“Lo cantik banget, sumpah,” bisiknya. “Gue gak bisa berhenti mikirin lo. Pingin banget lakuin ini sama lo. Padahal gue tahu, gue gak seharusnya kayak gini.”
Tangan gue masih main-main di perutnya yang berotot itu. “Kenapa lo merasa gak boleh lakuin itu sama gue?”
Dia kelihatan kayak lagi disiksa batin gara-gara pertanyaan itu. “Kayak yang udah gue bilang ... gue gak ngambil apa yang bukan milik gue.”
Tiba-tiba perutnya bunyi kencang di bawah tangan gue, dan kita berdua ketawa.
“Oke. Kita stop di sini dulu. Itu tadi cuma ciuman. Sekarang gue kasih makan lo, terus lo bisa kasih tahu gue alasan kenapa kita gak boleh ciuman lagi.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Majalah Sportivo
"Rabbit Boy-nya lagi siap-siap buat pertarungan, ya?" kata dia, menutup pintu dan langsung lari duduk di sofa sebelah gue. "Lo nggak bilang ke gue kalau berita ini bakal keluar hari ini."
Gue mengeluh pelan. "Gue juga nggak yakin, mereka bakal untung jual majalah itu di sini."
"Lo becanda? Lokkie udah lari ke sana dan beli beberapa eksemplar buat kita."
"Wah, mantap," kata gue sambil bersandar. Terus gue melihat ke arah dia. Dia pakai sweater warna krem yang turun sebelah bahu, celana jeans, dan boots kesayangannya.
"Yuk kita baca bareng," kata dia sambil memutar badan menghadap gue.
Belakangan ini, keinginan buat sentuh dia tuh kayak nggak tertahan. Gue suka duduk berdua begini, menghafal setiap garis dan lengkungan di wajahnya. Cara lidah dia yang kadang menempel di pojokan bibir pas lagi serius. Bintik-bintik kecil di hidungnya juga ... manis banget sumpah.
"Oke deh, gue bacain buat lo," katanya pas gue bengong.
"Gue udah baca kok," gumam gue. Octavia sudah mengirim versi final artikelnya seminggu yang lalu.
"Ya tapi gue belum. Dan lo juga belum pernah dengar gue yang bacain. Jadi anggap aja lo lagi beruntung. Duduk manis, nikmatin momennya. Lo di cover majalah Sportivo, Bro. Itu liar biasa."
Gue tutup mata dan dengar suaranya. Gue suka banget suara dia. Manis tapi juga seksi.
Pernah nggak sih, gue sebelumnya sedetail ini memperhatikan suara atau bintik-bintik bekas jerawat cewek?
"The Rabbit Boy siap buat mengguncang dunia tinju beberapa bulan lagi. Saat Rahardian ‘The Lion’ mulai mencari perhatian dan menunjuk si Rabbit Boy dari kota kecil Royale Blossom, Nauru gak punya pilihan selain menerima tantangannya. Setelah berbulan-bulan yang menurut banyak orang sudah masuk ke dalam kategori bullying online, lewat postingan medsos dan wawancara sama media mana pun yang mau dengarkan, The Lion benar-benar gak ada capeknya mengejar Nauru ..."
Ailsa berhenti sejenak. Gue buka satu mata dan lihat ke dia.
"Kenapa?"
"Gue benar-benar benci sama si Rahardian. Gue harap lo bisa nendang dia," katanya sambil senyum. Dan dada gue langsung sesak, terasa aneh.
Tangan gue yang lagi selonjor di sofa menyentuh tangan dia, dan gue iseng menyangkutkan jari kelingking gue ke jari dia. Dia nggak mundur. Malah kayaknya ... dia suka.
Kita berdua suka.
Tarikan antara kita itu sudah segila itu, sampai gue sendiri nggak tahu bagaimana caranya nahan lagi.
"Gue cuma berharap wajah gue masih utuh. Tapi kalau bisa nendang dia sekalian, ya anggap aja itu bonus," gue ketawa.
Tatapan khawatir di matanya lucu banget, tapi dia maksa senyum dan lanjut baca. Artikelnya bicara soal latihan intens gue, sama soal bagaimana pertarungan terakhir yang gue ikuti.
Itu terjadi waktu bokap gue jatuh di matras terus langsung dibawa ke rumah sakit. Ailsa berhenti sebentar setelah baca bagian yang bahas bokap gue gak bakal kembali hari itu.
"Lo masih bisa latihan buat tanding sekarang? Maksud gue, itu pasti bikin lo keinget bokap lo yang udah gak ada?"
Cewek ini, sumpah.
Manis banget.
"Gue bohong kalau bilang gue gak kangen dia. Susah buat orang lain ngerti. Dia gak sempurna. Dia bikin banyak kesalahan. Tapi dia tetep bokap gue, dan tinju itu hal yang kita berdua sama-sama suka."
Alisnya berkumpul, "Gak penting, sih apa kata orang. Kalau lo udah sayang sama seseorang, lo sayang sama seluruh dirinya. Gitu juga perasaan gue ke Caspian. Kecanduannya gak ngurangin rasa sayang gue ke dia. Gue sedih, tapi gue gak pakai rasa sayang gue buat ngontrol dia."
"Maksud lo gimana?" tanya gue sambil memutar tangan kecilnya. Jari gue mengelus bekas luka yang sudah nyaris hilang di telapaknya.
"Maksudnya, gue gak pakai cinta sebagai senjata. Gue milih baik-baik orang yang gue sayang. Dan kalau gue udah sayang, ya udah. Gak bisa gue matiin-hidupin seenaknya aja. Dan gue rasa lo juga gitu."
"Kayaknya kita punya banyak kesamaan," suara gue pelan.
"Karena kita sama-sama nyayangin seseorang dengan sepenuh hati?"
"Gue sebenarnya mikir, kita sama-sama punya keluarga yang ... ribet, sih. Tapi jawaban lo lebih cakep," kata gue sambil meledek.
Dia ketawa, terus balik fokus baca artikel sampai habis.
"Nauru latihan berat tiap hari. Lari sampai muntah, sparring sampai tangannya cidera parah dan besoknya gak bisa ngangkat apa-apa, ngerjain semua jenis latihan buat nyiapin diri buat tanding. Kayaknya sih, kita bakal dapat pertunjukan seru di Royale Blossom bulan Mei. Kita bakal ada di sana. Kalian datang gak?"
Dia lihat foto-foto yang diambil sama fotografer dari kantornya Octavia.
"Gue kelihatan jelek banget." Gue ketawa.
"Nggak! Lo kelihatan ganteng."
"Serius? Lo ngomong gitu ke temen lo, Beans?"
"Terus lo ngelus telapak tangan gue kayak lo dewa seks gitu, Rabbit Boy?
Sial, cewek ini lucu banget.
Dan manis.
Dan jujur.
Dan cakep.
Dan hot.
Gue benar-benar sudah jatuh banget. Anak-anak juga pasti sudah sadar. Dan gue juga sadar.
"Jadi gue semacam dewa seks sekarang ya?"
"Gak tahu deh. Lo lihatin gue pakai tatapan mesum itu, terus jari lo ngelus telapak gue kayak gitu … bikin gue jadi ... ya, bingung."
Tiba-tiba ada yang ketok pintu. Gue langsung tarik tangan gue dari tangan dia, dan kita berdua langsung duduk tegak.
"Masuk aja," teriak gue.
Itu si Pingko.
Dia lihat kita berdua sambil pasang muka kepo, "Eh, Joulle barusan telepon. Katanya dia bakal sampai sini dalam dua puluh menit dan lo disuruh siap-siap buat dihajar hari ini."