Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27 Kali ini aku tidak akan membuatmu pergi
Ikrar marah mendengar ucapan Tania yang menganggap orang lain sebagai keluarganya dan malah menganggap dirinya sebagai orang lain.
Ikrar memegang tangan Tania, kemudian berkata: “Ayo ... hari ini kau harus pulang bersamaku. Kau tidak bisa tinggal dengan orang lain disini!”
Ikrar memegang erat tangan Tania, menariknya untuk pergi dari rumah Galang.
“Aku tidak mau. Ini adalah rumahku, keluargaku. Jadi tolong lepaskan tanganku!” tolak Tania yang berusaha melepaskan tangannya.
Galang yang melihat perlawanan Tania, langsung memukul wajah Ikrar dengan keras sampai Ikrar melepaskan tangan Tania darinya.
Ikrar menoleh melihat Galang dengan tatapan dinginnya sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.
“Berani sekali kau memukulku!” kata Ikrar marah.
“Aku bahkan bisa melakukan lebih dari itu, jika menyangkut tentang Tania. Kalian semua sudah menghina Tania. Aku tidak bisa biarkan kau dan keluargamu menyakiti Tania lagi. Pergilah dari sini!” tegas Galang mengusir Ikrar.
Ikrar yang marah mendengar Galang mengusirnya, menggerakkan tangannya, memberikan kode pada pengawalnya untuk datang menghampirinya.
Beberapa pengawal melihat Ikrar memberikan perintah, keluar dari mobil dan berlari menghampiri Ikrar.
Galang dan Tania yang melihat beberapa pengawal berdiri berjejer di dekat mereka sangat terkejut. Tania tidak menyangka kalau Ikrar membawa para pengawalnya saat itu.
Saat para pengawalnya sudah berdiri di sampingnya, Ikrar langsung memberikan perintah untuk memukul Galang. Mereka pun akhirnya mulai maju untuk memukul Galang, yang membuat Tania semakin syok.
Tania berlari untuk menahan pengawal agar mereka tidak memukul Galang, namun Ikrar dengan cepat memegang tangan Tania, menahannya agar tidak menghampiri Galang.
“Apa yang sudah kau lakukan? Kenapa kau memukulnya?” teriak Tania yang terlihat khawatir melihat Galang yang di pukuli.
Saat itu, Tania berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Ikrar, namun ia tidak bisa lepas dari Ikrar yang semakin memegangnya dengan erat.
“Kau ikut pulang denganku atau orang – orang itu terus memukulnya sampai tidak bisa berdiri. Pilihlah!” ucap Ikrar dengan tegas.
"Apa kau sudah gila, memukulnya seperti itu?" kata Tania dengan ekspresi marah menatap Ikrar.
"Aku bahkan bisa membuatnya tidak bisa berjalan selamanya. Kau pilih, ikut denganku atau aku akan menyuruh mereka menghabisinya!" kata Ikrar dengan tegas.
Tania memejamkan matanya sejenak sambil menghela nafasnya, dan kembali melihat Ikrar dengan pandangan sedih, karena rasa khawatirnya itu pada Galang.
“Oke, aku pergi denganmu. Jadi tolong lepaskan dia. Jangan pukul dia lagi!”
Ikrar pun menyuruh para pengawal yang memukul Galang untuk menghentikan aksinya itu, kemudian menarik paksa Tania pergi dari rumah Galang.
“Tania, jangan pergi. Jangan ikut dengannya!” Galang berusaha untuk berteriak dengan suaranya yang terdengar lemah.
Saat itu, Galang berlutut memegang perut dan dadanya yang kesakitan. Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya untuk berdiri mengejar Tania akibat pukulan yang ia terima. Ia sangat lemah dan
hanya bisa melihat kepergian Tania dengan wajahnya yang sudah babak belur.
Tania terlihat sedih melihat Galang yang tidak berdaya. Ia terus menatap Galang ketika ia ditarik
Ikrar pergi. Ia merasa sangat khawatir melihat keadaan Galang yang di penuhi dengan pukulan di wajahnya.
Dan saat di dekat mobil, Ikrar mendorong tubuh Tania masuk ke dalam mobil, kemudian ikut masuk ke dalam dan duduk di samping Tania. Ia pun segera menyuruh sopirnya melajukan mobilnya meninggalkan rumah Galang dengan laju yang cepat.
Di dalam mobil.
Tania menangis mengingat Galang yang tadi berlutut melihat kepergiannya. Ia sesekali melirik Ikrar yang duduk dengan ekpresi dingin yang tampak di wajahnya. Begitu juga dengan Ikrar yang ikut melirik Tania, namun mereka tidak sempat saling menatap satu sama lain. Mereka berdua hanya saling melirik secara bergantian, bahkan mereka tidak saling bicara.
Setelah perjalanan panjang yang memakan waktu tiga jam, mobil Ikrar kini telah sampai di Gedung Penthouse miliknya.
Ia menegakkan tubuhnya untuk melihat Tania yang saat itu memalingkan wajahnya ke samping jendela, dengan tubuhnya yang bersandar di kursi mobil.
Ikrar melihat Tania yang tertidur. Ia tidak menyangka kalau Tania bisa tertidur pulas di dalam mobilnya. Ia pun keluar dari mobil, kemudian berjalan ke samping mobilnya dan membuka pintu mobil di sebelah yang di duduki Tania. Ia membukanya dengan pelan agar tubuh Tania tidak jatuh.
Ikrar melihat sejenak wajah Tania sambil tersenyum, kemudian menyentuh pipi Tania untuk menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah cantiknya. Dan tiba - tiba ia merasakan pipi Tania yang panas. Ikrar pun menggerakkan tangannya untuk menyentuh dahi Tania, merasakan panas di dahinya.
“Apa dia demam?” gumamnya.
Ikrar yang mengetahui kalau ternyata Tania tertidur karena demam, segera mengangkat tubuh Tania.
Akibat karena kelelahan bekerja, di tambah sedih memikirkan Galang yang di pukuli anak buah Ikrar, dan perjalanan panjang tadi membuat Tania jatuh sakit.
Ikrar berjalan masuk ke dalam Gedung Penthouse miliknya, kemudian segera masuk ke dalam lift yang membawanya langsung ke penthousenya dengan menggendong tubuh Tania.
Saat itu, ia tidak pernah berhenti melihat wajah Tania dengan ekspresi khawatir. Namun, dibalik rasa khawatirnya itu, ada rasa bahagia bisa melihat Tania kembali di depannya. Ia merasakan seperti sedang bermimpi. Lagi – lagi rasa bahagia itu tidak bisa terlukiskan dengan kata – kata.
Beberapa saat kemudian, ia keluar dari lift yang menghubungkan langsung dengan penthouse mewahnya itu. Ia buru – buru berjalan menuju kamar pribadinya dan meletakkan Tania di atas tempat tidurnya.
“Tania, kenapa kau bisa demam begini?” gumam Ikrar kembali dengan ekspresi khawatir melihat Tania.
Ia berdiri sejenak sambil meletakkan kedua tangannya di pinggangnya, menatap Tania yang sudah berbaring di tempat tidurnya. Ia tidak tahu harus melakukan apa pada Tania saat ini, apalagi Tania sedang demam tinggi.
Ikrar pun teringat tentang Manda, dan segera menghubungi Manda, menyuruh Manda memanggil dokter untuk Tania, sekaligus datang membantu Tania mengganti pakaiannya yang terlihat lusuh.
Tak lama kemudian, Manda mendatangi rumah Ikrar bersama dokter yang ia bawa. Ia segera masuk ke dalam rumah Ikrar bersama dokternya itu.
Dokter buru – buru memeriksa Tania ketika Ikrar menyuruhnya untuk melihat keadaan Tania.
Setelah di periksa, Ikrar terlihat lega ketika dokter mengatakan padanya kalau demam Tania sama sekali tidak parah. Hanya butuh istirahat agar tubuhnya bisa kembali normal.
Manda kembali mengantar dokter itu sampai ke lift rumah Ikrar, kemudian kembali ke kamar Tania untuk membantunya berganti pakaian. Selesai membantu Tania, Manda kembali keluar menghampiri Ikrar yang kini duduk di Ruang Tamu menunggu dirinya.
“Tuan Muda, saya sudah mengganti pakaiannya! Apa Anda butuh bantuan lagi?” kata Manda membungkukkan setengah tubuhnya di depan Ikrar.
“Oke, kau boleh pergi sekarang. Tapi, jangan lupa carikan aku satu pelayan perempuan dan bawa besok ke rumah ini!” perintah Ikrar.
“Baik Tuan Muda!” balas Manda.
“Pergilah!” perintah Ikrar.
Manda pun membungkuk hormat, kemudian berjalan kembali untuk meninggalkan rumah Ikrar.
Setelah melihat kepergian Manda, Ikrar kembali masuk ke dalam kamarnya untuk melihat keadaan Tania. Ia duduk di tepi tempat tidurnya memandang wajah Tania sambil menghela nafasnya dengan pelan, merasa lega melihat Tania yang baik - baik saja.
Ia memegang tangan Tania, mengusap punggung tangan Tania dengan lembut, kemudian berkata: “Sebenarnya pekerjaan apa yang kau lakukan sampai tanganmu sekasar ini, Tania? Apa yang sudah kau lalui selama ini?”
Ia merasakan tangan Tania yang kasar membuat wajahnya berubah sedih. Saat itu, ia menatap tangan dan wajah Tania secara bergantian. Ia pun mencium telapak tangan Tania dengan lama sambil memejamkan matanya, kemudian menempelkan tangan Tania di pipinya, merasakan kehangatan tangan Tania. Ikrar terus melakukan itu berkali - kali sampai ia puas.
Setelah puas, Ikrar kembali meletakkan tangan Tania di atas perut Tania, kemudian berdiri dari tempat duduknya, dan mencium kening Tania dengan lembut, lalu menatap wajah Tania dengan senyuman lembut yang tampak di wajahnya.
“Kali ini aku tidak akan membuatmu pergi lagi, Tania. Aku pasti akan melindungimu dengan baik, menebus semua waktu yang kau alami saat aku tidak ada di sampingmu!” kata Ikrar.
Setelah mengatakan itu, Ikrar kembali menggerakkan tubuhnya berdiri tegak memandang Tania sejenak dengan wajahnya yang terus tersenyum memandang Tania, kemudian berjalan menuju kamar gantinya untuk mengganti semua pakaian yang ia pakai seharian ini.
.
.