Ashilla, seorang buruh pabrik, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga demi menutupi utang judi ayahnya. Di balik penampilannya yang tangguh, ia menyimpan luka fisik dan batin akibat kekerasan di rumah. Setiap hari ia berjuang menembus shift pagi dan malam, panas maupun hujan, hanya untuk melihat gajinya habis tak bersisa.
Di tengah kelelahan, Ashilla menemukan sandaran pada Rifal, rekan kerjanya yang peduli. Namun, ia juga mencari pelarian di sebuah gudang kosong untuk merokok dan menyendiri—hal yang memicu konflik tajam dengan Reyhan, kakak laki-lakinya yang sudah mapan namun lepas tangan dari masalah keluarga.
Kisah ini mengikuti perjuangan Ashilla menentukan batas antara bakti dan harga diri. Ia harus memilih: terus menjadi korban demi kebahagiaan ibunya, atau berhenti menjadi "mesin uang" dan mencari kebebasannya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MissSHalalalal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 : AKU MENOLAK!
Suasana hangat yang sempat tercipta oleh isak tangis Ayah seketika menguap, digantikan oleh ketegangan yang memuncak. Mas Reyhan, yang sejak tadi menahan diri, melangkah maju dengan napas memburu. Matanya kembali tertuju pada bekas lebam di leherku yang riasannya mulai luntur terkena air mata.
"Menikah?" Mas Reyhan tertawa getir, suaranya penuh dengan nada menghina. "Setelah apa yang kau lakukan padanya, kau masih berani meminta izin untuk menikahinya?"
Erlangga menyipitkan mata, rahangnya mengeras. "Jaga bicaramu, Reyhan. Aku memberikan masa depan untuk adikmu."
"Masa depan?" Mas Reyhan menarik tanganku dengan kasar dari jangkauan Erlangga, menyentakkan tubuhku hingga aku berdiri di belakang punggungnya. Ia menyingsingkan lengan bajuku, menunjukkan bekas cengkeraman kebiruan yang masih jelas di sana. "Ini yang kau sebut masa depan? Menyakitinya seperti binatang?!"
Mas Reyhan menoleh ke arah Ayah yang tertegun, lalu kembali menatap Erlangga dengan kebencian murni. "Aku memang butuh uang untuk pengobatan orang tuaku, dan aku tahu keluarga kami sedang hancur. Tapi aku tidak akan pernah menjual adikku kepada monster sepertimu!"
"Reyhan, tenanglah..." Mbak Lisa mencoba menengahi, takut akan kekuasaan Erlangga, namun Mas Reyhan tidak bergeming.
"Aku menolak!" teriak Mas Reyhan lantang, suaranya menggema di seluruh ruangan. "Aku tidak sudi dia menikah denganmu. Silakan ambil semua uangmu, tarik semua fasilitasmu, tapi bawa kaki busukmu keluar dari rumah ini sekarang juga!"
Erlangga berdiri membeku. Tidak pernah ada yang berani menentangnya seperti ini. Matanya berkilat gelap, auranya berubah menjadi sangat berbahaya. Ia tidak menatap Mas Reyhan, melainkan menatapku yang sedang gemetar di belakang punggung kakakku.
"Ashilla," suara Erlangga terdengar rendah, tenang, namun penuh ancaman tersembunyi. "Apakah ini keinginanmu juga? Kau tahu betul apa konsekuensinya jika kau membatalkan kesepakatan kita. Ingat kondisi ibumu."
Aku melihat ke arah Ibu yang terbaring lemah di kamar, lalu ke arah Ayah yang lumpuh. Ancaman Erlangga sangat jelas: jika aku mengikuti Mas Reyhan, keluargaku akan kehilangan segalanya dalam sekejap.
"Dia tidak akan pergi ke mana-mana!" Mas Reyhan bersikeras, meskipun ia tahu ia sedang melawan raksasa.
Erlangga meledak marah. Matanya yang gelap berkilat dengan amarah yang murni, memancarkan aura predator yang membuat seisi ruangan seolah kehabisan oksigen. Ia tidak terbiasa ditolak, apalagi dihina di depan wanita yang sudah ia klaim sebagai miliknya.
"Cukup!" teriak Erlangga, suaranya menggelegar menghantam dinding-dinding rumah yang sempit itu.
Dengan gerakan kilat, ia merenggut lenganku dari perlindungan Mas Reyhan. Tenaganya begitu besar hingga Mas Reyhan terhuyung. Erlangga mencengkeram rahangku, memaksaku menatap matanya yang memerah.
"Kau pikir aku sedang bernegosiasi?!" desisnya tepat di depan wajahku, mengabaikan Mas Reyhan yang mencoba kembali menyerangnya namun ditahan oleh dua pengawal Erlangga yang tiba-tiba merangsek masuk.
"Lepaskan adikku, brengsek!" raung Mas Reyhan sambil meronta. Ayah di kursi rodanya hanya bisa menangis histeris, sementara Mbak Lisa memeluk Ayah dengan tubuh gemetar.
Erlangga tertawa getir, suara tawa yang lebih menakutkan daripada teriakannya. Ia menoleh sedikit ke arah Mas Reyhan. "Kau ingin menjadi pahlawan? Baiklah. Besok, semua peralatan medis di rumah ini akan ditarik. Rumah sakit akan menolak ibumu, dan kau akan melihat ayahmu membusuk tanpa perawatan. Dan satu lagi, kembalikan tiga ratus juta itu."
"Jangan, Erlangga! Aku mohon!" aku menjerit, memegangi lengannya yang kokoh. "Jangan sakiti mereka!"
"Pilihannya ada di tanganmu, Ashilla," ucap Erlangga, suaranya mendadak tenang namun sangat mematikan. "Ikut denganku sekarang dan mereka tetap hidup, atau tetap di sini bersama kakakmu yang 'mulia' ini dan saksikan mereka mati satu per satu."
Aku menatap Mas Reyhan yang wajahnya penuh luka lecet karena ditahan paksa oleh pengawal, lalu menatap Ayah yang nyaris pingsan karena syok. Hatiku hancur berkeping-keping. Aku tahu Mas Reyhan ingin menyelamatkanku, tapi ia tidak tahu monster macam apa yang sedang kami hadapi.
"Aku ikut..." bisikku parau, nyaris tak terdengar di antara isak tangisku. "Aku ikut denganmu, Erlangga. Tolong lepaskan mereka."
"Shilla, jangan! Jangan menyerah!" teriak Mas Reyhan putus asa.
Erlangga tersenyum puas. Ia melepaskan cengkeraman di rahangku dan merangkul pinggangku dengan posesif, seolah ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dialah pemenangnya.
"Anak pintar," bisiknya lembut di telingaku, namun matanya tetap menatap tajam ke arah Mas Reyhan. "Kita pergi. Dan jangan harap kau bisa menemui mereka lagi sampai kau benar-benar resmi menjadi Nyonya Erlangga Hardiningrat."
Ia menyeretku keluar tanpa membiarkanku mengucapkan salam perpisahan. Di belakang, aku hanya bisa mendengar suara teriakan Mas Reyhan yang memanggil namaku dan tangisan pilu Ayah, sebelum pintu mobil mewah itu tertutup rapat, memisahkan aku kembali dari duniaku yang hancur.
***
BERSAMBUNG...
wah ga mati ini cuma pergi ma lelaki lain ,,