"Kenapa kau suka sekali ikut campur dengan urusan pribadiku?"
"Karena aku sedang mencari celah untuk mendekatimu dan merebut dirimu dari suamimu yang brengsek itu," jawab Hansel blak-blakan.
Jatuh cinta pada seorang gadis bukanlah hal yang memalukan. Tapi bagaimana jika ternyata kau jatuh cinta pada seorang wanita yang berstatus sebagai istri dari pria lain?
Hal inilah yang dirasakan oleh seorang Hansel Abraham. Hansel jatuh cinta pada Hanni, perawat pribadinya yang saat ini menyandang status sebagai istri dari Raymond Damara.
Langkah apa yang akhirnya akan diambil oleh seorang Hansel Abraham?
Apakah Hansel akan merelakan Hanni tetap bersama Raymond?
Atau Hansel akan menggunakan segala cara untuk merebut Hanni dari pelukan Raymond?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bundew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INGKAR
[Ray, aku minta maaf karena tidak bisa menemuimu di cutiku bulan ini. Aku harus pulang dan melihat kondisi ibu] -Hanni-
Raymond membaca dengan frustasi pesan singkat dari Hanni. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar di lehernya dan memijit pelipisnya berulang kali.
Raymond merasa hubungannya dengan Hanni belakangan ini semakin rumit saja. Belum lagi sikap Renata yang lembut dan begitu perhatian pada Raymond, semakin membuat Raymond tidak enak hati jika terus bersikap cuek.
Mau tidak mau, Raymond juga mulai memberikan perhatiannya pada Renata sekarang.
Raymond turun dari mobil dan berjalan cepat menuju teras rumahnya.
Renata terlihat keluar dari rumah dan sudah berpenampilan rapi.
"Hai. Kau sudah pulang?" Renata menyapa Raymond dan memasang senyuman manis.
"Kau mau kemana, Re?" Tanya Raymond seraya memindai penampilan Renata dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Perasaan Raymond saja, atau Renata memang terlihat cantik dari hari ke hari?
"Aku ingin ke rumah Abang Alan. Dan mungkin aku akan menginap di sana malam ini," jawab Renata menjelaskan.
"Aku akan mengantarmu," ucap Raymond cepat.
"Tidak usah, Ray! Kau terlihat lelah. Aku tidak mau merepotkanmu," tolak Renata sehalus mungkin.
"Tidak apa. Aku akan mandi sebentar. Aku juga ingin bicara beberapa hal dengan abang Alan," ujar Raymond mencari alasan.
"Ayo masuk dulu!" Raymond merangkul Renata dan mengajak istrinya tersebut masuk kembali ke rumah.
****
Raymond dan Renata baru tiba di rumah Alannaro saat langit sudah beranjak gelap.
"Malam, Bang!" Renata menyapa Alan dengan hangat.
Raymond ikut menyapa abang iparnya tersebut.
"Bagaimana kabar kalian berdua?" Tanya Alannaro berbasa-basi.
Mereka bertiga kini duduk di sofa ruang tengah.
"Baik, dan sedikit sibuk," Raymond yang terlebih dulu menjawab pertanyaan Alan.
Renata hanya menyimak obrolan dua pria di hadapannya tersebut. Kepala Renata mendadak terasa pusing. Wanita itu berulang kali memijit kepalanya yang terasa sakit.
"Kau baik-baik saja, Re?" Tanya Raymond khawatir karena melihat wajah Renata yang sedikit pucat.
"Hanya sedikit pusing. Mungkin sebaiknya aku ke kamar dan beristirahat," Renata sudah beranjak dari duduknya.
"Aku antar," tawar Raymond cepat.
"Tidak usah, Ray. Aku bisa sendiri. Kalian lanjutkan saja obrolan pria kalian," tolak Renata seraya terkekeh.
Wanita itu sudah berlalu dan naik tangga menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua.
Raymond kembali duduk dan mengobrol bersama Alannaro.
"Kau sudah membawa Renata ke dokter?" Tanya Alannaro seraya menuangkan wine ke gelas Raymond.
"Ke dokter?" Raymond tampak tidak paham.
"Mungkin Renata hamil," ucap Alannaro sebelum menyesap wine di gelasnya.
Raymond tentu saja terkejut dengan ucapan Alannaro.
Renata hamil?
Yang benar saja. Sejak dirinya dan Renata resmi menjadi pasangan suami istri, Raymond belum pernah sekalipun menyentuh Renata.
Jadi, mana mungkin Renata hamil?
"Minumlah, Ray!" Ucap Alannaro selanjutnya seraya menyodorkan segelas wine pada Raymond.
Raymond terpaksa meminum wine yang sudah dituang Alan ke dalam gelas miliknya. Sudah cukup lama, Raymond tidak minum minuman seperti ini. Semoga Raymond tidak mabuk malam ini.
****
Lewat tengah malam, Raymond masuk ke kamar Renata dengan langkah sempoyongan.
"Kau belum tidur?" Tanya Raymond pada Renata yang masih mengotak-atik laptopnya.
"Aku tidak bisa tidur. Jadi aku menonton film," jawab Renata tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
"Kau sudah selesai mengobrol dengan abang Alan?" Tanya Renata lagi kali ini menoleh ke arah Raymond.
"Sudah," jawab Raymond yang langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Kedua mata Raymond terlihat merah.
"Ray, apa kau baik-baik saja?" Renata segera menyingkirkan laptop dari pangkuannya dan bergegas menghampiri Raymond yang kini berbaring telentang.
"Ray!" Renata menepuk-nepuk pipi suaminya tersebut.
"Kau cantik sekali malam ini, Renata," Raymond mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Renata.
Renata hanya diam dan berusaha menikmati sentuhan intim tangan Raymond. Sudah sejak lama Renata merindukan sentuhan seperti ini.
Wanita itu memejamkan matanya.
Tangan Raymond terus menelusuri inchi demi inchi wajah Renata. Jemari Raymond berhenti tepat di bibir Renata yang ranum dan menggiurkan. Raymond memainkan jarinya di bibir Renata tersebut.
"Boleh aku menciummu?" Tanya Raymond yang tak berhenti menatap pada wajah Renata.
Renata mengangguk samar.
Tak bisa dipungkiri, jika Renata juga ingin disentuh oleh Raymond malam ini.
Raymond langsung mel*mat bibir Renata dan menciumnya dengan bertubi-tubi. Renata sendiri hanya pasrah, saat Raymond mulai membuka satu persatu kancing piyamanya.
Raymond masih antara sadar dan tidak saat tangannya mulai melucuti satu persatu pakaian yang dikenakan Renata.
Raymond seperti tidak bisa lagi menahan hasratnya saat melihat tubuh sempurna Renata tanpa sehelai benangpun yang kini ada di bawah kungkungannya.
Raymond terus menelusuri dan mencecap inchi demi inchi tubuh polos itu. Dan Renata sama sekali tidak menolaknya. Wanita itu terlihat menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh Raymond.
"Kau sudah pernah melakukannya?" Tanya Raymond yang kini bersiap memasuki Renata.
Renata menggeleng,
"Kau yang pertama, Ray," lirih Renata seraya mengusap wajah Raymond.
Raymond memejamkan matanya dan menikmati sentuhan lembut tangan Renata di wajahnya.
Dengan sangat perlahan, Raymond mulai menyentak masuk ke dalam milik Renata. Dua tubuh polos itu kini sudah menyatu dalam pergumulan yang panas.
"Maafkan aku, Renata," lirih Raymond sesaat setelah mereka berdua mencapai puncak dan pelepasan masing-masing.
Renata memeluk erat tubuh Raymond yang masih ada di atasnya.
"Tidak perlu minta maaf, Ray! Kau tidak menyakitiku," ucap Renata yang kini terisak.
Renata sedang terisak bahagia, karena akhirnya Raymond mau menyentuhnya.
"Aku sudah mengingkari janji di antara kita berdua. Aku sudah melanggar janji, Re! Aku sudah menyentuhmu," ucap Raymond lagi dengan rasa bersalah yang memenuhi dadanya.
Renata menggeleng,
"Kau suamiku, Ray! Dan aku mencintaimu," kata Renata yang kini menatap dalam pada netra milik Raymond.
Raymond tertegun.
"Aku mencintaimu sudah sejak lama, Ray," tangan Renata mengusap lembut wajah Raymond. Pria itu masih diam.
"Aku sudah mencintaimu saat pertama kali aku mengenalmu," sambung Renata lagi.
"Saat kau mengatakan kalau kau sudah menjadi milik Hanni, hatiku sakit. Aku mengira, jika aku tidak lagi memiliki kesempatan," nada bicara Renata berubah sendu.
"Tapi malam ini, semua ketakutanku seolah menguap pergi. Aku bahagia, Ray. Aku bahagia karena akhirnya kau mau menyentuhku dan memperlakukanku sebagai istrimu sepenuhnya," Renata meraih tangan Raymond dan menggenggamnya erat. Renata menciumi tangan Raymond berulang kali.
"Aku bahagia malam ini, Ray!" Ucap Renata sekali lagi dengan mata berbinar senang.
Raymond masih diam dan tertegun.
Tak bisa dipungkiri, jika Raymond juga menikmati malam panas ini bersama Renata.
Raymond pria normal dan bergairah.
Sesaat Raymond ingin menikmati sekali lagi tubuh indah Renata. Apa Raymond serakah?
Tapi Renata juga adalah istri sah Raymond. Jadi mungkin tidak ada yang salah dengan kejadian malam ini.
Raymond mengecup singkat bibir Renata, sebelum berguling ke sebelah Renata dan memeluk erat tubuh polos itu.
Raymond menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh Renata.
"Tidurlah, Renata!" Bisik Raymond sebelum memejamkan matanya yang kini terasa berat.
.
.
.
Terima kasih readers, untuk apresiasi positifnya.
Dukung author dengan like dan komen di bab ini.