NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Kultivasi Modern
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

"Ada sebuah kisah kuno dari gulungan tua... tentang seekor naga yang tak mati meski semesta memutuskan ajalnya."

Konon, di balik tirai bintang-bintang dan bisikan langit, pernah ada satu makhluk yang tak bisa dikendalikan oleh waktu, tak bisa diukur oleh kekuatan apa pun—Sang Naga Semesta.
Ia bukan sekadar legenda. Ia adalah wujud kehendak alam, penjaga awal dan akhir, dan saksi jatuh bangunnya peradaban langit.

Namun gulungan tua itu juga mencatat akhir tragis:
Dikhianati oleh para Dewa Langit, dibakar oleh api surgawi, dan ditenggelamkan ke dalam kehampaan waktu.

Lalu, ribuan tahun berlalu. Dunia berubah. Nama sang naga dilupakan. Kisahnya dianggap dongeng.
Hingga pada suatu malam tanpa bintang, seorang anak manusia lahir—membawa jejak kekuatan purba yang tak bisa dijelaskan.

Ia bukan pahlawan. Ia bukan penjelajah.
Ia hanyalah reinkarnasi dari sesuatu yang semesta sendiri pun telah lupakan… dan takutkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Ruang tamu itu terasa terlalu sempit untuk menampung kekacauan yang baru saja terjadi sore tadi. Asterion duduk di sofa dengan wajah masam, pipinya menempel di bantal seolah bantal itu adalah satu-satunya tempat ia bisa melampiaskan rasa frustrasi.

Di hadapannya, Nebula—atau sekarang entah siapa namanya dalam bentuk manusia lusuh itu—duduk dengan mata berbinar, senyum polos, persis seperti kucing liar yang baru saja dipungut dan kini merasa dirinya sah menjadi bagian keluarga.

Asterion memutar bola matanya. Astaga, kenapa dari 18 bintang, yang pertama kali menemukan aku malah… dia?

Di samping mereka, Elsha—sang ibu, yang tadi hampir menelpon bala bantuan karena mengira putranya diculik—berusaha mengatur suasana.

“Ehm… Asterion, maaf ya, Ibu yang tadi terlalu panik.”

Asterion hanya mendengus, malas menanggapi.

Elsha melanjutkan, kali ini menoleh pada Nebula. “Dan kamu… eh, maksud saya, Pak. Terima kasih sudah tidak mempermasalahkan salah paham tadi.”

Nebula menunduk hormat, suaranya tenang.

“Tidak perlu meminta maaf, Nyonya Elsha. Bagaimanapun juga… Anda adalah wanita yang melahirkan reinkarnasi sang Ra—”

Tatapan Asterion langsung menusuk bagai pedang.

Nebula buru-buru batuk palsu. “—ehm, maksud saya… yang melahirkan Tuan Asterion.”

Suasana mendadak hening. Elsha hanya bisa terdiam, sementara Asterion menepuk dahinya keras-keras.

Ya Tuhan semesta… dari sekian banyak kemungkinan, kenapa aku harus berurusan dengan bintang yang paling idiot?

Elsha mencoba memecah kejanggalan itu dengan senyum sopan.

“Kalau boleh tahu, siapa nama Anda, Pak?”

Nebula menoleh ke Asterion. Bocah itu segera memberi isyarat jelas dengan gerakan tangan: “Jawab sesuai instruksiku, jangan ngawur!”

Sayangnya, otak Nebula menafsirkan itu dengan cara yang berbeda.

“Ah,” Nebula tersenyum percaya diri. “Panggil saja saya… Nebus.”

Asterion yang mendengarnya langsung menggigit bantal sofa dengan putus asa. NEBUS?! Itu improvisasi macam apa lagi, dasar tolol!

Elsha berkedip beberapa kali. “Nebus…?”

“Benar.” Nebula mengangguk penuh keyakinan. “Saya ingin menjadi pelayan Tuan Asterion.”

GRHHH! Asterion ingin sekali melempar meja ruang tamu. Ia menggeliat frustasi, bantal sofa nyaris robek oleh giginya.

Elsha menahan senyum canggung. “Eh… baiklah, Tuan Nebus. Yang Anda maksud… jadi bodyguard kan? Bukan… pelayan?”

Nebula menggeleng dengan polos. “Tidak. Saya tidak salah. Saya memang ingin menjadi—”

Namun tiba-tiba, sebuah transmisi suara menggema di kepalanya, suara dingin Asterion:

“Kalau kau masih mau hidup, berhenti bersikap tolol. Katakan saja iya, bodyguard!”

Wajah Nebula pucat seketika. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia melirik ke arah Asterion yang menatapnya dengan mata kecil penuh aura pembunuhan.

Dengan cepat, Nebula membenarkan ucapannya.

“Maksud saya… iya. Bodyguard. Saya ingin menjadi bodyguard Tuan Asterion.”

Elsha menghela napas lega, walau masih terlihat ragu. “Hahh… baiklah. Meski jujur saja, saya tidak yakin orang sepertimu cocok jadi bodyguard.”-

Asterion menyambar kesempatan itu. “Ya, aku juga berpikir begitu, Bu.”

Perkataan itu membuat Nebula seperti dihantam palu. Ia menatap Asterion dengan ekspresi hancur, seakan baru saja dikhianati oleh tuannya sendiri.

“Tuan…” Nebula berbisik lirih, wajahnya memelas.

Tapi Asterion tidak peduli. Ia justru menyandarkan tubuh mungilnya dengan ekspresi dingin. Biar dia tahu rasanya jadi beban. Dari dulu juga dia memang tidak pernah paham kapan harus diam.

Elsha lalu berdiri. “Sepertinya hal ini harus Ibu bicarakan dulu dengan Ayahmu, Asterion. Ini keputusan besar, tidak bisa sepihak.”

Asterion mengangguk mantap. “Ya, aku setuju.”

Nebula makin terpukul. Rasanya dunia runtuh menimpa kepalanya.

Setelah Elsha masuk ke dapur untuk menelpon suaminya, ruang tamu kembali sepi.

Asterion menatap lurus ke arah Nebula, matanya menyipit, aura dingin mulai menyelimuti ruangan.

“Dasar bajingan…” suaranya rendah, bergetar menahan amarah. “Dari sekian banyak bintang, kenapa malah bintang idiot seperti kau yang pertama kali menemukan aku?”

Nebula tersenyum kaku, mencoba tetap setia. “Hehe… itu mungkin takdir, Tuan. Bagaimanapun, saya merasa terhormat—”

“TERHORMAT KEPALA AYAM!” Asterion nyaris meledak. “Kau hampir membuatku dicap sebagai korban penculikan, hampir membuat ibuku trauma, dan hampir memancing polisi menembak kita di tempat! Kalau aku masih naga, aku sudah melemparmu ke lubang singularitas!”

Nebula menelan ludah. “Tapi… tapi bukankah pada akhirnya semua beres, Tuan?”

“BERES?! Kau menyebut ini beres?!” Asterion menunjuk pintu, wajahnya memerah. “Sekarang ibuku berpikir kau itu pelayan role play yang mau jadi bodyguardku! Apa itu terdengar beres di telingamu, hah?!”

Nebula mencoba tertawa canggung. “Eh… kalau dilihat dari sisi positif, setidaknya Ibu Anda tidak lagi marah.”

Asterion terdiam. Matanya memerah, lalu ia menutup wajah dengan kedua tangannya.

“…Aku sungguh menyesal, semesta. Kenapa aku harus lahir kembali ditemani badut ini?”

Nebula mendekat, suaranya lebih lembut. “Tuan… saya tahu saya sering membuat kesalahan. Tapi percayalah, kesetiaan saya mutlak. Saya tidak akan meninggalkan Anda, apa pun yang terjadi.”

Asterion menurunkan tangannya perlahan, menatap Nebula lama-lama. Wajah bocah itu penuh kebingungan, antara ingin marah atau ingin tertawa.

“Kesetiaanmu mutlak, ya?” Asterion mengulang dengan nada getir. “Kalau begitu… mulai dari sekarang, kesetiaanmu diuji dengan satu hal.”

Nebula menegakkan tubuh. “Apa pun itu, Tuan. Saya siap.”

Asterion menunjuk lurus dengan jari kecilnya. “JANGAN BUAT MASALAH. Itu saja.”

Nebula terdiam. Matanya berkedip beberapa kali, lalu ia menunduk dalam.

“…Itu… lebih sulit dari menaklukkan bintang supernova, Tuan.”

“…”

Ketika Elsha kembali ke ruang tamu dengan wajah lelah, ia melihat kedua “laki-laki” di hadapannya—satu bocah kecil dengan ekspresi jengkel, satu pria lusuh dengan wajah penuh senyum canggung.

“Aduh… kenapa rasanya rumah kita bakal lebih ramai dari biasanya mulai sekarang…” gumamnya lirih.

Asterion menutup matanya, bantal masih dalam pelukannya. Ya, ramai… atau lebih tepatnya, penuh dengan penderitaan mental.

Suasana ruang tamu yang tadinya masih hangat dengan aroma teh mendadak berubah dingin ketika pintu utama terbuka.

Ryu—ayah Asterion—baru saja kembali. Tubuh tegapnya masih mengenakan jas hitam, wajahnya penuh wibawa, namun sorot matanya tajam bak pedang.

Elsha langsung berdiri. “Ryu, kau sudah pulang…”

Namun Ryu tidak menjawab. Pandangannya lurus menembus ruangan, tertuju pada sosok asing yang duduk santai dengan senyum canggung—Nebula dalam wujud manusia.

Langkahnya berat, setiap pijakan menimbulkan tekanan udara yang seolah menekan dada semua orang di ruangan. Aura seorang komandan Stellaris tidak perlu dijelaskan dengan kata-kata—ia nyata.

“Nebus, kan?” Ryu mengucapkan nama itu dengan nada dingin. “Aku dengar kau ingin jadi bodyguard putraku.”

Nebula tersenyum seolah tidak ada beban. “Benar sekali.”

Ryu menyipitkan mata. “Apa motifmu? Siapa yang mengirimmu? Katakan semua kebenaran sekarang juga… atau aku bunuh kau di sini.”

Suasana mendadak membeku. Elsha spontan menutup mulutnya, jantungnya berdebar panik. Asterion di sisi lain hampir bersorak dalam hati, ya! Hajar saja dia, Ayah!

Namun yang terjadi justru di luar dugaan.

Nebula tiba-tiba tertawa—lepas, lantang, menusuk telinga.

“Kau? Membunuhku?” Ia menyeringai, tatapannya liar. “Waktu itu saja kau bahkan tidak bisa menyentuhku.”

Kalimat itu meluncur bagai bom yang jatuh di tengah ruangan.

Ryu terdiam. Alisnya mengernyit. “Waktu itu? Apa maksudmu? Kapan? Apakah aku pernah bertemu denganmu sebelumnya?”

Elsha semakin panik, meremas jemarinya erat-erat. Asterion langsung menggigit bantal lagi, kali ini bukan karena frustasi—tapi karena ingin menjerit.

BODOH! DIA MAU BONGKAR IDENTITASNYA SENDIRI!

Dengan cepat, Asterion menginterupsi. “Ayah! Mungkin… mungkin dia hanya penggemar Ayah! Kau kan terkenal di Stellaris, wajar saja ada yang kagum sampai merasa pernah ‘bertemu’ denganmu, hehe…”

Bersamaan dengan itu, Asterion mengirim transmisi suara ke kepala Nebula.

“Kalau kau berani membocorkan identitasmu sebagai Nebula, aku sendiri yang akan mencabut lidahmu! Ayahku tahu siapa kau sebenarnya? Tamat sudah! Kacau balau, paham?!”

Nebula tersentak, berkeringat dingin. Ia buru-buru menutup mulutnya, lalu hanya menunduk sambil menggaruk kepala pura-pura polos.

Ryu tidak langsung percaya. Tatapannya semakin menusuk, penuh kecurigaan.

“Aneh. Aura yang kau keluarkan bukan sembarangan. Kau menyembunyikan sesuatu… dan aku tidak suka itu.”

Suasana makin panas. Elsha buru-buru maju, mencoba menengahi. “Ryu, tunggu dulu. Mungkin ini hanya salah paham—”

Namun Ryu mengangkat tangannya, menghentikan istrinya.

“Tidak, Elsha. Aku tidak akan membiarkan orang asing dengan aura mencurigakan berkeliaran di dekat keluargaku. Apalagi anakku.”

Ia menoleh tajam pada Nebula. “Enyahlah. Aku sudah punya cukup banyak prajurit elite Stellaris untuk melindungi keluargaku. Aku tidak butuh orang aneh sepertimu.”

Kata-kata itu menusuk harga diri Nebula. Senyumnya perlahan memudar, berganti dengan tatapan dingin yang jarang ia tunjukkan.

“Memangnya apa yang bisa dilakukan makhluk-makhluk rapuh itu?” suaranya menurun, tapi aura membunuhnya menekan seisi ruangan.

Ryu terbelalak, emosinya tersulut. “Apa? Kau merendahkan pasukanku?!”

Nebula berdiri perlahan, tubuhnya menjulang tinggi, bayangan hitamnya menutupi cahaya lampu.

“Pasukan kecilmu? Jangan konyol. Bahkan para petinggi Stellaris sekalipun tak pantas berada dalam pandanganku.”

Ruangan seakan bergetar. Elsha menahan napas, wajahnya pucat. Asterion menatap kedua orang itu sambil menggigit jarinya, wajahnya campuran antara putus asa dan geli.

Ahh… chaos akan dimulai. Bagus sekali. Aku bahkan belum masuk akademi.

Darah mereka Memanas

“LANCANG!” Ryu menggebrak meja, kayu hampir retak oleh pukulannya. “Kalau kau benar sehebat yang kau katakan… buktikan!”

Ia menatap tajam. “Aku akan menantangmu di sini. Kalau kau kalah, enyah dari rumahku dan jangan pernah kembali!”

Asterion panik. Ia segera memberi isyarat keras lewat tatapan mata dan gerakan tangan: TOLAK!

Namun, seperti biasa, Nebula malah tersenyum lebar.

“Dengan senang hati.”

Asterion hampir pingsan di tempat. Astaga, aku benar-benar harus menanggung penderitaan sepanjang reinkarnasi ini.

Elsha berlari ke depan, panik. “Ryu! Jangan di rumah! Kau akan merusak semuanya!”

Namun Ryu sudah menyalakan gelang komando di pergelangan tangannya, mengaktifkan medan pertahanan tipis di sekitarnya.

“Tidak masalah. Aku tidak akan biarkan dia berlama-lama di sini.”

Nebula merenggangkan bahunya, seolah peregangan ringan. “Tenang saja, Nyonya Elsha. Aku tidak akan menghancurkan rumah ini… kecuali suamimu memaksa.”

Asterion menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ya Tuhan, kalau aku masih punya wujud naga, aku sudah membakar mulut badut ini dengan napas bintang!

Kedua pria itu berdiri berhadapan. Aura mereka saling bertabrakan.

Ryu—dengan aura tegas seorang komandan, diselimuti energi Stellaris yang murni dan disiplin.

Nebula—dengan aura liar, nyaris kacau, seperti badai kosmik yang tak terkekang.

Elsha di tengah hanya bisa gemetar. “Hentikan… tolong, hentikan kalian berdua…”

Namun tak ada yang mendengar.

Ryu meraih pedang energi yang terbentuk dari gelang komandonya. Cahaya biru terang menyala, mendesis.

“Kalau kau meremehkan Stellaris, aku akan buktikan sendiri kekuatan yang kau hina itu.”

Nebula hanya mengangkat tangan kosong, seakan pedang itu bukan apa-apa. Senyumnya semakin lebar.

“Buktikanlah, Komandan. Tapi jangan salahkan aku jika kau menyesal.”

1
Candra Fadillah
hahahahahaha, naga semesta yang perkasa di cubit oleh seorang wanita
Unknown
keren kak, semangat teruss
RDXA: siap terimakasih atas dukungannya /Determined/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!