Di Benua Timur Naga Langit sebuah dunia di mana sekte-sekte besar dan kultivator bersaing untuk menaklukkan langit, hidup seorang pemuda desa bernama Tian Long.
Tak diketahui asal-usulnya, ia tumbuh di Desa Longyuan, tempat yang ditakuti iblis dan dihindari dewa, sebuah desa yang konon merupakan kuburan para pahlawan zaman kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar wahyudie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Kabut putih mengalir lembut di antara tebing tinggi, menutupi dasar lembah yang tak pernah disentuh sinar matahari.
Di atas lautan kabut itu, berdiri Istana Qianxu — bangunan raksasa yang menjulang menembus langit, puncaknya hilang di antara awan perak.
Setiap pilar batu hitam di sekelilingnya terukir dengan mantra kuno yang berdenyut pelan, seolah hidup.
Setiap hembusan angin membawa gema doa leluhur, dan setiap langkah di lantainya bergema seperti ketukan takdir.
Tempat itu tidak pernah dibuka sembarangan.
Hanya ketika dunia berada di tepi perubahan, ketika hukum langit dan bumi goyah, barulah Istana Qianxu memanggil para penguasa sekte untuk bersidang.
Dan hari ini, kabut spiritual yang selama seratus tahun tertutup… akhirnya terbuka kembali.
Langit di atas istana bergemuruh.
Bukan karena badai, tetapi karena benturan kekuatan tujuh aura kuno yang berkumpul di satu tempat.
Masing-masing aura membawa warna dan dunia yang berbeda — merah menyala dari Sekte Bara Langit, biru pekat dari Sekte Air Mendalam, hijau tua dari Sekte Tanah Suci, hitam legam dari Sekte Bayangan, ungu berkilau dari Sekte Api Roh, putih keperakan dari Sekte Cahaya Ilahi.
Setiap kali aura mereka bertemu, udara bergetar seperti kaca yang menahan petir.
Langit berlapis warna, berputar seperti pusaran roh.
Di kejauhan, ribuan roh penjaga melayang di udara, membentuk formasi suci yang melingkari istana.
Mereka adalah saksi, makhluk spiritual yang menjaga keseimbangan pertemuan tertinggi di bawah langit.
Di halaman utama, ribuan kursi giok tersusun membentuk lingkaran besar.
Masing-masing kursi berukir lambang sekte, sementara tujuh kursi tertinggi berdiri di tengah, memancarkan cahaya spiritual yang berbeda.
Di sanalah tujuh tetua agung akan duduk para penjaga hukum tertua yang suaranya dapat menentukan nasib seluruh benua.
Hening.
Hanya suara langkah para utusan sekte yang bergema, pelan namun tegas.
Kabut menyingkir setiap kali mereka berjalan, dan langit bergetar setiap kali seorang tetua tiba.
Matahari tidak berani menembus kabut itu, seolah bahkan cahaya pun tunduk pada kesucian tempat ini.
................... .........................
Kabut spiritual yang menggantung di aula utama perlahan terbelah.
Dari celahnya, nyala merah muncul, berdenyut seperti jantung yang membakar udara.
Langkah-langkah berat terdengar, berirama teratur, disertai suara kain jubah yang bergesekan dengan lantai giok suci.
Dari sisi barat aula, rombongan Sekte Bara Langit melangkah masuk.
Di depan barisan itu berjalan Elder Mo.
Jubah merah apinya menjuntai ke lantai, setiap langkahnya meninggalkan jejak bara yang tak padam.
Udara di sekitarnya beriak, panas menyusup ke tulang, seolah aula itu menjadi tungku raksasa yang baru dinyalakan.
Rambutnya berkilau kemerahan di bawah cahaya obor spiritual, dan matanya — dua bara tua yang menyimpan amarah dari masa lampau — menatap lurus ke kursi tinggi di tengah aula.
Di belakangnya, Zhao Wen melangkah diam.
Wajahnya pucat, tapi matanya menyala seperti bara yang disiram minyak.
Bekas luka samar di pelipisnya bergetar setiap kali hawa spiritual Elder Mo bergemuruh, seolah menuntut sesuatu yang belum terbayar: balas dendam.
Gelombang aura panas menyapu aula.
Kabut spiritual menyingkir, dan di antara sekte lain terdengar bisikan dan seruan.
“Pengawal Langit Timur!”
Suara itu menggema dari arah Sekte Bayangan Gelap, diikuti tepukan tangan dan sorak kecil yang cepat membesar.
Seketika, gema itu bergaung di seluruh aula, bergulung seperti gelombang api yang menyambut raja mereka.
Elder Mo melambaikan tangannya.
Gerakannya ringan, namun hawa panasnya langsung menghantam dinding batu, membuat obor di sepanjang aula berkedip serempak.
Dalam sekejap, hening menyelimuti ruangan.
Sorak-sorai yang sebelumnya terdengar sekarang senyap dibawah komando Elder Mo.
................... .........................
Dari sisi timur, datang rombongan Akademi Naga Langit.
Mereka berjalan pelan, aura mereka tenang tapi dalam seperti air yang menyembunyikan arus deras di bawahnya.
Di depan barisan, Elder Hua, Elder Ming, dan Elder Fang berdiri sejajar.
Tidak ada sorak-sorai untuk mereka.
Hanya keheningan yang tajam, penuh penilaian.
Elder Hua melangkah masuk terlebih dahulu, menyapu pandangan ke seluruh aula, lalu membungkuk sedikit di depan kursi tertinggi tempat Kaisar Roh Timur duduk.
Sosok tua dengan mata tertutup itu tidak berkata apa-apa — hanya mengangkat tongkatnya perlahan, dan suara gong bergetar dari langit.
“Sidang Aliansi Timur… dimulai.”
Suara Kaisar Roh Timur tidak keras, tapi setiap kata seperti hukum surgawi — membuat semua makhluk yang mendengarnya bergetar jiwa dan tulangnya.
................... .........................
Elder Mo berdiri pertama kali.
Ia melangkah ke tengah lingkaran, menatap para tetua lain, lalu menatap langsung ke arah rombongan Akademi Naga Langit.
“Para tetua terhormat, tiga hari lalu, Langit terbuka di atas akademi.
Fenomena itu bukan berkah, tapi peringatan.
Seseorang di akademi kalian seorang murid bernama Tian Long telah memanggil kekuatan langit turun ke bumi.”
Ia menatap satu per satu sekte di hadapannya.
“Kita semua tahu apa artinya itu: pelanggaran terhadap hukum surgawi.
Bahkan dewa tidak boleh menentang langit.”
Ia mengangkat tangannya tinggi. Api hitam menyala di telapak tangannya, membentuk bola qi yang berputar cepat.
“Ini adalah sisa energi yang kami kumpulkan dari lokasi kejadian.
Qi bumi dan langit bercampur menjadi satu… kekuatan yang tidak seharusnya eksis di dunia.”
Api hitam itu berubah menjadi dua warna: emas dan hijau, berputar liar seperti dua naga yang saling melilit.
Beberapa tetua mundur setengah langkah karena tekanan energi yang luar biasa.
Elder Mo menatap ke arah Elder Hua dengan sorot tajam.
“Bagaimana kau menjelaskan ini, Hua?
Apakah akademi sekarang melatih makhluk yang bahkan langit pun ingin musnahkan?”
................... .........................
Elder Hua berdiri, langkahnya tenang.
Ia menatap bola qi di udara lalu mengulurkan tangan.
Dengan satu gerakan lembut, energi itu berhenti berputar, lalu perlahan menghilang seperti debu.
“Langit tidak turun untuk menghukum,” katanya pelan, tapi terdengar di seluruh aula.
“Langit turun karena dunia sudah lupa pada keseimbangan.
Bumi dan Langit saling menjauh terlalu lama… dan bocah itu hanya menjadi jembatan di antara keduanya.”
Suara riuh langsung terdengar.
Sebagian tetua dari Sekte Bayangan Gelap dan Bara Langit berdiri, memprotes.
“Omong kosong! Itu kekuatan iblis!”
“Langit tak butuh jembatan, Langit memutus karena alasan!”
Elder Hua menatap mereka semua dengan mata tenang.
“Kalau begitu, jelaskan padaku… kenapa dunia tidak hancur setelah Langit turun?”
Suasana mendadak hening.
Elder Ming berdiri di sampingnya, menambahkan,
“Kalau Tian Long benar-benar ancaman, maka Benua Timur sudah menjadi abu tiga hari lalu.”
Ia menatap Elder Mo tajam.
“Fakta bahwa kita masih berdiri di sini, menunjukkan bahwa Langit belum memutuskan.”
................... .........................
Elder Mo menahan amarahnya. Api di tubuhnya bergetar, tapi sebelum ia bisa menjawab, suara tawa pelan terdengar dari arah balkon atas.
Semua kepala menoleh.
Sosok berjubah hitam muncul perlahan dari udara, melangkah di atas cahaya perak.
Ia berhenti di tengah udara, menatap semua orang di bawah.
Kaisar Roh Timur membuka matanya untuk pertama kali, dan aula menjadi hening.
“Siapa kau?”
Sosok itu menunduk sedikit.
“Pengembara dari luar benua,” katanya dengan suara halus, tapi dalam.
“Aku datang bukan untuk berpihak, tapi untuk memberi tahu kalian sesuatu.”
Ia menatap langsung ke arah Elder Hua — lalu menatap ke langit di atas aula, yang perlahan bergetar.
“Anak yang kalian perdebatkan… bukan hanya penghubung bumi dan langit.”
Ia mengangkat tangannya perlahan, dan di udara muncul simbol kuno yang berputar — bentuk naga melingkar dengan mata di tengahnya.
“Dia… pewaris dari Kaisar Naga.”
Ruang sidang berguncang.
Semua tetua berdiri.
Elder Mo terdiam, matanya membesar.
Elder Hua menatap ke atas, wajahnya perlahan berubah pucat.
Dan dari langit, suara petir menggelegar lagi — seolah dunia menegaskan kata-kata itu.