NovelToon NovelToon
Lelaki Dari Satu Malam

Lelaki Dari Satu Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Keluarga
Popularitas:903
Nilai: 5
Nama Author: Keke Utami

Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.

Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.

Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.

Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Teman nongkrong

Satu persatu makan malam Rinjani hidangkan di meja makan 4 kursi itu. Langit memperhatikan sejak tadi– bukan makanannya– melainkan Rinjani yang tampak cantik meski dengan dress sederhana, perutnya yang buncit sudah terbentuk di balik dress tersebut.

“Silakan, Mas.”

Tatapan Langit jatuh pada piring di depannya, mulai makan, mengakhiri sesi berkhayal yang ia lakukan.

“Duduk, Rin. Setelah makan malam saya antar!” itu adalah sebuah perintah. Dan Rinjani mengambil kursi di depan Langit. Mulai makan, seperti yang ia lakukan selama 4 hari belakangan.

“Enak,” Langit selalu memuji, Rinjani hanya tesenyum tipis, mulutnya penuh.

“Besok Mama dan Papa pulang,” ujar Langit. Rinjani menoleh, ada satu getaran tak rela di mana ia ingin terus datang ke apartemen itu untuk mengatar sarapan dan menunggu Langit pulang.

“Besok saya kembali tidur di rumah,” ucap Langit lagi, seolah menjawab kegelisahan Rinjani.

Setelah makan malam berakhir, Langit memutuskan mengantar Rinjani pulang. Motor matic gede selalu menjadi kendaraan yang Langit suka saat Rinjani duduk di jok belakang dan memeluk tubuhnya.

“Dingin?” tanya Langit, Rinjani bergumam samar. Bekas hujan masih tertinggal di aspal, hawa dingin mulai memeluk tubuhnya yang hanya memakai dress. Langit menepi, melepas jaket dan meminta Rinjani memakainya.

“Makasih, Mas,” gadis itu tak menolak, segera mamakai jaket Langit. Aroma maskulin membalut indra penciumannya, nyaman dan menenangkan.

“Kamu mau beli sesuatu?” tanya Langit.

Sudah dua hari ini Rinjani ingin rujak, namun belum sempat dibeli. Dan saat ia menemukan penjual rujak di depan sana, Rinjani segera meminta Langit berhenti.

Setelah keduanya turun dan membeli beberapa bungkus rujak, motor kembali membelah jalanan dengan kecepatan … ayo kecepatan berapa?

“Mas … motornya kenapa? Nggak bisa ngebut, Mas?” tanya Rinjani.

“Saya kan nggak pakai jaket, Rin. Kalau digas malah dingin,” alasan Langit.

Rinjani menjadi tidak enak, “Ya udah, Mas. Mas aja yang pakai jaketnya, saya di belakang masih aman.”

Langit mendengus dalam hati, “Nggak usah, ribet kalau harus berhenti lagi, kamu peluk aja.”

Rinjani melongo saat Langit menarik tangannya ke depan, meminta Rinjani memeluknya erat. Kecepatan motor itu bertambah lebih laju dari sebelumnya.

Motor berhenti di depan pagar. Rinjani turun hati-hati.

“Sana masuk, langsung istirahat, susunya jangan lupa diminum,” ucap Langit.

Rinjani terdiam, memperhatikan Langit yang melepaskan helm, menggusarkan rambut membuatnya berantakan namun terlihat semakin tampan. 

“Mas Langit nggak masuk?” tanya Rinjani.

Langit menggeleng, “Besok saya kembali ke rumah,” ucapnya, ia melirik jam di pergelangan tangan, “Tapi besok sarapan tetap kamu antar, ya.”

Rinjani mengangguk cepat, “Iya, Mas. Saya masuk dulu,” Rinjani berlalu, masuk ke dalam rumah menyisakan Langit yang juga sudah kembali menaiki motornya. Saat mesin menyala, dan sorot lampu menerangi ujung gang, Langit melihat sebuah mobil yang ia kenal berhenti di sana. 

Langit menurunkan kaca full face helm, mendekati mobil Darren dan pura-pura bertanya apa yang ia lakukan di komplek rumah Langit.

“Ngapain lo di sini?” tanya Langit saat Darren membuka kaca mobil.

“Ada urusan,” Darren menatap Langit dengan motornya, “Tumben motoran, mobil lo mana?” tanya Darren.

“Ada. Emang lagi pengen pakai motor. Gue duluan.”

Langit bersiap untuk berlalu namun Darren kembali menghentikannya.

“Lo mau ke mana?” tanya Darren.

“Apartemen. Gue nginap di sana.”

“Nyokap lo nggak di rumah?” tanya Darren. Langit menjawab dengan gelengan.

“Ya udah, gue ikut.”

Sebelah alis Langit terangkat, “Ke mana?” tanyanya bingung. 

“Apartemen lo lah,” Darren mengotak-atik ponselnya, “Gue udah kirim chat di grup. Kita ngumpul di apartemen lo.”

“Lah kenapa jadi–” Langit berdecak saat Darren sudah melaju, ia ikut menyusul.

******** 

Rinjani membuka bungkus rujak yang dibeli oleh Langit. Air liurnya seperti ingin menetes, ia segera mengambil potongan mangga muda, membubuhi dengan kuah rujak. Sensasi pedas asam membuat wajahnya mengernyit namun Rinjani menyukainya. 

Rinjani menoleh ke pintu dapur saat Nafa muncul di ambang pintu.

“Kak Rinjani udah pulang?” tanya Nafa.

Rinjani menunduk sopan, “Sudah, Non. Non Nafa butuh sesuatu?” tanya Rinjani. 

Nafa menggeleng, ia meraih gelas dan mengisinya di water dispenser. Tatapannya memperhatikan Rinjani– bukan, Nafa justru memperhatikan hoodie yang Rinjani gunakan.

“Ini hoodie Mas Langit ‘kan? Kok Kak Rinjani yang make?” tanya Nafa. Ia ingat jika itu adalah hoodie yang ia belikan saat mereka berlibur ke luar negeri 4 bulan lalu.

Rinjani terdiam. Gugup. Bingung ingin menjelaskan apa. Ia juga tidak mengerti kenapa saat sampai di rumah ia tidak melepaskan hoodie itu– nyaman atau memang aroma Langit yang tertinggal di sana membuatnya candu?

**** 

Langit berdecak, di depan pintu apartemen sudah ada Darren, Vicky, Rio dan Nando yang menunggunya membuka pintu.

“Gue pengen tidur. Istirahat.”

Langit menekan digit, masuk lebih dulu saat pintu terbuka, disusul oleh teman-temannya yang tidak peduli.

“Lo jarang ngumpul belakangan ini. Betah banget di rumah ngapelin Nafa,” ledek Vicky.

Nando tertawa, “Jangan-jangan lo emang udah ada perasaan sama Nafa dari dulu ya, Lang?” 

Yang lain tertawa, saling tumpang tindih atas tuduhan yang sangat-sangat fitnah itu, “Nggak bener lo, Lang. Kebelet banget nggak perlu nunggu Nafa wisuda. Langsung kawin, sat set sat set gas.”

Langit hanya memutar mata malas, memilih memainkan ponsel. Ini sangat menyebalkan sekali. Saat ia ingin istirahat dan memikirkan Rinjani di kamar. Justru tertahan oleh teman-temannya yang sangat-sangat kurang kerjaan. Bahkan Vicky sudah melangkah ke kabinet kecil di bawah meja bar, mengeluarkan wine dan membawa 5 gelas.

Nando menuang wine lebih dulu, disusul Rio dan juga Darren.

“Ren? Lo serius pengen mabuk? Nggak masalah sama Rinjani?” pertanyaan Vicky membuat gerakan tangan Darren terhenti dan tatapan Langit teralihkan dari ponsel. Dan di luar kendali mereka semua Darren dan Langit justru saling tatap. 

1
Nadin Alina
Hebat sih, Rinjani. Yang semula tuan putri mau berjuang untuk hidup🙃
Nadin Alina
next bab Thor....
Nadin Alina
Ceritanya keren, semangat Thor 🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!