"AH KAU! Kau yang menciumku saat aku bekerja lusa kemarin"
Mengernyitkan dahi nya, buronan itu mengingat-ingat, meski tertutup topeng, namun kerutan nya terlihat tipis.
"kau.. Aku tidak ingat"
"Ughh.. Dasar bajingan". Glamora menginjak kaki buronan itu hingga ia meringis kesakitan.
"Berhenti, wanita gila" Umpat nya.
"Kembalikan ciuman pertamakuu!!" Seru nya histeris, habis nya Glamora tak rela ciuman pertama nya diambil buronan sialan ini.
"Baik, kalau itu mau mu". Buronan itu mendekat kan langkah nya perlahan ke wanita yang ada dihadapan nya, sehingga Glamora terpojok dan tidak bisa kabur lagi, buronan itu mendekat kan wajah nya pada Glamora. Apa ini haruskah Glamora merasa terancam karena takut dilecehkan.
Cupp
Glamora melebarkan mata nya kaget, apa yang berusan terjadi, buronan itu tersenyum geli. Ia mengambil dagu Glamora dan menahan nya, lalu melumat bibir Glamora yang sedikit tebal. Glamora mendorong tubuh kekar buronan itu.
"Sialan kau!"
PLAKK
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melza Apriliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Sementara itu, Liam sedang sibuk dengan dirinya sendiri, ia sedang berusaha membalut luka tembak tadi dengan mandirinya, ia sedikit mengigit kecil kain kasa untuk mengikatnya dengan kuat.
"Akh, shh". Liam meringis kesakitan, karena lengangnya yang terkena tembakan tadi ditekan oleh Agler secara tiba-tiba. "Tau tidak ini semua salah ayahmu". Ujar Agler kesal sembari menekan lengan Liam semakin kuat.
"Lepas Agler, ini sangat sakit!". Seru Liam yang sedang berusaha melepas tekanan itu. "Kau gila ya?". Sambungnya geram.
"Sudah, Agler, ini bukan salahnya berhentilah membuat keributan". Ujar Glamora tanpa melihat ke arah mereka, yang ia rasakan hanyalah rasa sakit dikaki nya, mungkin sebentar lagi akan mati rasa.
Akhirnya Agler melepaskan tekanan itu, lalu pergilah menghampiri Glamora, sedangkan Liam menyenderkan kepalanya didinding, rasanya sangat sakit, bayangkan, bekas luka terkena air saja perih, apalagi jika luka tembak ditekan seperti itu.
Huftt..
.
.
BRAKK!!
"TUAN AGLER, AYO KITA PERGI DARI SINI". Teriak seseorang yang mendobrak pintu barusan.
Karena Agler paham atas apa yang dibicarakan orang itu, akhirnya ia langsung menggendong Glamora pergi dari sana yang disusul oleh Vera dan Frea.
Mereka turun ke lantai satu dimana pertengkaran mereka akhirnya terjadi, keluarga KYLLER, dengan cepat bergegas pergi dari sana karena sebagian keluarga REGEN sudah terkapar tak berdaya, termasuk David yang sudah terkena luka tembak di lengan dan kakinya.
Setelah keluarga Kyller pergi dari sana, Liam akhirnya turun dan berdiri tepat diatas tubuh ayahnya. Liam menyodorkan pistolnya ke bawah tepat dikepala David.
"Nak? Jangan.. kau berani membunuhku? Aku ini ayahmu". Ucap David sedikit ketakutan kalau Liam akan benar-benar menembaknya.
"Cih.., kau kira aku tidak tahu? Aku ini bukan anakmu kan?". Tanya nya kembali, sembari memperlihatkan wajah menyepelekan.
"Tidak.. itu tidak bena-"
DORR!! DORR!!
Liam menembakkan peluru 2 kali dikepala David. "Lagipula, kau kan yang mengajarkanku seperti ini?". Liam berbicara pada jasad ayah tirinya yang sudah terkapar tak bernyawa itu. Lalu ia pergi dari sana.
.
.
.
Keluarga Kyller yang sedang diperjalanan pulang akhirnya terhenti karena Glamora seperti melihat orang yang sangat ia kenali.
Glamora turun dari mobil dan mengejar orang yang baru saja ia lihat tadi, Agler yang melihat itu langsung mengejar Glamora juga, dan menyuruh yang lain untuk pulang dahulu, namun diberi satu mobil untuk mereka pulang.
Akhirnya Glamora melihat pria tadi sedang masuk ke pemakaman, akhirnya karena rasa penasarannya, ia pergi ke dalam juga dengan pelan-pelan melangkahkan kakinya, itupun diikuti Agler yang sedari tadi sudah ada dibelakangnya.
Langkah Glamora berhenti tepat dibelakang pria yang sedang berlutut disamping makam seseorang. Entah kenapa hasratnya ingin sekali menepuk pundak pria itu, an benar saja. "Paman..". Panggil Glamora lembut, pria itu pun menoleh. "Ya.. kenap-" jawabannya terhenti.
"Ayah?". Tanya Glamora terkejut saat melihat wajah ayahnya yang sudah lama ia rindukan, matanya mulai berkaca-kaca.
"Glamora..". Lirihnya, ayah nya menunduk lesuh. "Dimana ibu?". Tanya Glamora sembari mengguncangkan bahu ayahnya pelan. Gavan tak bergeming, ia mengusap papan nama dimakam itu.
Glamora berlutut disamping Gavan, sementara itu Agler memandang mereka paham apa yabg terjadi, Agler sedikit menjauh dari sana dan menunggu Glamora didepan gerbang.
Glamora menatap tulisan nama yang terukir dipapan itu. Havana brown eys.
"Ibuu?!, Ibuu sudah meninggal?, Gakk mungkin!, Ayah pasti berbohong kan?!". Air mata Glamora mulai mengalir jatuh ke pipinya, hatinya sangat sakit, dadanya tercekat ia hampir kehabisan nafasnya, Glamora menangis sejadi-jadinya disana.
BRUKK
"Glamoraa!!". Teriak Gavan yang langsung menggendong tubuh Glamora yang sudah terkapar tak sadar.
Agler yang melihat itu langsung bergegas menyusul mereka. "Biar aku saja, mari ke mobilku paman". Agler menggendong Glamora ala bridal style, mereka bertiga berjalan menuju mobilnya yang sudah terparkir dipinggir jalan, Gavan masuk dikursi belakang, lalu Agler merebahkan tubuh Glamora dipangkuan Gavan, kemudian mereka menancapkan gas pergi.
Mobil mereka menepi disalah satu apartemen megah, ya itu apartemen milik Arsyad, mereka menggotong Glamora masuk dan menaruhnya disofa ruang tengah.
Agler dengan cepat mencari minyak angin aroma, ia mengusapkannya ke telinga dan dahi Glamora, juga dioleskannya ke hidung.
"Kenapa ini Agler?". Tanya Arsyad yang baru keluar dari kamar. Matanya tertuju pada satu pria yang sepertinya tampak familiar.
Gavan mendongak saat mendengar suara yang ia kenali.
Arsyad?
Gavan?
Ujar mereka berbarengan. "Astaga aku kira siapa? Kau kemana saja selama ini van?". Tanya Arsyad sedikit antusias melihat temannya lagi setelah 3 tahun tak terlihat.
Gavan beranjak bangun dari duduknya, lalu memeluk tubuh Arsyad singkat. "Aku ke kota ini untuk mengunjungi makam Havana..".
"Sejakk kapan Havana meninggal vann?". Arsyad sedikitpun terkejut saat mendengar hal itu dari mulut Gavan.
"Setahun yang lalu". Jawabnya lesuh. "Glamora anakmu?". Tanya Arsyad lagi yang dijawab anggukkan oleh Gavan.
Saat itu juga Glamora akhirnya siuman, ia memegangi kepalanya yang sangat pusing, Glamora merubah posisinya menjadi duduk, dibantu oleh Gavan yang terlihat sangat khawatir.
Glamora melihat sekelilingnya, penglihatannya masih bergelombang dan rabun. "Shh..". Rintihnya. Lalu ia kembali menangis teringat kejadian sejam yang lalu saat dipemakaman.
Agler dengan sigap duduk disamping Glamora, lalu mendekap tubuh Glamora didalam pelukannya, suara tangis Glamora meredam didada Agler. Agler mengusap-usap lembut rambut Glamora, sampai akhirnya Glamora tenang sedikit.
Glamora terdiam, melihat ke arah tembok yang ada didepannya, tatapannya kosong, matany bengap, hidungnya memerah khas seseorang sehabis menangis. "Kenapa ayah tidak memberitahuku?". Tanya Glamora dengan nada datar, tenaganya habis sekarang. Gavan yang mendengar itu tak bergeming, ia bingung harus menjelaskannya bagaimana.
"Kalian tidak menganggapku sebagai anak kalian ya?"
"Apa kalian sengaja melakukan ini?"
"Aku bukan anak kalian ya?"
"Ah.. benarr rupanya, ayah pun tidak menjawabku"
Beberapa kalimat diucapkan oleh Glamora, hatinya sangat sakit, bagaimana bisa keluarganya sendiri tidak memberitahunya, setelah 4 tahun mereka berpisah, mungkin saja memang mereka sudah tidak menganggap nya sebagai keluarga lagi.
Setelah berkat seperti itu, Glamora bangkit dari duduknya, dan keluar dari apartment itu dengan lesuh. Arsyad yang melihat Gavan terlihat frustasi dan bingung, berusaha mengajak Gavan berbicara.
Sedangkan Agler berlari menyusul Glamora, ia melihat Glamora masih ada diujung jalan keluar apartemen. Ia menggenggam tangan Glamora menahannya untuk pergi. Langkah Glamora terhenti.
"Lepaskan.. jangan ganggu aku dulu tolong..". Lirihnya pelan, tanpa berbalik badan. Agler perlahan melepaskan genggamannya, ia paham sekali bagaimana perasaan Glamora.
.
.
.
Jangan lupa absenn disniii!!!