka tuduhkan.
"Daripada sibuk menginterogasi ku, kenapa tidak tanyakan saja pada tuan putri kalian, kenapa bisa menuduh ku seperti itu? "
****