Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : Hadiah Dari Hulya
...•••Selamat Membaca•••...
“Tau ah, mikirnya nanti saja.”
Hulya bergegas menuruni tangga, dia hanya membawa satu tas kecil, matanya juga masih sedikit sembab.
Saat sampai di lantai bawah, Hulya mendengar percakapan beberapa pria di ruang tamu, suara yang begitu familiar baginya, Hulya melangkahkan kaki ke sana dan mengepalkan tangan dengan sempurna, emosinya seketika meluap.
“Brengsek ya kalian semua, kalian mengerjai aku?” marah Hulya saat melihat Marchel, Alessandro, Justin dan Louis duduk santai sambil merokok.
Mereka berempat langsung menatap Hulya sambil tersenyum.
“Kami baru saja menjalankan misi berbahaya, jadi aku pikir, tidak ada salahnya untuk mencari hiburan,” jawab Alessandro dengan santai.
Hulya masih menahan amarahnya, dia geram dengan semua ini, mereka sudah memainkan perasaannya, semalaman dia bahkan tidak tidur karena memikirkan Marchel.
Marchel mematikan rokok di tangannya lalu mendekati Hulya, memegang bahu Hulya dan mengecup singkat pipi mulus itu, hanya reaksi datar yang Marchel dapatkan dari mantan istrinya.
“Maafkan aku, ternyata kau masih mencemaskan diriku.” Marchel tersenyum, dia tidak bisa membaca ekspresi dari Hulya saat ini.
Hulya meraih pistol yang tersampir di pinggang Marchel lalu mengarahkannya ke kepala pria itu sambil menarik pelatuk pistol tersebut hingga siap untuk ditembakkan.
“Hulya, jangan main-main dengan benda itu,” kata Marchel, dia mundur selangkah untuk menghindari apa yang akan Hulya lakukan.
“Kalian benar-benar membuat aku kesal!”
Dor! Hulya menembakkan peluru itu ke arah Marchel, pria tersebut langsung menghindar. Alessandro, Justin dan Louis bahkan sampai kaget dan bersembunyi di balik sofa.
“Hulya, kau mau membunuhku?” teriak Marchel yang bersembunyi di balik lemari kayu yang berdiri kokoh di ruang tamu.
“Iya, aku akan membuat kau koma, seperti apa yang dikabarkan oleh Alessandro padaku,” teriak Hulya.
Dor! Dor! Dor!
Hulya menembak ke arah empat pria itu, mereka semua pucat meladeni amarah Hulya.
“Ini ide Justin, Hulya. Aku tidak tahu apa-apa, demi Tuhan,” teriak Alessandro dari balik sofa, Hulya justru mengarahkan pistol itu ke sofa di mana Alessandro bersembunyi.
Mereka berempat benar-benar kelimpungan, tidak ada yang menyangka kalau Hulya akan beringas seperti itu.
“Marchel, dia benar-benar akan membunuh kita semua,” teriak Justin pada Marchel yang tetap setia di balik lemari.
“Ini semua karena ide gilamu, brengsek,” balas Marchel setengah berteriak.
“Tenanglah Hulya, semua ini kami lakukan demi hubungan kalian, itu saja,” teriak Louis dari balik sofa.
Hulya menembakkan seluruh isi pistol itu ke sofa dan lemari tempat ke empat pria itu bersembunyi, kini sofa yang harganya puluhan juta tersebut sudah hancur tak berbentuk.
“Aku minta maaf Hulya, aku tidak bermaksud mempermainkan perasaanmu, tenanglah,” teriak Marchel.
Hulya yang kehabisan peluru langsung melempar pistol itu ke sembarang arah, dia bersimpuh di lantai lalu menangis.
Karena merasa aman dan tidak ada lagi tembakan. Marchel, Justin, Alessandro dan Louis keluar dari persembunyian mereka.
Marchel mendekati Hulya, dia bisa melihat kalau wanita itu kini begitu rapuh dengan mata yang sembab.
“Maaf, aku hanya ingin tahu apakah kau masih mencintai aku atau tidak, semenjak kejadian bersama Tifani dulu, kau terlihat cuek padaku Hulya, kau bahkan tidak cemburu atau pun marah.” Marchel menjelaskan kenapa dia dan yang lain membuat rencana seperti itu pada Hulya.
Hulya tak menjawab, dia hanya terisak, tubuh dan tangannya gemetar.
“Aku hamil Marchel dan aku pernah keguguran, semua itu karena kau terus mengasari aku, terakhir kali aku mencoba kabur darimu, saat itu aku sedang hamil 4 minggu, aku keguguran karena kau. Aku kabur bukan karena tidak mencintaimu, tapi aku takut dikasari olehmu.” Tubuh Hulya gemetar, wajahnya kini tampak pucat, Marchel terdiam sesaat mendengar perkataan dari Hulya.
Alessandro, Justin dan Louis saling tatap, mereka merasa bersalah pada Hulya apalagi Alessandro, terakhir Hulya kabur, dia ikut mengejar Hulya sehingga Marchel melakukan kekerasan fatal.
Justin juga merasa bersalah, dia pernah menjadi saksi di mana Hulya dulu hampir di bunuh oleh Marchel saat hamil lima bulan pada kehamilan yang pertama.
“Kau saat ini... hamil Hulya?” tanya Marchel terbata, dia begitu bahagia mendengar semua itu, air mata haru menetes dari pelupuk mata tajamnya.
“Aku ingin melahirkan anak ini, Marchel. Jika aku masih bersama denganmu dan tiba-tiba nanti kau emosi atau aku berbuat kesalahan, bisa-bisa kau akan membunuh aku dan anakku lagi,” tangis Hulya pecah seketika, Marchel langsung memeluk Hulya dan ikut merasa sesak.
Kini dia mengerti, Hulya mencoba terus lari darinya bukan karena Hulya benci tapi karena Hulya ingin hidup tenang.
“Aku janji akan berubah sayang, tolong maafkan aku, tolong jangan pergi atau berpaling dariku, jika saat itu aku tahu kau hamil, aku pasti akan menjagamu,” pinta Marchel lalu memeluk Hulya.
“Kenapa harus menjaga aku ketika hamil saja? Apa kau memerlukan alasan untuk menjaga aku?”
“Tidak, aku janji, aku akan lebih mengontrol emosiku, aku akan menjaga dirimu dan tidak akan mengasari kamu lagi. Aku janji Hulya, aku akan berubah.” Marchel semakin mempererat pelukannya pada Hulya.
“Apa tawaran untuk rujuk masih berlaku?” Marchel menatap mata Hulya dan tersenyum senang.
“Tentu, kau mau rujuk denganku?” Hulya mengangguk, bukan main senang di hati Marchel saat ini.
“Jadi, kau tidak pergi ke Norwegia?”
“Pergi, aku di sana hanya 2 minggu.”
“Lalu sisanya, kau di mana?”
“Aku di markas.” Hulya mengangguk.
“Oh. Ayo ikut aku.” Hulya tersenyum lalu menatap ketiga pria yang berdiri di belakang Marchel, “Kalian juga ikut denganku, aku punya hadiah untuk kalian,” ucap Hulya dengan penuh semangat dan senyuman hangat.
Mereka bertiga tersenyum senang, tidak dengan Marchel, dia justru merasa kalau Hulya sedang merencanakan sesuatu saat ini.
Justin menarik lengan Marchel agar sejajar dengannya lalu berbisik, “Kau harus berterima kasih padaku Marchel, lihatlah, rencanaku berhasil bukan.”
Marchel menoyor kepala Justin yang saat ini tersenyum senang, dia berkata, “Lihat apa yang akan dilakukan Hulya, perasaanku tidak enak sekarang.”
Mereka dibawa oleh Hulya menuju dapur. Hulya mengambil empat buah jeruk nipis lalu membelahnya dan menaruh belahan jeruk itu di dalam alat kecil.
“Apa dia akan membuatkan makanan untuk kita?” gumam Alessandro.
“Aku rasa kita akan dapat tembakan kedua,” balas Justin.
“Ya, siapkan saja lidah kalian, karena aku yakin kalau jeruk itu akan membakar tenggorokan kita,” tambah Louis yang seakan tahu apa yang diperbuat Hulya sebentar lagi.
“Sial, aku tidak berekspektasi kalau Hulya akan bereaksi begini,” timpal Marchel.
Tatapan mereka semua tak bisa lagi diartikan, semua terlihat tegang mengingat apa yang akan Hulya lakukan beberapa detik lagi.
“Nah, karena kalian sudah membuat aku sampai menangis semalaman, ada baiknya kalian juga ikut menangis denganku,” kata Hulya sambil tersenyum, mata mereka tertuju pada alat kecil yang dipegang Hulya, di mana dalam alat itu berisi belahan jeruk nipis yang begitu asam.
Mereka semua meneguk saliva dengan kasar, air liur mereka bahkan sudah bisa merasakan betapa asamnya jeruk itu ketika menyentuh lidah.
“Marchel, buka mulutmu!” titah Hulya dengan nada lembut dan senyum manis.
“Apa tidak ada hukuman lain sayang?”
“Ini bukan hukuman, ini hadiah dariku, masa kamu tidak mau terima,” Hulya pura-pura merungut, Marchel menatap ketiga anak buahnya itu, jadilah mereka berempat saling tatap-tatapan.
“BUKA MULUTMU!” Teriakan Hulya membuat mereka semua kaget, dengan terpaksa, Marchel membuka mulutnya dan Hulya menekan alat itu yang membuat air jeruk nipis tersebut masuk sangat banyak ke dalam mulut Marchel.
Ingin sekali Marchel memuntahkannya tapi Hulya justru mengatup bibirnya dan air jeruk tersebut tertelan sempurna oleh Marchel, pria itu terbatuk karena asamnya cairan yang dia telan tadi.
Justin, Louis dan Alessandro saling dorong, “Dia duluan Hulya, kan si Justin ini yang memberikan ide pada Marchel,” hasut Alessandro sambil mendorong Justin.
“Shit, brengsek kau Al,” umpat Justin pada Alessandro.
“Kalian semua pasti kebagian.”
Tak bisa mengelak lagi, semuanya benar-benar diberi oleh Hulya air perasan jeruk nipis. Keempat pria tersebut terbatuk dan mata mereka berair seketika.
“Wah ini baru namanya sahabat terbaik, satu menangis, semua harus ikutan menangis.” Hulya melompat kegirangan dan bertepuk tangan, memberikan apresiasi atas apa yang telah dia perbuat.
“Kenapa kalian tidak ikut tepuk tangan?” tanya Hulya dengan tatapan tajam.
Keempat pria tersebut tersenyum dengan paksa lalu bertepuk tangan, Hulya dengan senang hati kembali ke kamarnya, perasaannya benar-benar lega setelah memberi hadiah pada ke empat pria itu.
“Aku tidak ikutan lagi kalau hukumannya begini,” ujar Justin.
“Ternyata dia lebih sakit jiwa daripada kita,” balas Alessandro.
“Dari awal aku tidak setuju dengan semua ini,” tambah Marchel.
“Tenggorokanku terbakar, fuck,” umpat Louis.
...•••BERSAMBUNG•••...