Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikmati Masa Cuti
Kehamilan Kinar tak terasa sudah masuk di bulan ke tujuh. Dia sudah dicutikan oleh Dokter Radit. Sehingga kini Kinar hanya menghabiskan waktunya di apartemen. Jangan lupakan sikap dingin dan datar Dokter Radit itu masih mendarah daging.
"Wah lagi ngerajut apa nih, Mbak?"
Kinar sedang merajut di sofa ketika Bi Isah membawakannya cemilan berupa tahu isi sayur. Memghurup aromanya saja Kinar sudah tak sabar untuk segera mencicipi.
"Mau bikin sweater buat si dedek, Bi!" sahut Kinar, meletakkan kerjaannya di sampingnya.
"Wih keren Mbak Kinar bisa ngerajut juga ternyata. Si dedek nanti pasti seneng banget dapet sweater hasil jerih payah tangan Bundanya sendiri," ucap Bi Isah dengan bergumam kagum.
"Bibi berlebihan." Kinar terkekeh sebelum mencomot tahu isi dan memakannya. Rasanya enak, sesuai ekspetasinya. Bi Isah ini memang selalu pandai membuat makanan enak, Kinar tak meragukannya lagi.
Ini sudah seminggu sejak Kinar cuti. Sehari dua hari lalu, dia masih merasa bosan dan tak tahan hanya duduk diam di apartemen. Namun, setelah beberapa kemudian dia mulai mencari kesibukan sendiri. Seperti menanami balkon apartemen dengan bunga-bunga di pot, membaca buku novel, dan merajut seperti saat ini. Oh, satu lagi... Dia mulai menyukai drama korea yang sering ditonton anak-anak remaja. Awalnya Kinar hanya bosan, tapi ketika ia menscrol sosial media, teaser drama itu tak sengaja lewat di berandanya yang memancing rasa penasaran Kinar, dan berakhir dengan ia yang meraton nonton sampai matanya terasa perih memandangi layar handphone. Kapan-kapan ia akan meminjam laptop Dokter Radit, itu pun jika diizinkan.
"Kamu mulai aneh. Sering senyum-senyum sendiri, terus tiba-tiba nangis sendiri. Kamu gak mulai stres kan karena terkurung di apartemen," ucap Dokter Radit suatu malam ketika mereka sedang makan.
"Gak kok, Mas. Aku sering senyum-senyum sendiri sama suka nangis itu karena nonton drakor sama baca novel. Kalau novelnya sedih, kadang aku ikutan kebawa sedihnya sampai nangis gitu," sahut Kinar saat itu.
"Konyol! Jangan sering-sering nanti anakku jadi cengeng!"
Begitulah tanggapan Dokter Radit kala itu. Menyebalkan betul memang. Sikap cuek dan wajah datarnya itu kadang minta sesekali untuk dikasih pelajaran. Sejak cuti juga Kinar jadi jarang ketemu Ibu Sonia yang biasanya tiap hari ke rumah sakit. Dia tiba-tiba kangen dengan wanita baya itu, tapi ya dia bisa apa.
Memasuki di bulam ke delapan kehamilan, Kinar sudah merasakan pinggang dan betisnya sering pegal, padahal dia gak melakukan pekerjaan berat apa-apa. Dia hanya jalan-jalan pagi di depan komplek apartemen ketika membeli sarapan, dan pulangnya ia sudah merasa pegal. Benar-benar luar biasa memang. Ada juga ketika malam ia hanya ditinggal sendiri di aartemen karena Dokter Radit yang harus ke rumah sakit karena ada operasi mendadak. Malam itu Kinar begitu ingin sekali makan nasi kuning, tapi dia tak tahu harus mencari kemana. Dengan pertimbangan berat, Kinar akhirnya menghubungi si dokter es itu, dan panggilannya baru diterima dipanggilan ke empat ketika 3 panggilan lainnya ditolak.
Seperti malam ini, Kinar membunuh kebosanannya dengan menonton drama korea. Ia duduk di sofa ruang tamu, di sofa seberangnya ada Dokter Radit yang fokus pada laptopnya, memeriksa pekerjaan. Suara cekikikan Kinar itu membuat Dokter Radit mengangkat pandangan ke arah Kinar yang duduk di sofa dengan memangku bantal sofa dan memegang handphone.
"Kamu berisik banget, Kinar!" ucap Dokter Radit datar.
Kinar menoleh dan acuh tak acuh. Masa bodoh lah. Ia kembali melanjutkan menontonnya. Dokter Radit yang merasa diabaikan pun merasa kesal. Ia pun menshut down laptopnya, dan menutup benda itu. Dengan langkah ringan, Dokter Radit duduk di sofa samping Kinar. Dia mengernyit melihat tontonan Kinar.
"Kamu nonton drakor? Sejak kapan?" tanya Dokter Radit masih datar.
"Sebulan yang lalu kalau gak salah. Sejak mulai cuti aku kan bisan di apartemen gak ngapa-ngapain, jadi aku cari kesibukan dan ini... Nonton drakor," sahut Kinar tanpa menoleh pada Dokter Radit.
Dokter Radit diam setelah itu. Dia memperhatikan Kinar yang masih fokus menonton, tiba-tiba saja ide jahil menghampirinya. Ia pun merampas handphone milik Kinar dan menyembunyikan di balik punggungnya.
"Mas! Balikin handphoneku! Itu lagi seru-serunya ih ganggu aja, ngeselin banget!' ucap Kinar menggerutu dengan bibir mencebik.
"Gak. Saya mau ngomong sama kamu. Jadi, kamu berhenti dulu nontonnya."
Kinar merengut, tapi mengangguk juga akhirnya.
"Lusa kita belanja perlengkapan bayi. Besok kamu dijemput Pak Beni untuk ke rumah sakit. Kita cek kandunganmu, kita ketemuan di rumah sakit saja," ucap Dokter Radit masih dalam wajah datar mengatakan itu.
Kinar mengangguk, "ok!" sahutnya.
"Satu lagi! Gak usah ngobrol-ngobrol sama Dokter itu. Waktu kamu sudah sampai rumah sakit, langsung ke ruangan saya saja dan tunggu saya di sana. Paham?" ujar Dokter Radit panjang dengan netra memicing memperingati Kinar.
"Iya, iya. Takut amat sih saya ngobrol sama Dokter Ardi, lagian kan cuma ngobrol gak sampai pegangan tangan apa lagi pel--"
"Berisik!" ucap Dokter Radit setelahnya menjauhkan tangannya yang tadi menutup mulut Kinar.
"Sensian amat!" gerutu Kinar kesal.
"Mulutmu itu!" sahut Dokter Radit yang mendengar gerutuan Kinar itu.
"Aw!" Kinar meringis mendapatkan tendangan yang cukup keras dari dalam perutnya. Sepertinya si calon anaknya ini protes padanya karena dia mengejek sang ayah. Dasar anak Dokter Radit! Tahu saja jika dia kesal pada pak dokter maka si dedek ini akan protes dengan gerakan brutal begini.
"Kenapa?" tanya Dokter Radit cemas.
"Dia nendang!" sahut Kinar menyingkirkan bantal sofa yang tadi ia pangku, kinj mengusap perutnya yang begitu buncit di balik daster rumahannya.
Dokter Radit terdiam. Ia menatap termanggu pada perut besar Kinar. Ragu tangan lelaki itu hendak menyentuh perut buncit Kinar, tapi hanya mengambang di atas perut. Kinar yang melihat itu pun berinisiatif mengambil tangan besar lelaki itu dan meletakkan di perutnya yang buncit.
Dokter Radit mengangkat pandangan pada Kinar. Ia masih berekspresi datar. Tangannya yang berada di perut Kinar dapat merasakan gerakan kuat dari dalam perut wanita itu.
"Kencang banget gerakannya!" gumam Dokter Radit tanoa sadar tangannya sudah membuat gerakan mengelus menenangkan si jabang bayi di rahim sang ibu.
Kinar mengangguk dengan ringisan, "iya, aku sampai kewalahan kadang kalau dia sudah aktif bergerak gini. Wajar sih dia kan cowok," sahut Kinar. Ya, mereka memeriksa jenis kelamin si jabang bayi ketika usia kandungan Kinar baru masuk usia tujuh bulan lalu.
Kedua calon orang tua itu masih menikmati euforia karena gerakan si kecil dalam perut sang ibu. Dokter Radit tak sadar jika senyum yang selama ini tak pernah ia tunjukkan, kini tersungging ketika ia mengusap-ngusap penuh kelembutan perut buncit Kinar. Suster Kinar memotret dalam ingatannya senyum cerah si dokter es itu. Ia akan mengingat senyum itu nanti.
...Bersambung.... ...
Gimana-gimana? seneng gak aku kasih double up?😅 Awas kalau minta nambah lagi aku kasih peluk satu-satu nanti kaleannn 😂
Alhamdulillah terima kasih ya readersku tercinta atas doa dan support kalian aku sudah sembuh dan bisa beraktivitas kembali 💃
Doain anak mak yang satu ini bisa bikin mak narik bulan depan, hehe 😄 aamiin 😇
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!