Tumbuh di lingkungan panti asuhan membuat gadis bernama Kafisha Angraeni memimpikan kehidupan bahagia setelah dewasa nanti, mendapatkan pendamping yang mencintai dan menerima keadaannya yang hanya dibesarkan di sebuah panti asuhan. namun semua mimpi Fisha begitu biasa di sapa, harus Kalam setelah seorang wanita berusia empat puluh tahun, Irin Trisnawati datang melamar dirinya untuk sang suami. sudah berbagai cara dan usaha dilakukan Kira untuk menolak lamaran tersebut, namun Irin tetap mencari cara hingga pada akhirnya Fisha tak dapat lagi menolaknya.
"Apa kamu sudah tidak waras, sayang???? bagaimana mungkin kamu meminta mas menikah lagi... sampai kapanpun mas tidak akan menikah lagi. mas tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat mas cintai." jawaban tegas tersebut terucap dari mulut pria bernama Ardian Baskoro ketika sang istri menyampaikan niatnya. penolakan keras di lakukan Ardi, hingga suatu hari dengan berat hati pria itu terpaksa mewujudkan keinginan sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepenggal kisah Ardian di masa lalu.
Kafisha tersenyum miring mendengar tudingan Irin kepadanya. "Setelah dahulu menggunakan seribu cara agar aku bersedia menikah dengan mas Ardian, sekarang mbak justru menuduhku seperti itu. asal mbak tahu, aku tidak sejahat itu." Kafisha membantah tudingan buruk madunya itu.
"Jika benar begitu, lalu kenapa kau masih ada di rumah ini? kenapa tidak pergi saja dari kehidupan mas Ardian! Bukankah kau sudah tahu kebenarannya, mau tunggu apa lagi?." dengan entengnya Irin berujar demikian padahal mulanya dia sendiri yang mengatur semua skenario yang saat ini terjadi.
"Baiklah, jika itu yang mbak inginkan, aku akan pergi dari rumah ini dan juga dari kehidupan mas Ardian." sahut Kafisha seraya membendung air matanya. entah mengapa, mengatakan semua itu rasanya da-danya begitu sesak.
"Tidak ada yang boleh pergi dari rumah ini tanpa seizin dariku." suara bariton Ardian sontak mengalihkan atensi Irin dan juga Kafisha. kedua wanita itu kompak memandang ke ambang pintu, di mana saat ini Ardian tengah berdiri.
"Tapi aku tidak mau dia masih tinggal di rumah ini mas, aku ingin dia pergi dari sini!." Irin berbicara dengan nada berapi-api.
"Baiklah...." Ardian merespon perkataan Irin dan itu mampu membuat pandangan Kafisha tertunduk layu dibuatnya. Ia sudah menebak Ardian pasti akan berpihak pada Irin, istri yang sangat dicintainya. "Jika memang kau tidak suka dengan keberadaan Kafisha di rumah ini, maka aku akan membawanya pergi dari sini." kelanjutan dari kalimat Ardian berhasil membuat Kafisha kembali mengangkat pandangannya, menatap lekat wajah Ardian. sungguh, ia tidak menyangka Ardian akan bersikap seperti itu. Bukannya ingin besar kepala, namun sebagai istri tentu saja Kafisha merasa keberadaannya masih dianggap oleh Ardian.
Sama seperti Kafisha, Irin pun tidak menyangka Ardian akan berpihak pada Kafisha. "Tapi, mas..."
Ardian melangkah mendekat pada Kafisha. "Kemasi semua barang-barangmu!."
Kafisha pun mengangguk, kemudian beranjak mengambil koper kecil di samping lemari, lalu memasukan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper tersebut. Ya, hanya beberapa potong saja, karena Kafisha tidak ingin membawa serta apapun yang pernah diberikan oleh Irin untuknya.
"Mas....mas....kamu tidak bisa bersikap seperti ini padaku...!." Irin yang tidak terima dengan sikap Ardian lantas berusaha menyusul langkah pria itu yang kini tengah mendorong koper milik Kafisha menuju mobilnya.
"Kenapa sikapmu berubah seperti ini kepadaku, mas??." teriak Irin saat Ardian tak menghiraukan perkataannya.
"Maafkan aku, Irin. Kau sendiri yang membuat sikapku berubah kepadamu." jawaban Ardian mampu membungkam mulut istri pertamanya itu.
Jujur, Kafisha tidak tega melihat Irin dalam kondisi seperti saat ini, tetapi ia juga tidak ingin terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga Ardian dan Irin, terlebih setelah tudingan buruk yang dilayangkan Irin padanya. Ia memilih menunggu di dalam mobil, menatap pada Irin yang terus mengiba dihadapan suaminya.
Tak lama kemudian, Ardian menyusul Kafisha masuk ke dalam mobil. tak lama kemudian mobil yang dikendarai Ardian pun bergerak meninggalkan gerbang rumah.
Di sepanjang perjalanan entah kemana Ardian membawanya, Kafisha hanya diam saja. Ia tahu saat ini suasana hati Ardian sedang tidak baik-baik saja, maka diam akan lebih baik ketimbang kata-katanya nanti justru menambah kekalutan dihati Ardian, begitu pikir Kafisha.
Sebenarnya, saat ini Kafisha ingin sekali menanyakan kepada Ardian tentang sosok ayahnya. Semoga saja Ardian tahu tentang ayah kandungnya. Sejujurnya, tidak banyak yang diingat oleh Kafisha tentang kedua orang tua kandungnya. Mungkin karena saat kecelakaan itu terjadi usianya yang masih beranjak lima tahun. Akan tetapi melihat kondisi Ardian saat ini sepertinya Kafisha harus sedikit bersabar sampai waktu sedikit kondusif untuk menanyakannya pada pria itu.
Suasana tetap hening hingga mobil yang dikendarai Ardian tiba di depan sebuah rumah mewah berlantai dua, yang berada di kawasan elit.
Ardian turun dari mobil kemudian melangkah mengitari mobil guna membukakan pintu mobil untuk Kafisha. "Ayo turun!." kata Ardian seraya mengulurkan tangannya.
Kafisha pun menyambut uluran tangan Ardian dalam diam.
"Selamat siang, tuan... " sapa seorang wanita paruh baya yang baru saja menghampiri mobil Ardian. "Selamat siang, Nona." selanjutnya, wanita yang akrab disapa bi Inah tersebut menyapa Kafisha dengan senyum ramahnya.
"Oh iya, bi kenalkan ini Kafisha. Kafisha kenalkan ini bi Inah, beliau yang akan melayani kebutuhan kamu selama berada di rumah ini." Ardian memperkenalkan keduanya.
Kafisha tersenyum sungkan pada Bi Inah, dan dibalas senyum ramah oleh bi Inah. "Selamat datang Nona Kafisha."
"Terima kasih, bi." walaupun baru pertama kali bertemu dengan bi Inah, tapi Kafisha dapat merasakan kehangatan seorang ibu dibalik kelembutan sikap wanita paruh baya tersebut.
"Mari tuan....nona...bibi antarkan ke kamar!." tawar bibi seraya mengambil alih koper dari tangan Ardian. Untungnya koper milik Kafisha hanya berukuran kecil sehingga tak menyulitkan bi Inah untuk membawanya.
"Silahkan masuk tuan...Non.... kebetulan kamarnya setiap hari bibi bersihkan." kata bibi dengan sopan.
"Kamu masuklah dulu!". Kata Ardian dan Kafisha pun menurut.
"Bi, jika Irin atau siapapun menelpon ke sini, jangan katakan apapun, terutama tentang keberadaan Kafisha di rumah ini!." titah Ardian pada bi Inah setelah Kafisha masuk ke dalam kamar.
Bi Inah mengangguk paham.
"Bibi pasti bertanya-tanya siapa sebenarnya Kafisha, dan mengapa saya sampai membawanya ke rumah ini??? dia istri kedua saya, bi. saya menikahinya setahun yang lalu atas permintaan dari Irin." demi mencegah pemikiran buruk bi Inah terhadap Kafisha, Ardian merasa perlu memberi sedikit penjelasan pada wanita itu. meskipun sebenarnya tidak wajib, namun demi menjaga martabat Kafisha sebagai seorang perempuan semua itu dilakukan oleh Ardian.
"Baik, tuan." Bi Inah mengangguk paham.
"Kalau begitu bibi boleh kembali ke dapur." ujar Ardian.
"Baik, tuan. Kalau butuh sesuatu silahkan panggil bibi!."
Ardian mengangguk, sebelum sesaat kemudian menyusul Kafisha ke kamar.
"Mas..." seru Kafisha saat menyadari kedatangan Ardian di dalam kamar.
"Kamu tidak masalah kan tinggal di sini dulu sementara waktu, sebelum mas mendapatkan rumah yang pas untuk kamu." tanya Ardian yang kini telah mendaratkan bobotnya di sofa, sementara Kafisha duduk ditepi tempat tidur.
"Tentu saja tidak masalah mas. Aku justru senang tinggal di rumah ini, nyaman banget rasanya." jujur Kafisha. Ya, saat ini jauh dari Irin adalah tempat ternyaman bagi Kafisha, tak peduli di kolong jembatan sekalipun tak masalah asal tidak satu atap lagi dengan Irin.
"Apa ini rumah mas Juga?." tanya Kafisha.
"Rumah ini adalah milik kedua orangku. Di sinilah aku lahir dan dibesarkan hingga kemudian menikahi Irin saat usiaku masih dua puluh tahun, dan saat itu juga kedua orang tuaku memutuskan menetap di Belanda, negara asal Daddy." Ardian sedikit bercerita tentang kedua orang tuanya.
"Pantas saja mas Ardian setampan ini, ternyata ayahnya mas Ardian orang bule." batin Kafisha yang baru tahu jika suaminya terlahir dari seorang ayah yang berkewarganegaraan Belanda.
"Kenapa mereka memutuskan pindah dan meninggalkan mas sendiri di tanah air saat itu?." sepertinya Kafisha mulai ingin tahu banyak tentang suaminya itu serta keluarganya.
"Sebenarnya mereka kurang setuju saat aku memutuskan ingin menikah dengan Irin. Sebenarnya alasan mereka cukup logis, karena saat itu usiaku masih dua puluh tahun dan aku masih kuliah seraya belajar memimpin perusahaan yang didirikan Daddy. tapi karena aku keras kepala dan tetap bersikeras menikah muda, akhirnya mommy dan Daddy memutuskan menetap di Belanda untuk mengurus perusahaan Daddy di sana. hanya sesekali mereka datang berkunjung ke sini." bercerita tentang sosok kedua orang tuanya tanpa sadar kedua bola mata Ardian mulai berkaca-kaca.
Tanpa aba-aba Kafisha berpindah ke sofa, kemudian memeluk tubuh Ardian. dan perlahan memberikan tepukan pelan pada punggung pria itu. "Semua orang punya jalan cerita hidupnya masing-masing. Mas masih beruntung bisa mengunjungi kedua orang tua mas jika merindukan mereka. Berbeda dengan aku, jangankan untuk mengunjungi, makam kedua orang tuaku saja aku tak tahu." bukannya ingin mengumbar kesedihan atau semacamnya, namun Kafisha hanya ingin Ardian menyadari jika masih ada orang-orang yang kisah hidupnya lebih menyedihkan, termasuk ia salah satunya.
disini siapa yang licik ???
disini siapa gak tamak???
gak usah sok playing victim gtu donk...
nggak semua orang bisa kamu jadikan boneka,yang hidupnya bisa kamu mainkan
ingin mengendalikan Ardian,tapi dia menyakiti Kafisha...
krᥒ ⍴ᥱᥒ᥆k᥆һᥲᥒ ᥒᥲmᥲᥒᥡᥲ һᥲm⍴іr mіrі⍴
sᥱmᥲᥒgᥲ𝗍 ᥡᥲ kᥲk ✍️
Ternyata Irin tak sebaik yang di kira...
aneh
jadi susah bedainnya kk Thor 😆🙏
seharusnya Ardian pindah ke kamar Kafisha ...
Ini kamar Ardian dan Irin gak pantes rasanya mereka tidur diranjang ini, apalagi Irin masih hidup.masih istri Ardian juga...
Kafisha dilamar sm irin untuk jadi madunya, karna anak lakinya suka sama kafisha
Gitu gak yaaa ?
Semakin seruuu ceritanyaaa, semangat terus thor 💪🏼