Dua putaran matahari ia lewati bersama laki laki yang sama dengan rasa yang berbeda
Cinta yang menggebu penuh dengan dambaan yang berakhir dengan kekecewaan kemudian mundur untuk memberikan ruang.
Cinta kedua yang dibelit oleh takdir karena kesalahpahaman namun berakhir untuk saling mengistimewakan menutup semua luka yang pernah ada.
Rembulan, berapa putaran bumi kau butuhkan untuk meyakinkan bahwa dia adalah laki-laki pilihan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShanTi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilih Aku untuk Kali ini Saja
Bulan POV
Kantor Papanya Afi ternyata memang besar, interior kantor nya lumayan terlihat mewah. Kata Afi bisnis Papanya itu adalah ekspor impor mesin dan alat berat, fuiiih bisnis yang berat pikirku.
Sebagian karyawan tampak mulai pulang, di lantai satu tampak menjadi area untuk menerima tamu dan ruang tunggu tamu sekaligus tempat mendisplay foto dan miniatur alat dan produk yang menjadi andalan dari bisnisnya. Hebat juga, ternyata Afi memiliki Papa yang sukses dalam berbisnis. Mestinya dia tinggal santai saja menikmati fasilitas, tapi kalau sehari-hari anak itu tampak seperti berasal dari keluarga menengah biasa.
“Saya Afi… ada janji dengan Pak Bhanu Senggala” ucap Afi pendek kepada repsesionis.
“Oya tadi Pak Bhanu sudah menyampaikan kalau Mbak Afi diminta langsung ke lantai 3 … silahkan, ada Bu Esty sekretaris Pak Direktur di atas” jam segini resepsionis nya masih belum pulang pikirku terbayang kalau Direkturnya pulang malam dia juga mesti stay tune.
“Yuk Bul… “ suara Afi memecah perhatianku pada miniatur alat berat yang tampak lucu dipajang, kalau miniatur sih terlihat lucu, tapi kalau aslinya pasti segede gajah...hehehe.
“Aku gak usah masuk ke kantor Papa kamu yaaa”
“Nungguin di luar aja… gak enak lagian” ucapku mengejar Afi yang berjalan cepat ke lift. Hmmm cuma tiga lantai aja pake lift, padahal mah bisa dipakai buat olahraga...hehehe
“Iya gak apa-apa.. Kamu tunggu di luar tapi nanti kalau ngedenger aku teriak kamu mesti masuk” ucapnya, ini kaya mau ke medan perang aja pikirku.
“Mana air doa” tangannya meminta botol minumku
“Lah kan tadi kamu abisin…” ucapku heran, sampai gak sadar negak air setengah botol.
“Nerpeus nih gw…” ucapnya sambil narik napas, aku tersenyum, terbayang dua tahun gak ketemu orang tua ternyata bikin deg-deg an juga. Ampun deh si Afi sampai dua tahun gak ketemuan sama Papanya.
“Sini aku tiup ubun-ubun kamu biar tenang… aku bacain jampi-jampi” aku menarik kepalanya dan meniupinya sambil membaca doa.
“Fuuuuuh…. Tenang, lancar hasil maksad” ucapku… doa yang selalu Bapak bacakan ke kepalaku kalau aku mau pulang kembali ke Jakarta dari Bandung.
“Berbakat lu Mbul jadi dukun…” kurang ajar dasar… dikasih doa sebener-bener malah disebut dukun.
Ternyata lantai tiga adalah ruangan khusus untuk kantor dan ruang rapat, karena begitu pintu lift terbuka terlihat ruangan seperti ruang pertemuan. Afi berjalan menuju meja sekretaris Papanya.
“Mba Afi yah… sudah ditunggu Bapak dari tadi” seorang sekretaris setengah baya berdiri mendahului Afi menuju pintu.
“Fi aku tunggu disini,” aku menunjuk sofa yang ada di depan ruangan Papanya Afi, ia mengangguk mukanya tampak dingin, tapi aku tahu kalau dia sebenarnya galau, takut dan merasa grogi. Afi paling pandai menutupi perasaannya dengan cara menutup ekspresi menjadi murung dan pendiam. Ternyata disini kesamaan antara Afi dan Kak Juno pikirku cenderung murung dan pendiam kalau banyak pikiran.
Author POV
Sekretaris Papa Afi membuka pintu ruangan, tampak Bhanu yang sedang duduk di meja kerjanya. Afi masuk dengan ragu-ragu, khawatir ada perempuan yang selalu ia hindari untuk bertemu.
“Masuk Afi…” suara Bhanu terdengar tercekat, sudah hampir dua tahun ia tidak melihat putrinya. Afi masuk dan mendekat ke meja kerja, tatapannya sulit untuk dijelaskan tapi yang jelas lebih banyak kesedihan yang terpancar saat memandang Bhanu.
“Papa… apa kabar?” suara Afi juga terdengar tercekat. Ia kemudian duduk di kursi depan Bhanu.
“Kamu sudah lama gak ketemu Papa… gak pengen peluk atau salam sama Papa” Bhanu memandang Afi dengan tatapan sayu, terlihat tatapan bersalah melihat anak gadisnya yang tumbuh tanpa pengawasannya. Afi berdiri dengan ragu mendekat mengulurkan tangan dan akhirnya salim.
Bhanu berdiri dan memeluk putrinya dengan penuh rasa sayang.
“Kamu semakin terlihat dewasa, kacamata kamu tambah tebal yaah… “ Bhanu mencium kepala Afi kemudian tersenyum.
“Kamu masih suka males keramas, bau asem rambutnya masih sama..” Bhanu menggoyang-goyangkan kepala Afi yang tampak pasrah saja diperlakukan seperti itu.
“Kenapa baru sekarang kamu ketemu Papa, mentang-mentang sudah punya gaji sendiri yaah, udah gak butuh Papa” Afi mendengus kemudian duduk di kursi depan meja Bhanu.
“Hidup itu kan memang mengikuti hukum ekonomi… ada kebutuhan ada barang” jawab Afi asal.
“Aku dulu belum punya uang jadi masih butuh Papa apapun kondisinya… karena yang aku butuhkan dari Papa cuma uangnya” jawab Afi sinis, Bhanu menarik nafas, ia sudah menyiapkan mental untuk menyabarkan dirinya karena memang kesalahan ada pada dirinya.
“Iya Papa memang hanya bisa memberikan uang untuk bisa memastikan kalian hidup dengan baik” Bhanu menjawab pelan.
“Sekarang aku kesini juga karena ada kebutuhan… Aku butuh Papa untuk menerima keluarga Nico nanti di acara tunangan” ucap Afi singkat.
“Tapi aku minta Papa datang sendiri tanpa perempuan itu”
“Aku gak mau keluarga Nico melihat rusaknya keluarga kita”
“Aku gak mau Mama menangis lagi malam-malam kalau udah ketemu Papa sama perempuan itu”
Afi langsung mengungkapkan semua perasaannya tanpa basa-basi. Bhanu menarik nafas, ia sudah tahu sebelumnya kalau Afi akan bertunangan. Nissa sudah mengirimkan pesan padanya minggu kemarin.
“Kapan acaranya?” tanyanya pelan
“Dua minggu lagi rencananya, bisa maju bisa mundur” Afi menatap Papanya dengan tatapan tajam.
“Papa akan usahakan” Bhanu menjawab lirih.
“Aku butuh kepastian, bisa atau tidak. Soalnya aku harus menyiapkan acara, siapa yang menerima tamu dan pembawa acara” Afi berkata dengan tegas.
Bhanu diam sulit baginya untuk bisa menjawab dengan tegas.
“Kalau Papa tidak bisa hadir di acara tunangan aku, untuk acara nikahan nanti aku juga akan meminta Kak Juno sebagai wali nikah aku” sambung Afi dengan cepat.
“Kenapa kamu berkata seperti itu, kamu putri Papa satu-satunya… tentu saja Papa yang harus menikahkan kamu” Bhanu langsung menjawab dengan keras. Dari pernikahannya dengan Janet, Bhanu hanya memiliki dua orang anak laki-laki.
“Ya kalau Papa masih menganggap Afi sebagai putri Papa terima permintaan Afi”
“Aku gak pernah meminta apapun sama Papa selama ini”
“Paling tidak untuk “KEBUTUHAN” ku yang satu ini Papa penuhi”
“Mungkin ini adalah permintaanku yang terakhir untuk Papa”
Ucapan Afi yang terakhir bersamaan dengan pintu kantor yang terbuka dan seorang perempuan setengah baya masuk dengan langkah yang tegas.
“Ada tamu rupanya” Janet tersenyum sinis.
“Dia yang kamu bilang tamu sampai harus pulang terlambat” sindir Janet pada Bhanu yang hanya membuang muka melihat kedatangan istrinya.
“Ada apa ini? tumben datang ke kantor, ada keperluan apa?” Janet menatap Afi tajam.
“Tidak ada urusan dengan kamu, urusan sudah selesai” Afi langsung berdiri dan menatap Papanya dengan muka yang penuh dengan kekesalan dan kepedihan.
“Tidak pernah punya sopan santun, salah didikan kayanya” Janet kembali memprovokasi.
Afi yang mendengar Mamanya disebut salah mendidik langsung mendidih. Ia berbalik dan kemudian berdiri menantang Janet.
“Yang salah didikan itu situ… sudah tau laki-laki punya istri masih aja digangguin… situ waras” Afi langsung menyambar dengan suara yang keras.
Bulan yang ada di luar ruangan bisa mendengar suara pertengkaran di ruangan kantor Papa Afi. Pintu yang tidak tertutup dan kewaspadaan Bulan meningkat saat Janet masuk ke ruangan, ia sudah memperkirakan kalau perempuan itu adalah istri Bhanu yang kedua. Ia langsung berlari masuk ke dalam ruangan, dilihatnya Afi sedang berdiri menantang ibu tirinya, badan Afi yang kecil terlihat seperti timpang dengan Janet yang tinggi dan memakai sepatu heels.
“Dasar anak kurang ajar…” Janet mengangkat tangan untuk menampar muka Afi.
“Janeeet… jangan..”suara Bhanu menghentikan gerakan tangan Janet.
“Dia tidak sopan Mas… “ Janet membela dirinya dan tampak tidak terima.
“SUDAH AKU BILANG JANGAN GANGGU DIA, makanya aku tidak mau kamu tahu supaya tidak terjadi keributan seperti ini” Bhanu berkata dengan keras, kepalanya terasa pusing.
Bulan mendekati sahabatnya.
“Fi… udah fi… jangan emosi sabar…” Bulan langsung memegang tangan Afi.
Afi memandang Bhanu dengan tatapan penuh kegetiran.
“Papa aku gak pernah minta apapun sama Papa… Aku bilang mungkin ini permintaanku yang terakhir….PAPA… PILIH AKU UNTUK KALI INI SAJA” Afi menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
“Dia minta apa?” Janet kembali menatap Bhanu dengan tatapan kesal.
“Aku pulang dulu” Afi berbalik dan berjalan. Bulan menarik tangannya kembali.
“Salam dulu Fi… jangan pergi begitu aja” ia menahan tangan Afi
“Ayolah….” Bulan mengusap tangan Afi mencoba menenangkan hati temannya. Afi menarik napas, ingat perkataan temannya untuk bersikap baik dan sopan pada Papanya.
Berbalik dan mendekat pada Bhanu, memeluknya dengan sepenuh hati. Bhanu balas memeluk Afi dengan penuh kesedihan, matanya berkaca-kaca, mencium kepala anaknya berulangkali, sampai sekarang masih saja malas keramas sehingga selalu saja bau asem saat dicium.
“Maafkan Papa sayang, nanti Papa akan datang, Afi jadi anak yang baik yaa… Papa selalu sayang dan mendoakan Afi dan Juno. Kalian anak-anak Papa yang terbaik” air mata menetes di pipi Bhanu.
“Huh kalau ada maunya aja baru datang … “ Janet kembali memicu pertikaian. Bulan menatap perempuan ini dengan tatapan kesal. Ingin rasanya membuat perempuan di depannya menjadi origami bentuk kodok… dilempar ke kolam supaya bisa hilang ke dalam air.
“Papa … Afi pulang dulu” salim dan berjalan melewati Janet dengan gerak badan yang tergesa, membenturkan tubuhnya dengan sengaja hingga Janet terhuyung ke belakang.
“Anak kurang ajar…” Janet berteriak keras.
“Janeeeet…” Bhanu kembali berteriak, membuat Afi bergegas keluar ruangan sambil nyengir bergandengan tangan dengan Bulan membuatnya merasa punya pasukan.
“Nama Janet mirip sama Jamet… hahahahahah lagak lu kaya anak metal” Afi berteriak sambil berlari ke arah lift. Bulan menggeleng-gelengkan kepalanya, kelakuan temannya memang bikin hidup lebih hidup.
walaupun udah baca berulang ,tetap saja masih ngakak
astaganaga wkwkwkwkwkwkwkwk
Tetap terus berkarya ya Kak... ditunggu karya berikutnya..../Kiss/