NovelToon NovelToon
WOTU

WOTU

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Kutukan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:570
Nilai: 5
Nama Author: GLADIOL MARIS

Di kota kecil Eldridge, kabut tidak pernah hanya kabut. la menyimpan rahasia, bisikan, dan bayangan yang menolak mati.

Lisa Hartman, gadis muda dengan kemampuan aneh untuk memanggil dan mengendalikan bayangan, berusaha menjalani hidup normal bersama dua sahabat masa kecilnya-Ethan, pustakawan obsesif misteri, dan Sara, sahabat realistis yang selalu ingin mereka tetap waras.

Namun ketika sebuah simbol asing muncul di tangan Lisa dan bayangan mulai berbicara padanya, mereka bertiga terseret ke dalam jalinan rahasia tua Eldridge: legenda Penjaga Tabir, orang-orang yang menjadi pintu antara dunia nyata dan dunia di balik kabut

Setiap langkah membawa mereka lebih dalam pada misteri yang membingungkan, kesalahpahaman yang menimbulkan perpecahan, dan ancaman makhluk yang hanya hidup dalam bayangan. Dan ketika semua tanda mengarah pada Lisa, satu pertanyaan pun tak terhindarkan

Apakah ia pintu menuju kegelapan atau kunci untuk menutupnya selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GLADIOL MARIS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TITIK BALIK

Pagi itu tidak membawa kelegaan.

Kabut Eldridge tidak menipis. Ia hanya berubah warna — dari abu-abu pekat malam menjadi putih pucat yang menusuk mata. Cahaya matahari tidak pernah benar-benar menyentuh tanah kota ini. Ia hanya menyelinap, malu-malu, seolah takut menyentuh apa yang tersembunyi di balik kabut.

Lisa duduk di meja dapur kayu tua, tangannya menggenggam erat cangkir keramik yang masih mengeluarkan uap tipis. Uap itu bergerak lambat, berputar seperti kabut mini yang terjebak di dalam ruangan. Ia menatapnya, bukan karena tertarik, tapi karena ia takut menatap apa pun yang lebih besar — seperti jendela, seperti tangannya sendiri, atau seperti mata Sara yang terus memandangnya dengan campuran rasa takut dan kasihan.

Malam tadi, ia bermimpi lagi.

Bukan mimpi biasa. Ini lebih seperti… panggilan.

Ia bermimpi berdiri di depan pintu besar Perpustakaan Kota Eldridge. Pintu itu terbuka perlahan, tanpa suara, tanpa angin. Di dalamnya, ia melihat lorong panjang yang diapit rak-rak buku menjulang sampai ke langit. Di ujung sana, sosok bayangan yang elegan menunggunya — bukan mengancam, tapi menyambut.

“Selamat datang, Custodian,” kata sosok itu, suaranya dalam dan tenang, seperti suara dari dalam bumi. “Kami telah menunggumu selama berabad-abad.”

Lisa terbangun dengan keringat dingin, jantung berdegup liar, dan simbol di telapak tangannya berdenyut keras — seolah ikut bermimpi, seolah ikut menjawab panggilan itu.

Dan sekarang, duduk di meja ini, ia tahu: mimpi itu bukan peringatan.

Itu adalah undangan.

Dan ia tidak bisa menolak.

Sara duduk di seberangnya, menggigit bibir bawahnya begitu keras hingga hampir berdarah. Tangannya menggenggam cangkir teh erat-erat, bukan karena haus, tapi karena ia mencari kehangatan — kehangatan fisik yang bisa menutupi kebekuan di dalam hatinya. Matanya merah, bengkak, tanda bahwa ia tidak tidur nyenyak semalaman. Mungkin ia bermimpi juga. Mungkin ia bermimpi tentang tawa anak kecil yang tidak ada, atau tentang mata hitam yang menatapnya dari langit-langit.

“Ini sudah terlalu jauh, Lis,” katanya pelan, suaranya serak, hampir pecah. “Kita… kita hampir mati di sana. Dan kita tidak menemukan apa-apa. Hanya… hanya suara, tawa, dan mata yang menatap. Kita tidak menemukan ritualnya. Kita tidak menemukan jawabannya.”

Lisa tidak menjawab. Ia hanya menatap uap dari cangkirnya, mengikuti gerakannya yang lambat, seolah waktu di rumah Bu Redfield berjalan lebih pelan dari dunia luar. Ia bisa merasakan simbol di telapak tangannya berdenyut — pelan, tenang, tapi pasti. Seperti detak jantung kedua yang mulai sinkron dengan detak jantung aslinya.

Ia menarik napas dalam-dalam. Udara pagi yang lembap dan dingin masuk ke paru-parunya, tapi anehnya, kali ini ia tidak merasa sesak. Ia merasa… ringan. Seperti jika beban raksasa yang selama ini menindih dadanya akhirnya diangkat — bukan karena hilang, tapi karena ia memilih untuk memikulnya.

“Aku tidak bisa lari,” katanya, suaranya rendah, tapi jelas. Seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam tenang — gelombangnya kecil, tapi efeknya luas.

Sara membeku. Tangannya berhenti menggenggam cangkir. Matanya melebar.

Ethan, yang sedang menulis sesuatu di buku catatannya, langsung menoleh. Matanya yang biru berkilat — bukan karena takut, tapi karena ia tahu, ini adalah momen penting. Momen di mana segalanya berubah.

“Apa maksudmu, Lis?” tanya Ethan, suaranya hati-hati.

Lisa menatap mereka berdua. Tatapannya tenang, tapi dalam. Seperti danau yang permukaannya tenang, tapi di dasarnya menyimpan arus yang kuat.

“Aku tidak bisa lari,” ulang Lisa, kali ini lebih keras, lebih tegas. Suaranya bergema pelan di ruangan dapur yang sunyi. “Setiap kali aku lari, mereka datang. Setiap kali aku tutup mata, mereka berbisik. Setiap kali aku pura-pura tidak ada, mereka justru semakin kuat.” Ia menatap tangannya sendiri, menunjukkan telapaknya yang masih berdenyut samar. “Dan simbol ini… ia tidak akan pernah hilang. Ia bagian dari diriku. Seperti jantung. Seperti napas. Seperti… aku.”

Sara menatapnya, wajahnya pucat pasi. “Lis… kau nggak harus begini. Kita bisa cari cara lain. Kita bisa—”

“Tidak ada cara lain, Sar,” potong Lisa, suaranya lembut tapi tegas, seperti suara Bu Redfield saat memberi perintah. “Bu Redfield bilang, aku adalah kuncinya. Bukan pintunya. Bukan penjaganya. Kuncinya.” Ia menatap Sara langsung ke mata. “Dan kunci… tidak bisa lari dari gemboknya. Ia harus masuk. Ia harus memutar. Ia harus membuka… atau menutup.”

Ethan mengangguk pelan, wajahnya serius, penuh pengertian. “Kau benar. Kita tidak bisa lari. Kita harus belajar. Belajar mengendalikan. Belajar memahami.” Ia menatap Lisa, matanya penuh tekad. “Dan kau harus belajar… belajar menjadi custodian.”

Lisa menatap Ethan, lalu menatap Sara. Di mata Ethan, ia melihat obsesi, kekaguman, dan janji untuk tidak pernah meninggalkannya. Di mata Sara, ia melihat ketakutan — ketakutan yang dalam, yang nyata, yang hampir membuatnya ingin kabur. Tapi di balik ketakutan itu, ada sesuatu yang lebih kuat: cinta. Cinta yang lebih besar dari ketakutannya. Cinta yang membuatnya tetap duduk di sini, meski ia ingin lari sejauh mungkin dari Eldridge.

Sara menarik napas panjang, lalu menghela napas. Matanya berkaca-kaca, tapi ia tidak menangis. Ia hanya menatap Lisa, lalu mengangguk pelan.

“Kalau kau memilih untuk meneruskannya,” kata Sara, suaranya serak, hampir pecah, “aku juga ikut. Aku nggak akan biarkan kau menghadapi ini sendirian.” Ia menelan ludah, lalu menambahkan dengan nada bercanda yang dipaksakan, “Bahkan kalau itu artinya aku harus tidur di ruang arsip bawah selamanya… aku akan bawa sleeping bag dan lilin.”

Lisa tersenyum samar. Senyum yang lelah, tapi tulus. Air matanya menggenang, tapi tidak jatuh. “Terima kasih, Sar.”

Ethan menepuk bahunya pelan. “Dan aku akan catat setiap detil. Setiap mantra. Setiap simbol. Setiap suara, setiap bayangan, setiap napas gedung itu.” Ia menatap Lisa, matanya berbinar. “Kalau mereka datang lagi… kita siap. Kali ini, kita yang akan memimpin.”

Lisa menatap mereka berdua. Sahabatnya. Teman sejak kecil. Satu-satunya orang yang masih ada di sisinya, meski dunia mulai runtuh.

Ia menatap tangannya lagi. Simbol itu berdenyut, seolah setuju.

Ini bukan akhir.

Ini adalah awal.

Awal dari perjalanan yang tidak akan pernah bisa ia tinggalkan.

Awal dari takdir yang harus ia jalani.

Awal dari dirinya yang sebenarnya.

Lisa menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri. Ia mengambil cangkirnya, meneguk tehnya sampai habis — pahit, hangat, dan menenangkan.

“Mari kita mulai,” katanya, suaranya mantap. “Aku siap belajar.”

Di luar jendela, kabut Eldridge bergerak perlahan, seolah mengangguk setuju.

Permainan telah dimulai.

Dan tidak ada lagi jalan untuk lari.

---

1
~abril(。・ω・。)ノ♡
Saya merasa seperti berada di dalam cerita itu sendiri. 🤯
GLADIOL MARIS: Semoga betah nemenin Lisa di Wotu dalam perjalannya 🤗
total 2 replies
Không có tên
Kocak abis
GLADIOL MARIS: Waduh, susah nih bikin kakak takut pas baca kayaknya⚠️
total 1 replies
GLADIOL MARIS
Halo teman-teman yang sudah menyempatkan mampir. Aku harap WOTU bisa nemenin kalian nantinya😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!