NovelToon NovelToon
Paman, Aku Mencintaimu

Paman, Aku Mencintaimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Enemy to Lovers
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Tari Sukma Dara (24 Tahun) tidak tahu kalau sebuah kunjungan dari seseorang akan merubah nasibnya. Kehidupannya di Bandung sangat tenang dan damai, Ia tinggal di rumah tua dan membuka “Toko Bunga Dara”. Namun hari itu semua berubah, seorang perempuan bernama Tirtamarta Kertanegara mengatakan bahwa Ia adalah cucu kandungnya. Ia harus ikut ke Jakarta dan belajar dengan pamannya untuk menjadi penerusnya.
Gilang Adiyaksa (30 Tahun) tentu saja marah saat Tirtamarta yang Ia anggap seperti Ibunya sendiri mengatakan telah menemukan darah dagingnya. Tapi Ia tak bisa melakukan apapun, Ia hanya seorang anak angkat dan sekarang Gilang membimbing Tari agar menjadi cukup pantas dan apabila Tari tak cukup pantas maka Gilang akan menjadi penerus Kertanegara Beauty. Gilang membuat rencana membuat Tari percaya padanya lalu membuatnya hancur.

Hanya satu yang Gilang tidak rencanakan, bahwa Ia jatuh cinta pada keponakannya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 - Dia Pergi

Hari itu, suasana kantor terasa lebih berat dari biasanya. Audit kuartalan berlangsung, gosip bertebaran, dan setiap langkah kaki di lantai kreatif terdengar seperti gema dalam kepala Tari. Entah kenapa, udara terasa lebih padat, lebih panas, meski pendingin ruangan bekerja keras.

Tari sudah terbiasa dengan lirikan dan bisik-bisik, tapi hari ini, semuanya terasa seperti tembakan bertubi-tubi yang tak bisa dihindari.

“Dia deket banget ya sama Gilang...”

“Sekarang sama Harri juga sering, tuh.”

Suara-suara itu berbisik-bisik, mengalir dari sudut ke sudut ruangan, seperti kabut tipis yang menyusup ke dalam pikirannya.

Tari menunduk, mengetuk-ngetuk stylus di atas tablet. Ia mencoba memperbaiki moodboard proyek “Cinta Bumi”, padahal pikirannya berkelana jauh. Sesekali ia menarik napas panjang, menahan diri untuk tidak bereaksi. Ia sadar, dirinya sedang dipandang. Dihakimi. Tapi apa yang bisa ia lakukan selain bertahan?

Saat Harri muncul di lorong membawa sekotak pastry, Tari merasa senyuman kecilnya seperti bentuk pertahanan terakhir.

"Katanya kamu suka stroberi," ujar Harri dengan nada santai.

"Tumben perhatian," Tari membalas, berusaha terdengar ringan, meski hatinya tak seceria nadanya.

Mereka tertawa kecil. Ada seberkas kehangatan di situ, kehangatan yang membuat Tari hampir melupakan luka di hatinya.

Namun, dari balik kaca ruangan kreatif, ada sepasang mata yang memperhatikan.

Gilang. Berdiri membatu. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi matanya—matanya berbicara banyak hal yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sore itu di rumah, aroma tanah basah masuk dari sela pintu. Udara lembap menempel di kulit seperti kenangan pahit yang tak mau pergi.

Tari turun dari tangga. Setiap anak tangga terasa berat.

Dan di lorong depan rumah, Gilang berdiri dengan koper besar di sampingnya.

Pintu rumah terbuka separuh, membiarkan udara malam yang basah dan dingin masuk.

"Mau ke mana?" suara Tari hampir tak terdengar.

Gilang hanya melirik sekilas. "Pergi."

Tari menahan napas. Dadanya terasa sesak.

"Pergi sampai kapan?" tanyanya lagi, lebih pelan, seakan takut mendengar jawabannya.

"Aku mau nginep di hotel dua minggu. Perlu... ruang. Menenangkan diri. Dan—jujur aja—menghindari kamu."

Jawaban itu menghantam Tari lebih keras dari yang ia bayangkan.

Ia tertawa kecil, hambar. "Karena Harri?"

Gilang mengalihkan pandangannya. Rahangnya mengeras.

"Karena semuanya. Karena aku lihat kamu ketawa ke orang lain... dengan cara yang udah lama nggak kamu kasih ke aku."

Ada jeda. Hening yang memekakkan telinga.

Tari menghela napas panjang, berusaha mengendalikan gemetar di tangannya.

"Karena kamu berubah, Gilang. Kamu yang mulai pergi. Aku cuma... mencoba bertahan."

Gilang mengepalkan tangannya, jemarinya pucat karena terlalu keras menggenggam gagang koper.

"Aku nggak main-main, Tar. Tapi aku juga nggak pernah bisa lihat kamu sebagai sekadar rekan. Sejak awal, kamu pengingat... bahwa aku gagal."

"Jadi dendammu yang bicara?" Tari mendesak, suaranya retak.

"Iya." Jawaban Gilang jatuh seperti palu. "Aku pengen kamu gagal. Aku pengen kamu tahu rasanya dikesampingkan."

Hujan mulai turun lagi di luar, deras, menggetarkan kaca jendela.

Tari berdiri diam. Dadanya terasa kosong. Tapi air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya pecah.

Tanpa isak. Tanpa suara. Hanya air mata yang jatuh satu per satu, membasahi pipi dan dagunya.

"Hari ini kamu berhasil. Kamu udah bikin aku merasa... nggak berarti."

Gilang tidak bergerak. Tidak mengatakan apa-apa.

Saat Tari melangkah perlahan naik ke tangga, punggungnya bergetar. Setiap langkah seperti melangkah ke dunia yang baru—dunia tanpa Gilang.

Dan Gilang hanya bisa berdiri di sana. Membeku. Menyadari bahwa kepergiannya bukan tentang mencari ketenangan.

Tapi tentang kehilangan yang tidak akan pernah ia perbaiki.

1
Rendi Best
lanjutkan thor🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!