Di malam ulang tahun suaminya yang ke tiga puluh lima, Zhea datang ke kantor Zavier untuk memberikan kejutan.
Kue di tangan. Senyum di bibir. Cinta memenuhi dadanya.
Tapi saat pintu ruangan itu terbuka perlahan, semua runtuh dalam sekejap mata.
Suaminya ... lelaki yang ia percaya dan ia cintai selama ini, sedang meniduri sekretarisnya sendiri di atas meja kerja.
Kue itu jatuh. Hati Zhea porak-poranda.
Malam itu, Zhea tak hanya kehilangan suami. Tapi kehilangan separuh dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Satu jam yang lalu.
Napas Zavier masih belum sepenuhnya stabil ketika ia terduduk di tepi ranjang. Keringat di pelipisnya belum benar-benar kering, namun pikirannya sudah melayang ke arah lain ... ke rumah, ke ibunya, ke keluarga besarnya yang masih berkumpul untuk tahlilan ayahnya.
Elara, yang masih bersandar di bantal sambil menarik selimut ke dadanya, menatapnya dengan senyum puas. "Kenapa kamu kok bengong begitu?" godanya sambil mencolek bahu Zavier.
Zavier menoleh, tatapannya serius namun tetap lembut. "Ela ... aku mau kamu ikut ke rumah." Nada suaranya tenang, tapi tegas, seperti seseorang yang sudah membuat keputusan besar.
Elara langsung terpaku. Senyum kecil itu melebar pelan, hampir gemetar karena terlalu bahagia. "Ke rumahmu? Maksudnya ... ke rumah orang tuamu?" suaranya naik setengah oktaf.
"Iya." Zavier mengangguk pelan. "Mereka semua sedang berkumpul. Sekalian aku kenalin kamu dan mengatakan rencana pernikahan kita. Aku nggak mau hubungan kita sembunyi-sembunyi lagi."
Elara menutup mulutnya dengan telapak tangan, mata berkaca-kaca. Ia beringsut mendekat, memeluk Zavier dari belakang. "Kamu serius? Kamu mau mengenalkanku sekarang? Ke seluruh keluarga besarmu?"
"Ya." Zavier menepiskan sisa keraguannya. "Aku serius Ela. Aku ingin mereka tahu. Kamu adalah calon istriku, masa depanku."
Elara hampir tak bisa menahan tawanya ... tawa bahagia, sekaligus perasaan menang. Seluruh tubuhnya seperti dialiri listrik euforia. "Babe ... aku senang banget. Akhirnya," bisiknya sambil mencium bahu Zavier. "Aku diakui juga. Aku bukan simpananmu lagi."
Zavier membalas pelukannya sebentar, lalu bangkit berdiri, mulai merapikan pakaian. "Kita mandi dulu, setelah itu kita siap-siap, ya. Aku mau semuanya jelas hari ini."
Elara menyibak selimut dengan cepat, bergegas mengambil gaun yang tercecer di lantai. "Iya, sayang. Ayo kita mandi bareng!"
Mereka berdua melangkah bersama masuk ke kamar mandi.
Zavier mengganti bajunya yang tadi dengan baju ganti yang ia simpan di apartemen Elara.
Sedangkan Elara berdandan dengan semangat yang bahkan tidak ia miliki saat menghadiri gala terbesar sekali pun.
Setiap kali melihat refleksinya di cermin, ia tersenyum. Senyum kemenangan. "Bayangin aja," gumamnya pelan, "Hari ini, aku akan masuk ke rumah keluarga Dinata ... sebagai calon istri Zavier."
Zavier menatapnya dari balik pintu kamar, tidak menyanggah ... tidak membenarkan, tapi juga tidak membantah. Ia hanya diam, tetapi diam yang menunjukkan ia tidak menolak bayangan itu.
Dan bagi Elara, itu lebih dari cukup.
"Yuk," ujar Zavier akhirnya.
Elara mengangguk mantap.
Mereka berjalan keluar bersama, tangan Zavier sempat meraih punggung Elara, menuntunnya.
Sementara Elara, dengan langkah ringan dan dada berdebar, hanya bisa memikirkan satu hal:
Hari ini, ia akan memasuki wilayah yang selama ini hanya berani ia impikan ... rumah besar keluarga Dinata.
Dan ia akan membuat semua orang tahu, Zavier memilihnya dibanding istri sahnya: Zhea.
Mobil melaju tenang di jalanan siang yang agak redup. Suara mesin halus, hampir tenggelam oleh dentuman pelan musik dari radio.
Zavier menyetir dengan wajah datar seperti biasa ... tenang, dingin, fokus. Namun suasana di kursi penumpang sama sekali berbeda.
Elara tak bisa diam.
Ia duduk sambil memeluk tas kecilnya, senyum terukir terus-menerus di bibirnya. Sesekali ia menatap Zavier dengan tatapan penuh rasa memiliki, tapi lebih sering ia menatap keluar jendela, menikmati pantulan dirinya sendiri di kaca.
"Babe ... aku masih nggak percaya kamu ngajak aku ke rumahmu." Suaranya lembut, manja, tetapi mengandung kebanggaan yang tidak bisa ia sembunyikan.
Zavier hanya mengangguk, matanya tetap fokus ke jalan. "Aku cuma melakukan apa yang harus aku lakukan."
Itu cukup membuat dada Elara memanas oleh rasa puas. Ia menyentuh dadanya sendiri, seperti ingin memastikan bahwa kebahagiaan itu nyata.
Dalam hati, ia bersorak.
"Zhea pasti makin hancur kalau tahu ini.
Istri sah? Gelar itu cuma tempelan sekarang. Yang dipilih Zavier ... yang ia bawa pulang hari ini ... itu adalah aku. Elara Putri."
Ia menatap tangan Zavier di setir ... tangan yang tadi mencengkeram pinggangnya begitu kuat. Lalu ia tersenyum lagi, senyum yang lebih dalam, lebih licin. "Kayaknya aku harus berterima kasih sama Tuhan," gumamnya sambil tertawa kecil. "Akhirnya, aku bisa mengalahkan dia."
Zavier melirik singkat. "Ngapain ngomong gitu?"
Elara menggeleng cepat, pura-pura polos. "Nggak. Aku cuma ... bersyukur."
Bersyukur karena akhirnya Zhea tidak lagi menjadi hambatan.
Bersyukur karena lelaki yang ia rebut sudah semakin jauh dari istri dan anaknya.
Bersyukur karena hari ini, Zavier sendiri yang membawa dirinya masuk ke pusat keluarga Dinata.
Elara menyandarkan kepala ke kursi, menatap langit lewat kaca mobil. "Babe ... kamu tahu nggak, aku selalu percaya ... kemenangan itu harus diperjuangkan. Dan ... sepertinya hari ini aku menang." Nada suaranya bukan lagi manja. Ada ketenangan, ada keangkuhan yang tidak ia tutupi.
Zavier kembali menatap jalan. Ia tidak menanggapi, tapi rahang yang mengeras menunjukkan bahwa kata-kata Elara tidak sepenuhnya ia sukai ... atau mungkin ia sedang memikirkan konsekuensinya.
Tapi Elara terlalu tenggelam dalam euforianya untuk menyadari itu.
Ia memejamkan mata dengan senyum kecil. "Maaf, Zhea. Pertarungan ini sudah selesai. Dan yang keluar sebagai pemenang ... adalah aku."
Mobil terus melaju ke arah rumah besar keluarga Dinata, membawa dua orang dengan motivasi yang berbeda ...
satu ingin kejelasan, dan satu lagi merasa telah menaklukkan segalanya.
_____
"ZAVIER!" Tubuh Rindu yang tadinya lemah, tiba-tiba berubah penuh tenaga.
Wanita berambut pendek itu melepaskan diri dari pelukan Zhea. Berdiri seketika, lalu berlari menghampiri Zavier dan menampar pipi putra sulungnya itu sambil berteriak dengan suara menggema. "PEMBUNUH! KENAPA KAU TEGA MEMBUNUH PAPAMU SENDIRI?!"
Zavier terhenyak, Elara pun demikian.
Seluruh tubuh Zavier mendadak gemetar, napasnya tertahan. Mata terbelalak lebar. "A-Apa y-yang M-Mama katakan? Ak-ak--" Sebelum perkataan terputus-putus itu lengkap, satu tamparan kembali bersarang di pipi Zavier.
"Jangan mengelak kau iblis! Aku sudah tahu semuanya! Aku sudah melihat buktinya!" Rindu berteriak nyaring tepat di wajah Zavier yang terhuyung satu langkah ke belakang.
Rindu maju cepat, memukuli tubuh Zavier. "Iblis! Monster! Pembunuh! Aku menyesal telah melahirkanmu ke dunia! Aku tak sudi punya anak kriminal seperti kamu! Mati kau! Mati! Mati!"
Sandi maju, dan menahan Rindu yang nyaris hilang kendali karena terus memukuli, menendang, menjambak hingga meludahi wajah Zavier. "Rindu. Cukup! Cukup ..."
"Lepaskan aku, Mas! Akan kudorong anak itu sampai mati! Sama seperti apa yang dia lakukan pada suamiku!" Tubuh Rindu melemah, sesenggukkan di dalam rengkuhan Sandi.
"Zavier ... kenapa kamu membunuh Papa?!" Giliran Arin yang berlari maju, namun keburu ditahan oleh kedua kakak sepupunya, Wili dan Wildan. "Lepasin aku! Lepasin aku, Bang! Aku mau mencekik lelaki iblis itu! Gara-gara dia Papa tiada ..."
"M-Mas ... ss-sebenarnya ini ada apa?" Elara yang sedari tadi mematung, kini mulai menghampiri Zavier yang berpegangan ke kusen pintu.
"Mengakulah Zavier. Kami semua sudah melihat rekaman dari kamera tersembunyi yang dipasang Zhea di ruanganmu. Semua sangat jelas. Kau bertengkar dengan adikku, lalu kau mendorongnya hingga dia jatuh tersungkur membentur meja dan jatuh ke lantai." Sandi mengambil laptop dan memutar lagi video itu.
Zavier membatu, tubuhnya mendadak kaku. Jantung di dalam rongga dadanya serasa dicabut secara paksa.
menunggu part dimana zhea sukses dan dapat jodoh yg meratukan dia,,