Warning.!! Area khusus dewasa.!
Bukan tempat untuk mencari nilai kehidupan positif. Novel ini di buat hanya untuk hiburan semata.
Tidak suka = SKIP
Pesona Al Vano Mahesa mampu membuat banyak wanita tergila - gila padanya. Duda beranak 1 yang baru berusia 30 tahun itu selalu menjadi pusat perhatian di perusahaan miliknya. Banyak karyawan yang berlomba lomba untuk mendapatkan hati anak Vano, dengan tujuan menarik perhatian Vano agar bisa di jadikan ibu sambung untuk anak semata wayangnya.
Sayangnya rasa cinta Vano yang begitu besar pada mendiang istrinya, membuat Vano menutup hati dan tidak lagi tertarik untuk mencintai wanita lain.
anak.?
Namun,,,, kejadian malam itu yang membuatnya tidur dengan sorang wanita, tanpa sengaja mampu membuat anak semata wayangnya begitu menyukai wanita itu, bahkan meminta Vano untuk menjadikan wanita itu sebagai ibunya.
Lalu apa yang akan Vano lakukan.?
Bertahan pada perasaannya, atau mengabulkan permintaan sang anak.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Pekerjaan yang menumpuk membuat Vano pulang larut malam. Di tambah baru saja melakukan kunjungan ke kantor cabang.
Akhir - akhir ini ada sesuatu yang terus mengganggu pikirannya terkait permintaan putri semata wayangnya. Naura terus merengek, menanyakan keberadaan Celina padanya. Bahkan tak jarang Naura meminta Vano untuk menjadikan Celina sebagai ibunya.
Meski hampir sebulan tidak pernah bertemu lagi dengan Celina, namun ingatan Naura tentang Celina masih sangat kuat sampai membuatnya menanyakan Celina berulang kali.
Vano terkadang frustrasi menghadapi rengekan Naura. Dia tidak bisa mempertemukan putrinya dengan Celina karna alasan yang sama sejak awal.
Lagipula tidak ada sejarahnya Vano membuatkan sangat anak dekat dengan wanita - wanitanya.
Sebelum pergi ke kamarnya, Vano lebih dulu melihat keadaan Naura yang pasti sudah terlelap.
Di bukannya pintu kamar dengan perlahan. Vano diam di tempat saat melihat Intan ikut tertidur di samping Naura dengan buku dongeng yang dipeluk di atas dada. Dan yang membuat Vano lebih terpaku adalah posisi Naura yang sedang memeluk Intan.
Sudut bibir Vano terangkat, membentuk gurat senyum yang terlihat lega.
Belakang ini Vano memang berharap Naura bisa lebih dekat dengan Intan. Malam ini setelah melihat interaksi keduanya, Vano semakin memantapkan apa yang sudah menjadi rencananya beberapa minggu terakhir.
Berjalan menghampiri keduanya dengan langkah hati - hati, Vano menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya.
Lagi - lagi dia mengukir senyum. Setidaknya jika rencana itu bisa berjalan mulus, dia bisa melihat Naura tumbuh layaknya anak - anak lain seusianya yang masih membutuhkan kasih sayang orang tuanya.
Intan menggeliat, selimut yang menutupi tubuh membuatnya sedikit terganggu. Perlahan matanya terbuka, dia sedikit tersentak mendapati Vano tengah berdiri disamping ranjang.
Melihat Intan bangun, Vano langsung meletakan jari telunjuk di bibir dan melirik ke arah Naura. Dia memberikan kode pada Intan agar tidak bersuara.
Intan mengantuk pelan tanda mengerti. Dia merubah posisi dengan duduk di sisi ranjang.
"Maaf aku ketiduran,," Ucap Intan lirih. Dia membenarkan bajunya sambil menunduk malu. Entah sudah berapa kali dia kepergok ketiduran di kamar Naura.
Vano tidak memberikan respon. Dia menatap Intan sambil berfikir keras.
"Ikut aku, ada yang ingin aku bicarakan." Perintah Vano tegas. Dia berjalan lebih dulu keluar dari kamar Naura. Intan segara menyusul setelah memastikan Naura masih terlelap.
Langkah Intan terlihat ragu saat mengekori Vano. Bukan hanya ragu, Intan juga dilanda ketakutan. Meski sekarang Vano tidak pernah lagi pulang dalam keadaan mabuk, tetap aja ada kekhawatiran dalam hati Intan tentang kejadian yang hampir menimpa dirinya.
Vano menghentikan langkah di depan ruang kerjanya. Dia menoleh sebelum membuka pintu.
"Aku tidak akan macam - macam." Ujar Vano tegas.
Rupanya dia tau apa yang sedang di khawatirkan oleh Intan. Intan menunduk malu, dia bergegas mendekat kemudian ikut masuk setelah Vano membuka pintu.
Keduanya duduk berhadapan. Vano diam beberapa saat sebelum mengutarakan keinginannya. Ada sedikit keraguan, namun dia langsung menepisnya karna tidak tau apa yang membuat dirinya merasa ragu. Bagi Vano, yang terpenting saat ini adalah masa depan Naura. Bagaimana dia harus tumbuh layaknya anak - anak lain.
"Kamu ingin kuliah bukan.?" Tanya Vano. Wajahnya yang terlihat serius tentu saja mengundang prasangka tersendiri untuk Intan.
Dia yang belum tau kemana arah tujuan Vano, hanya bisa mengangguk pelan menjawab pertanyaan itu.
"Aku akan menanggung semua biaya kuliahmu, juga menanggung kebutuhan hidup keluargamu termasuk biaya sekolah dan kuliah adikmu nanti." Ucapan Vano membuat Intan semakin bertanya - tanya.
"Menikahlah denganku, Naura membutuhkan sosok ibu dan hanya kamu yang bisa dekat dengannya."
Permintaan Vano membuat Intan syok hingga tidak bisa berkata - kata. Kedengarannya seperti mimpi bagi Intan. Tiba - tiba saja Vano mengajaknya untuk menikah. Padahal tidak ada pembicaraan apapun sebelumnya.
"Ma,,maaf, saya tidak bisa mas,," Intan menolak halus. Menautkan kedua tangannya, saling meremas kuat untuk mengurangi kegugupan yang dia rasakan. Bukan tanpa alasan Intan menolah Vano. Meski sejujurnya pesona Vano sudah menarik hatinya sejak pertama kali bertemu, namun tak lantas membuat Intan mau menerimanya begitu saja. Dari pernyataan yang keluar dari mulut Vano, itu cukup menunjukkan bahwa Vano menikahinya hanya untuk menjadi ibu sambung Naura, bukan untuk mengajaknya hidup bersama sebagai istri sekaligus ibu untuk Naura.
"Kenapa.?" Vano menatap lekat wajah Intan. Meski ekspresinya terlihat datar, tapi Vano menahan kekesalan karna mendapat penolakan. Jika diluar sana semua wanita berlomba lomba untuk menarik perhatiannya agar dijadikan istri, Intan justru menolaknya tanpa berfikir panjang.
"Saya tidak keberatan menjadi ibu sambung Naura, tapi saya hanya ingin menikah dengan laki - laki yang mencintai saya,," Tutur Intan lirih. Dia menunduk, mungkin terlalu lancang menolah niat baik Vano yang ingin mengajaknya menikah, namun Intan tidak mau mengorbankan dirinya untuk hidup dengan orang yang tidak mencintainya.
Vano mengulas senyum tipis.
"Kamu berfikir kalau aku tidak mencintaimu.?" Tanyanya. Intan mengangguk cepat.
"Pemikiran yang tepat." Ujar Vano tegas.
"Tapi apa kamu tau, cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Aku akan pastikan itu. Jadi tidak alasan untuk menolakku dengan alasan aku tidak mencintaimu." Vano berbicara lantang, tapi sejujurnya dia ragu. Bahkan Vano tidak pernah berfikir akan mencintai Intan.
"Sa,,saya,,," Intan terlihat gugup. Kini dia tidak tau lagi harus menjawab apa.
"Aku akan memberi waktu untuk berfikir, kamu juga bisa meminta pendapat kedua orang tuamu. Aku tunggu jawabannya secepatnya,," Seru Vano.
...*****...
Celina menggeliat. Sudah sejak tadi alarmnya berbunyi namun berkali - kali dia mematikannya.
harusnya pagi ini dia bangun lebih awal dan bersiap untuk pergi berlibur bersama Dion.
Kedua orang tua Celina terlalu antusias untuk mendekatkan putrinya dengan Dion sampai harus mengatur jadwal liburan untuk mereka.
"Ya ampun.!" Pekik Celina. Untuk kesekian kalinya dia mematikan alarm, dan kali ini dia terpaksa bangun meski terlihat malas.
"Semoga saja kak Dion banyak kerjaan." Gumamnya penuh harap. Meski awalnya sangat antusias akan pergi berlibur ke Bali, tapi pagi ini Celina berubah pikiran. Rasa malas membuatnya tidak semangat lagi untuk pergi.
Meskipun malas, Celina segera mandi dan bersiap. Sebentar lagi Dion mungkin akan datang. Kalau dia belum bersiap, Dion pasti akan berfikir yang tidak - tidak.
Baru selesai memakai baju, Celina harus berlari keluar kamar untuk membukakan pintu. Rambutnya bahkan belum sempat dia keringkan.
"Kak,," Sapanya pada Dion.
"Masuk, aku keringkan rambut dulu sebentar,," Ujarnya. Dion tidak memberikan tanggapan, fokus memperhatikan Celina dari ujung kaki sampai kepala. Semakin hari Celina terlihat semakin berbeda. Dia semakin terlihat cantik dan auranya terpancar. Rasa cinta yang bertambah membuat Dion semakin melihat kesempurnaan dalam Celina.
"Masuk kak..!!" Teriak Celina. Dia terperanjat mendengar teriakan Celina yang sudah menghilang dari hadapannya.
Dion mengulas senyum tipis. Sepertinya dia sudah gila karna Celina. Wanita muda itu mampu mengobrak - abrik hatinya yang dulu pernah membeku.
"Maaf lama,," Celina keluar sambil menarik koper kecil.
Dion langsung berdiri dan mengambil alih koper milik Celina.
"Biar aku saja,," Katanya.
"Makasih,," Celina mengulas senyum tulus.
Dia berjalan mengekori Dion yang menarik koper miliknya.
Keduanya keluar dari apartemen.
Celina mulai mensejajarkan dirinya di samping Dion. Sesekali Celina melirik laki - laki dewasa yang berbeda dengan kebanyakan laki - laki diluar sana yang pernah dia temui.
Satu bulan menjalani pendekatan dengan Dion, sedikitpun tidak pernah disentuh oleh Dion melebihi batas. Bahkan Celina menyadari kalau dirinya yang lebih sering melakukan kontak fisik dengan Dion meski tanpa sadar. Entah menarik tangannya, menggandeng, bahkan terkadang memukulnya.
Sejujurnya tidak ada alasan bagi Celina untuk menolak perjodohan itu, karna dia bisa melihat sebaik apa Dion untuk masa depannya.
menginginkan yang lebih baik tapi sendirinya buruk . ngaca wooy 🙄
lagian celina kan kelakuannya doang yg buruk . hatinya mah melooooow 😂
Vano VS celine(rusak)