Cinta Lelaki Sempurna

Ryan bisa tahu kegelisahan di hati Rea, dia merasa khawatir mana, kala masalah dengan lelaki bernama Ruslani itu akan semakin rumit dan panjang.

Tapi Ryan tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu Rea, bahkan jika itu mengorbankan dirinya sendiri.

Qiya melihat Ryan datang, senyum di wajahnya sedikit berbeda, dia tentu sadar akan setiap perubahan dari emosi Ryan sekali pun itu tersembunyi oleh lengkungan di bibir.

"Tuan apa terjadi sesuatu ?." Tanya Qiya.

"Tidak ,aku hanya menelpon seseorang untuk mengatasi sumber masalah." Jawab Ryan berusaha tetap tenang.

Ryan mendekat kepada Rea, menatap wajah istrinya yang sedang terduduk lemas dengan ekspresi rumit. Dia tahu bahwa masalah tentang baju basah atau kecaman dari Ruslani masih membekas dalam pikiran.

"Jangan khawatir istriku, aku pastikan semua akan baik-baik saja, lelaki tua itu tidak akan berani melakukan apa pun lagi."

"Mudah sekali kau bicara, bagaimana jika dia melaporkannya ke polisi. Kau juga akan kena masalah."

Ryan merasa senang mendengar Rea khawatir tentangnya..."Kenapa juga harus polisi ?."

"Itu yang sering aku lihat di sinetron, kalau ada orang miskin diancam oleh orang kaya, mereka pasti lapor ke polisi" Jawab Rea.

"Ini tidak ada sangkut pautnya dengan urusan hukum, hanya masalah tentang etika dan adab sebagai sesama manusia, tapi aku tidak yakin kalau orang itu adalah manusia." Balas Ryan membuat sedikit lelucon.

"Tapi itu sering terjadi, aku yakin..." Rea semakin terlihat bingung.

Ryan membelai Rambut Rea, sedikit kesempatan karena tidak mungkin Rea akan menolak... "Sepertinya memang benar, tapi kau harus ingat istriku, selama ada aku di sini, aku akan selalu menjagamu"

Saat ini, hati Rea benar-benar rumit, dia masih belum bisa melupakannya, hanya saja, mendengar ucapan Ryan, dia merasa sedikit lebih baik.

*******

Ryan, Rea dan Qiya segera ke rumah. Sepanjang jalan juga Rea lebih banyak diam.

Siang hari di jalanan kota, selalu seperti biasa, macet, panas dan penuh sesak, tapi melihat Istrinya tampak murung, semua kerumitan semakin menjadi-jadi.

Apa yang diharapkan dari keramaian kota Jakarta dengan kendaraan-kendaraan pembawa polusi dan saling serobot kanan kiri.

Tetapi ini akan jadi menyenangkan, ketika terjadi peraduan mulut antara dua pengemudi yang tidak sengaja saling senggol kaca spion, tidak ada yang mau mengalah hingga terjadilah pertandingan dua bapak-bapak berperut buncit di tengah-tengah keramaian jalan.

Blok trotoar kiri mendukung jagoan yang berjaket biru, blok trotoar kanan tidak mau kalah taruhan, bahkan mereka sampai memasang speaker dan mengomentari setiap jalannya pertandingan.

Pada akhirnya, mengular kemacetan tanpa ujung dan semua itu berakhir dengan kemenangan petugas satpol PP saat melayangkan surat tilang.

Tapi itu semua hanya khayalan Ryan untuk menghibur diri karena suasana di dalam mobil membuatnya tidak nyaman.

"Istriku, apa kau lapar ?." Tanya Ryan memecah keheningan di dalam mobil.

"Tidak." Singkat saja jawaban Rea.

'Harusnya aku tahu itu, orang lagi sedih malah ditawarin makan.' setidaknya Ryan berpikir, dalam kondisi apa pun setiap orang perlu makan untuk tetap hidup.

Ryan tentu menganggap Rea memiliki trauma terhadap orang seperti Ruslani, secara khusus mungkin itu adalah Brahman. Bagaimana tidak, mengingat kesombongan Brahman terhadap keluarga Samroji, seakan sulit membedakan antara dia dan raja iblis selepas menguasai dunia.

Karena punya kuasa, manusia seperti mereka memperlakukan orang lain tanpa kenal dosa. Menganggap bahwa kemuliaan akan dimiliki selamanya, padahal saat mereka mati, kekayaan itu tidak akan berguna untuk menyogok malaikat di akhirat nanti.

"Qiya, bukankah kau mengatakan, kalau kau kenal artis-artis sinetron yang berjudul 'Anakku ternyata bukan anak istriku'."

"Iya tuan, aku kenal beberapa."

"Siapa itu namanya, Raffi A.. Ah..Am." Ryan sendiri bingung untuk menyebutkan nama artis itu, karena dia jelas bukan penggemar sinetron.

"Raffi Ahsan." Jawab Rea tapi tidak antusias seperti biasa.

"Ya itu dia..." Ryan asal meng'iya'kan.

"Dulu aku pernah ikut iklan kopi juga bareng kak Raffi Ahsan." Qiya mengikuti alur pembahasan Ryan.

"Luar biasa, kapan-kapan ajak Raffi itu main ke rumah." Balas Ryan masih lupa nama panjangnya.

"Besok juga bisa tuan." Jawab Qiya.

"Aku tidak suka Raffi, dia selalu berperan jadi orang kaya yang semena-mena." Potong Rea.

'Kenapa harus pas begini, awas kau Raffi Susanto....."Ryan merasa kesal sendiri.

Meski Ryan sudah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja, namun Rea masih terpikir tentang banyak hal yang mungkin berlebihan.

Memang tidak salah, jika dianggap oleh Rea, bahwa lelaki bernama Ruslani akan melaporkan dirinya ke polisi. Karena sebagian besar orang kaya, bisa saja menggunakan jalur hukum, meski tidak ada undang-undang menyangkut ketidaksengajaan membuat baju orang basah.

Mereka hanya memberi ancaman, menyangkut pautkan soal harga diri dan terbitlah tuduhan pencemaran nama baik, sungguh perilaku manusia yang diberikan sedikit kekayaan dunia, berlaku sombong lebih dari pada iblis dihadapan sang pencipta.

Karena masalah Ruslani, tentu membuat Ryan sangat kesal, setelah membuat Rea malu di muka publik dan juga merusak kesenangan Ryan melihat Rea berbelanja, momen keluarga ini adalah hal indah yang tidak bisa digantikan oleh apa pun.

Sesampainya di rumah, Rea segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam kamar.

Melihat istrinya yang masih murung, padahal selama ini Rea selalu bersemangat, Ryan segera pergi ke kamar lain dan berganti pakaian, dia berniat untuk menyelesaikan semua urusan Ruslani agar tidak berlarut-larut.

Seperti penjelasan Hazel, jika Ruslani selaku pemilik PT. Ernail furniture yang bergerak di bidang jual beli properti dan furniture, dia akan melakukan pertemuan dengan perusahaan direktur AL Corpotation untuk menandatangani kontrak kerjasama.

Tidak lain dan tidak bukan adalah Hazel sendiri, sosok direktur bayangan yang berada dibawah kepemimpinan Ryan selaku pemilik utama. Dari awal segala keputusan memang diatur oleh Hazel, tapi Ryan masih turut ambil bagian tentang dalam hubungan kerjasama dan hal-hal penting lain menyangkut kebijakan perusahaan.

Selesai berganti pakaian, Ryan datang ke kamar Rea dan langsung saja membuka pintu. Tepat disana Rea sedang membenamkan diri dalam selimut. Seperti biasa, hal ini sudah menjadi kebiasaannya ketika marah, sedih atau pun mendapati masalah yang sulit dia hadapi.

Ryan mendekat untuk bicara seraya mengusap rambut Rea yang masih terlihat dari balik selimut... "Istriku, aku akan pergi sebentar dan bertemu orang itu, aku pastikan semua baik-baik saja dan berakhir bahagia, jadi mungkin pulang malam dan kau bisa memanggil Qiya kalau perlu sesuatu, jangan murung lagi."

Tepat ketika Ryan akan pergi, dia membuka selimut dan di sana Rea hanya memejamkan mata. Tanpa ragu-ragu atau takut Rea bertambah marah, Ryan memberi ciuman di keningnya, seperti tanda salam dan keberuntungan sebelum pergi membasmi kejahatan.