CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Yang kemarin udah baca bab yang sebelumnya, baca ulang aja ya, soalnya aku tambahin kurang lebih 1k kata di bab 26. Kalo bingung baca ulangnya dari sebelah mana, bisa mulai dari tanda ***, jadi updatean hari ini cuma 1 bab karena sebagiannya aku simpen di bab 26.
_______________________________________
Setelah mendapatkannya, perempuan itu segera mengirim gambar tersebut pada nomor sang atasan. Tidak lama dari itu Dimas sudah kembali dari dalam kamar, lelaki itu masih menggunakan celana yang tadi dia pakai, hanya saja kini atasannya sudah diganti dengan kaos biasa.
“Udah kamu kirim?” Tanya Dimas seraya meraih kunci mobilnya yang ada di atas meja dekat sofa.
“Udah Pak.”
“Ada lagi yang mau kamu beli?”
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dimas lantas membuat Velove menggelengkan kepalanya. “Nggak ada, saya cuma butuh itu aja.”
“Ya udah, kamu ke kamar mandi sana bersih-bersih. Saya ke minimarket dulu.”
“Iya Pak, makasih banyak, maaf udah repotin Pak Dimas.” Terlihat jelas rasa tidak enak di wajah Velove saat mengucapkan hal itu.
Dimas hanya menanggapinya hanya dengan berdehem pelan, lelaki itu kemudian membawa langkah kakinya untuk meninggalkan unit apartemennya itu.
Setelah kepergian lelaki itu, Velove memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, ah lebih tepatnya ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Seraya menunggu Dimas kembali, Velove membersihkan diri dan juga membersihkan celananya yang kotor karena noda tadi.
Begitu selesai dengan kegiatannya, Velove memilih untuk menunggu Dimas di dalam kamar mandi saja. Perempuan itu berharap semoga saja Dimas tidak akan lama, karena memang di dekat apartemen itu terdapat minimarket.
Tidak lama dari itu, terdengar ketukan pintu kamar mandi dari luar dan juga sebuah suara yang sangat Velove kenali. “Vel, kamu di dalem? Ini saya bawain pembalutnya.” Dimas berucap di balik pintu.
Mendengar suara dari Dimas, Velove lantas beranjak dari tempatnya dan mendekat ke arah daun pintu. Perempuan itu membuka sedikit pintu tersebut, hingga memberi celah untuk tangannya keluar dari sana. “Taro di tangan saya aja, Pak.” Ucap Velove dengan satu tangan yang keluar dibalik celah kecil pada pintu itu.
Dimas yang melihat tangan ramping Velove yang ada di sana, segera menyerahkan sebungkus pembalut yang dia beli di minimarket tadi. Benda itu langsung diterima oleh tangan Velove, lalu kemudian tangan itu sudah kembali masuk ke dalam kamar mandi.
Melihat hal itu membuat Dimas tersenyum kecil karena menurutnya tingkah Velove di saat seperti inipun masih terlihat sangat lucu di matanya.
“Makasih banyak ya, Pak Dimas.” Ucap Velove dari dalam kamar mandi.
Setelah mendengar ucapan Velove dari dalam sana, Dimas memutuskan untuk keluar dari dalam kamar lalu melangkahkan kakinya menuju sofa, di atas meja yang ada di dekat sofa itu terdapat satu plastik yang berlogo sebuah minimarket.
Di dalam plastik itu ternyata terdapat dua batang cokelat dan juga minuman pereda nyeri datang bulan yang lelaki itu sengaja beli untuk Velove saat di minimarket tadi. Walaupun Dimas harus sedikit menahan malu ketika bertanya soal minuman pereda nyeri datang bulan pada pegawai yang ada di sana.
Tidak lama dari itu, Dimas bisa mendengar pintu kamar yang terbuka, lelaki itu menolehkan kepalanya menatap ke arah sumber suara, di sana dia bisa melihat sosok Velove yang baru saja keluar dari dalam kamar dan kini tengah berjalan ke arahnya.
Perempuan itu ikut duduk di atas sofa yang sedang Dimas duduki, lebih tepatnya di samping lelaki itu. Tapi, ada satu hal yang membuat Velove salah fokus, yaitu sebuah plastik yang berlogo sebuah minimarket yang dia ingat sebelum dia masuk ke dalam kamar tadi, plastik itu tidak ada di sana.
“Ini apa?” Tanya Velove seraya meraih plastik yang mencuri perhatiannya itu.
“Minuman buat pereda nyeri datang bulan sama cokelat.” Jawab Dimas yang kini tengah menonton televisi yang ada di depannya.
Velove yang mendengar jawaban dari Dimas itu lantas mendongakan kepalanya dan menatap ke arah lelaki itu dengan tatapan terkejut. “Pak Dimas kok tahu minuman kayak gini?” Tanya perempuan itu dengan penuh rasa penasaran.
“Saya tanya ke pegawai minimarketnya.”
Sontak jawaban dari Dimas itu lagi-lagi membuat Velove merasa terkejut. “Hah? Pak Dimas emang nggak malu nanya kayak gitu?”
Astaga, Velove tidak bisa membayangkan lelaki seperti Dimas menanyakan soal hal itu pada pagawai minimarket. Rasanya saat ini Velove sangat ingin tertawa ketika membayangkan hal itu, hanya saja dia tahu kalau saat ini bukan waktu yang pas, jadi yang Velove lakukan hanyalah mengulum bibirnya sendiri agar tidak kelepasan tertawa, yang ada Dimas malah akan kesal padanya.
Tapi ternyata tingkah Velove itu diketahui oleh Dimas yang ada di sampingnya. “Kamu mau ketawain saya?”
Sontak Velove langsung kembali berekspresi normal saat mendengar pertanyaan dari Dimas, dia kira lelaki itu tidak sedang melihat ke arahnya. “Hah? Eh—nggak, saya nggak ketawain Pak Dimas kok.”
Tangan perempuan itu kemudian terulur untuk mengambil satu bungkus cokelat yang ada di dalam plastik itu. “Cokelatnya saya makan ya?” Velove meminta izin Dimas terlebih dulu sebelum membuka bungkus cokelat tersebut.
Lelaki itu hanya membalasnya dengan deheman singkat, lalu kemudian Velove mulai membuka bungkus cokelat tersebut. Perempuan itu memotek cokelat tersebut untuk memakannya, tapi sebelum itu Velove menawarkannya terlebih dulu pada lelaki yang ada di sampingnya itu.
“Pak Dimas mau?” Velove berucap seraya menyodorkan sepotong cokelat yang ada di tangannya ke arah lelaki itu.
Dimas menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Tapi jawaban dari lelaki itu tentu saja tidak bisa langsung Velove hiraukan, perempuan itu malah semakin mendekatkan sepotong cokelat yang ada di tangannya pada bibir lelaki itu.
“Cobain dulu, merk cokelat yang ini rasanya enak.” Perempuan itu kembali membujung sang atasan agar menerima cokelat yang dia sodorkan.
Mau tidak mau karena potongan cokelat yang ada di tangan Velove kini sudah ada di depan mulutnya, Dimas langsung melahap cokelat yang ada di tangan perempuan itu. Tapi, tiba-tiba di kepala lelaki itu muncul sebuah ide licik.
Dengan sengaja Dimas memasukan juga ibu jari telunjuk Velove ke dalam mulutnya dan lelaki itu mengigit ibu jarinya hingga membuat Velove meringis di tempatnya.
“Awww! Pak Dimas!” Perempuan itu tampak terkejut dengan apa yang Dimas lakukan terhadap jarinya.
Dengan gerakan cepat Velove segera menarik tangannya dari sana dan menghadiahi lelaki itu dengan sebuah pukulan di lengannya, pukulan dari Velove itu sama sekali tidak berarti apa-apa bagi Dimas.
***
Keesokan paginya Dimas bangun dari tidur lebih dulu dibanding Velove, lelaki itu melirik ke arah samping dimana sekretarisnya itu berada. Dimas mengernyitkan keningnya begitu mendapati dahi dan juga pelipis Velove mengeluarkan butiran-butiran keringat sebesar jagung padahal AC di dalam kamar itu masih menyala dengan normal.
Lantas tangan lelaki itu terulur untuk mengelap butiran-butiran keringan yang ada di wajah Velove, tapi begitu tangannya menyentuh dahi perempuan itu, Dimas merasakan dahi Velove lebih hangat dari biasanya, lalu tangan lelaki itu berpindah pada sisi wajah Velove, ternyata pipi perempuan itu juga sama hangatnya.
Demam.
Itulah satu kaya yang terlintas di kepala Dimas saat dirinya mendapati suhu tubuh Velove yang meningkat.