Harusnya, Ziva menghabiskan malam pertamanya itu dengan sang suami. Namun, saking mabuknya, ia malah masuk ke kamar mertuanya dan membuatnya tidur di ranjang yang salah.
Apa yang akan terjadi pada Ziva dan mertuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma_98, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keguguran
"Pasien mengalami keguguran!"
Degh
Heri terkejut, bahkan ia tak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar ucapan sang dokter. keguguran? Satu kata yang sejak tadi ia takutkan, kini menjadi kenyataan.
Brakh
"Bangsat, kenapa kau tidak bisa menyelamatkan anakku! Kau ku kerjakan di sini untuk bisa menyelamatkan mereka, sialan!!" Teriak Heri, tanpa sadar.
Dokter tersebut merasa takut setelah mendengar amukan Heri sembari menggebrak meja. Tak ada pilihan lain, sang dokter bukan tak mau menyelamatkannya.
"M-maaf pak, kami tidak punya pilihan lagi. Jika kami tidak melakukan itu, nyonya akan meninggal. Kami sudah berusaha untuk menyelamatkan keduanya, namun sepertinya itu mustahil."
"A-apa?"
"Janinnya masih terbilang kecil. Mau tak mau, lebih baik kami menyelamatkan nyonya."
Srukkk
Heri merosotkan tubuhnya. Kali ini ia benar-benar tak sanggup lagi mendengar kenyataan tersebut. Dirinya bahkan merasa terpukul dan tak becus menjaga Ziva.
"Sial, ini semua gara-gara Vic--"
"Apa benar yang anda katakan dokter?"
Degh
Tiba-tiba, seseorang menyela ucapan Heri. Saat mendengar suara tak asing tersebut, ia pun langsung menoleh dan terpaku.
"Z-ziva, kau...."
"Dokter, apa aku tak salah dengar? Aku keguguran, hum?" Tanya Ziva, dengan tatapan sendunya.
Ziva berdiri tepat di depan pintu, ia tak sengaja mendengarkan semua yang dokter dan juga Heri bicarakan. Awalnya ia tak bermaksud menguping, ia berniat mencari Heri dan ternyata pria itu ada disini.
"Eh, itu..." Dokter tersebut melirik Heri.
"Sayang, kenapa kamu kesini? Kamu harus istirahat!" Heri dengan cepat langsung menyela.
Tap
Tap
Tap
Ziva melangkahkan kakinya menatap kosong ke depan. Ia yakin tak salah dengar, dokter tersebut mengatakan jika dirinya keguguran. Mendengar itu, bumi serasa runtuh menimpa dirinya, Ziva tak bisa membendung air matanya lagi untuk saat ini.
Srukkkk
"Hiks..!"
Tangisannya akhirnya pecah, Ziva benar-benar tak kuasa lagi. Heri yang paham akan situasi, ia pun dengan cepat langsung memeluk Ziva dan mencoba menenangkannya.
"Hiks.. Anakku.. Anakku sudah tidak ada..!" Lirih Ziva di sela-sela tangisannya.
"Maaf, aku tidak becus menjagamu! Maafkan aku Ziva."
Semua ini gara-gara Victor. Karena ego dan cemburunya, ia sampai menyakiti Ziva dan juga janinnya. Kini semua itu sudah lenyap, bagaimana reaksi Victor jika tahu bahwa Ziva keguguran?
"Victor, meskipun kau adalah puteraku, aku tidak akan memaafkanmu. Kau akan menyesal!"
***
**
*
Di kantor
"Terima kasih sudah menjamu kami dengan baik. Kapan-kapan, anda bisa berkunjung ke perusahaan kami." Ujar Mara.
"Lho, memangnya ada kantor anda di sini? Setahu saya, anda belum membuka cabang di indonesia?"
"Kami baru saja mengakusisi perusahaan X group menjadi milik kami. Dan tentunya kami akan mengganti nama perusahaan tersebut dengan nama perusahaan kami."
Mereka pun mengobrol bersama, Risa juga ikut bergabung karena Mara masih menganggap jika wanita itu adalah isterinya Victor.
"Nona Risa, anda sangat cantik. Pantas saja tuan Victor menjaga anda dengan baik." Ucap Mara tiba-tiba.
Victor terkejut dan melirik Risa sekilas. Ia pun merasa aneh, kenapa Mara terus menganggap Risa sebagai isterinya, padahal bukan itu fakta yang sebenarnya.
"Nyonya, sepertinya ada kesalah--"
"Ya ampun, terima kasih nyonya. Anda pandai sekali dalam memuji. Suamiku memang sangat baik." Risa kembali menyela ucapan Victor.
"Lain kali, ayo kita belanja bersama. Saya punya butik juga disini, anda bisa ikut bersama saya nona Risa."
"Wah, anda sangat baik hati nyonya. Makasih sebelumnya."
Victor memijit pelipisnya, ia merasa sia-sia jika harus menjelaskannya hari ini. Apalagi Mara sudah terlanjur percaya jika Risa ini adalah isterinya.
Mara teringat sesuatu tentang kejadian kemarin, dimana ia berkunjung ke rumah Heri. Sepertinya ini kesempatan baginya untuk mengetahui sesuatu.
"Ngomong-ngomong, saya kemarin berkunjung ke rumah kenalan saya, nama dia Heri. Saya melihat foto anda berasamanya, apa anda adalah anak dari tuan Heri?" Tanya Mara, menatap Victor.
"Eh, jadi yang kemarin itu adalah mobil anda, nyonya. Andai saya tahu itu adalah anda, saya akan menyapa terlebih dahulu."
"Tidak papa, saya hanya mampir sebentar, kok. Mereka menyapa saya cukup baik."
Victor mengerutkan dahinya, kenapa Mara mengucapkan kata mereka? Memangnya ada siapa saja?
"Mereka?"
"Ya, tuan Heri dan juga isterinya menyambut saya cukup baik. Isterinya bahkan terlihat masih muda, mereka cocok sekali, ya."