Mantan Tapi Menikah

28

"Terima kasih karena kau sudah mau menjemputku." Celine bicara seperti sedang berbisik. Rintik hujan yang masih menetes tidak menghalangi suara Celine masuk ke gendang telinga Marvel yang sangat dekat di bibirnya, tapi Marvel hanya diam saja.

Seumur hidup Marvel, ini pertama kali kakinya menginjak tanah lumpur. Jalanan ini becek sekali, bahkan ketika masih kecil pun tidak pernah main kotor seperti ini, tapi sekarang hanya karena tidak mau Celine jatuh Marvel rela sepatu mahalnya ternoda. Sembari berjalan dan menggendong Celine di punggungnya, Marvel berfikir kenapa ia mau berkorban untuk Celine?

"Kau tahu darimana aku ada di rumah tua itu?" tanya Celine lagi.

Celine membuyarkan pertanyaan yang masih mengganjal di hati Marvel.

"Apa perlu aku menjawabnya?"

"Iya."

"Untuk apa? Yang penting kau sudah aman sekarang."

"Hm, iya juga. Sudah dua kali kau menyelamatkan aku. Aku tidak akan pernah melupakannya. Suatu saat nanti, aku pasti membalas jasamu ini."

Marvel menghentikan langkahnya, ia menoleh menatap mata Celine yang juga melihatnya.

"Tanggung jawabku melindungimu, Celine. Kau dan keselamatanmu akan menjadi prioritas Marvel," jawab Marvel yakin.

Celine terdiam, tubuhnya masih kedinginan tapi hatinya terasa hangat.

"Kalau nanti kau sudah bertemu dengan Jeny, apa aku masih menjadi yang utama bagimu?"

Marvel menghela nafas dalam, ia tahu Celine masih meragukannya. Tapi, tidak apa karena ia pun masih sulit berdamai pada diri sendiri.

"Kau sangat ingin mendengar jawabannya?"

Celine mengangguk, tapi seperti tidak yakin. Ah, kenapa harus bertanya padahal sudah tau jawabanna? Marvel pasti akan menomor duakan dirinya. Dan Jeny sudah pasti menjadi yang utama.

"Tuan! Nona!!! "

Teriakkan itu memutuskan ikatan mata Celine dan Marvel. Celine bahkan tidak sengaja menjatuhkan senternya. Disaat yang bersamaan lampu lain menyoroti mereka.

"Syukurlah Tuan dan Nona baik-baik saja. Mohon pakai jas hujan ini, Tuan."

Marvel melirik jas hujan yang dibawa Harry, ia tahu Harry pasti cemas padanya.

"Tidak perlu, aku sudah terlanjur basah."

Harry melihat Celine. "Ini jas hujan untuk Nona." Memberikan jas hujan yang tadi dititipkan nenek padanya.

"Maaf merepotkanmu, Harry. Seb--

"Kenapa kau minta maaf padanya? Itu sudah menjadi tugasnya!" pungkas Marvel, ia tahu kalau Celine pasti minta diturunkan. "Kita bisa membeku kalau kalian ngobrol di sini."

Marvel langsung mempertegas langkahnya menggendong Celine sampai ke rumah.

***

"Hachi!!!"

"Hachi!!"

"Hachi!!"

Celine yang saat itu duduk di tempat tidur tersentak mendengar suara bersin dari walk in closet, ia lantas meletakkan handpone di atas nakas tanpa membalas pesan dari Jeje.

Marvel keluar dari walk in closet memakai piyama tidur warna hitam senada dengan piyama yang dipakai Celine. Rambutnya masih setengah basah, tapi Marvel tetap berbaring di sofa yang sudah menjadi tempat tidurnya setelah menikah. Kepala yang dirasa pusing memaksa ia untuk memejamkan mata, Marvel berharap ketika bagun nanti kepalanya tidak pusing lagi.

"Hachi!!!"

"Hachi!!!"

"Marvel kau flu?" Celine turun dari tempat tidur langsung menghampiri Marvel. "Kenapa kau tidur dengan rambut masih basah seperti ini?"

"Hachi!!!"

Marvel mengubah posisinya menjadi memunggungi Celine.

"Jangan seperti anak kecil, cepat keringkan rambutmu, kalau tidak kau bisa demam."

"Aku tidak mau, kau tidurlah jangan mengganggu tidurku."

Celine berdecak, mana bisa ia tidur sementara orang yang sudah menolongnya terancam sakit. Akhirnya Celine mengambil hair dryer lalu mengeringkan rambut Marvel tanpa ijin.

"Celine kau--

"Sudah diam, kau tidur saja."

"Alatmu ini berisik sekali, bagaimana aku bisa tidur?"

"Kalau gitu jangan tidur dulu." Celine menarik tangan Marvel. "Duduklah, biar kukeringkan rambutmu."

Marvel pasrah, ia duduk merelakan Celine berbuat semaunya termasuk mengacak-acak rambutnya.

"Kau sakit? Keningmu panas sekali." Telapak tangan Celine terasa panas saat tidak sengaja menyentuh kening Marvel.

Marvel menepis tangan Celine. "Bukan cuma keningku, seluruh badanku pun panas karena alatmu ini!"

"Tidak, kau demam biar aku panggil dokter, ya." Celine meletakkan hair dryer di sembarang tempat, ketika ia hendak pergi Marvel mencekal tangannya.

"Jangan panggil dokter. Aku cuma perlu istrahat," ucap Marvel lirih, matanya terasa panas, tapi tubuhnya kedinginan.

Celine diam sejenak, ia mendadak tidak tega melihat Marvel tidur di sofa seperti sekarang ini, bagaimana kalau Marvel benar-benar sakit?

"Ehm, kau tidur di ranjang saja. Biar aku yang tidur di sofa."

Marvel terkejut mendengarnya, tapi karena pusing ia hanya bisa bicara lirih. "Tidak aku di sini saja, lagipula mana mungkin aku membiarkanmu tidur di sofa."

"Baiklah," Celine mengalah. "Kalau gitu, kita sama-sama tidur di ranjang. Tapi, kau jangan macam-macam, ya!"

Mendengar itu, Marvel sudah tidak pusing lagi.