NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 27

Pagi itu hadir tanpa mendung, seolah langit pun sedang jatuh cinta pada bumi.

Cahaya mentari menembus celah-celah dedaunan, menghangatkan setiap helai bunga yang mekar di taman kecil milik Raina. Suasana pagi yang belakangan ini viral karena keindahannya, kali ini terasa lebih istimewa—jernih, teduh, dan penuh harapan. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang kelabu dan berselimut ragu.

Raina berdiri di antara tanaman-tanamannya, membiarkan embun terakhir menguap perlahan di bawah sinar matahari. Senyum simpul merekah di bibirnya, pantulan dari hatinya yang sedang berbunga-bunga, selaras dengan mekarnya bunga-bunga di sekelilingnya.

Sementara itu, di tempat berbeda, Aditya menjalani harinya dengan ritme yang berbeda.

Ia tengah memimpin pertemuan penting dengan Mr. Gabrielle, yang kali ini berlangsung di ruang kantornya sendiri.

Ruangan itu sunyi dan sejuk—dengan dingin yang justru menenangkan, bukan membekukan. Di sampingnya, sang asisten, Dika, telah bersiap dengan rapi. Dengan suara tenang, Dika membacakan poin-poin kesepakatan yang harus disepakati sebelum kontrak kerja sama antara dua pihak ditandatangani.

Suasana kantor pagi itu terasa lebih sibuk dari biasanya. Lalu-lalang staf Prawira Group menambah riuh ritme kerja yang terus berdetak cepat. Di ruang rapat utama yang luas dan bergaya modern minimalis, percakapan berlangsung dengan serius.

Aditya duduk tegak di kursi pimpinan, wajahnya tenang namun tegas. Di seberangnya, Mr. Gabrielle—CO dari Delacroix, perusahaan fashion ternama asal Los Angeles—tengah menelaah ulang berkas kontrak yang baru saja direvisi.

"Perlu saya tegaskan," kata Aditya, suaranya stabil dan terukur. "Kerja sama ini akan berjalan murni secara profesional. Tidak ada ruang untuk rumor, spekulasi, atau drama masa lalu yang bisa mengaburkan tujuan bisnis kita." Mengingat semua dunia mungkin tau soal hubungan dia dengan model paar atas.

Dika, sang asisten, menyerahkan dokumen tambahan ke meja Mr. Gabrielle. Isinya memuat klausul khusus yang menyatakan larangan eksploitasi hubungan personal antara Aditya dan model utama proyek—Larasati, yang tak lain adalah mantan kekasihnya.

Dika, sang asisten, menyerahkan lembar tambahan dalam kontrak. Di sana tertulis dengan jelas:

Segala bentuk pemberitaan dari media Delacroix maupun agensi Larasati yang bersifat spekulatif, menyesatkan, atau mengandung unsur pribadi di luar urusan profesional, dilarang keras.

Jika pelanggaran terjadi, maka Aditya—atas nama Prawira Group—berhak membatalkan kerja sama secara sepihak tanpa kewajiban ganti rugi apapun.

Aditya melanjutkan, “Nama baik perusahaan ini adalah fondasi utama yang kami bangun bertahun-tahun lamanya. Saya tidak akan mempertaruhkan integritas hanya demi kehebohan media. Saya percaya, kekuatan sebuah merek bukan berasal dari gosip, melainkan dari hasil kerja yang jujur dan etika yang teguh.”

Mr. Gabrielle terdiam. Wajahnya menunjukkan ketidakpuasan yang diplomatis. Dalam benaknya, ia tahu betul—andai rumor masa lalu itu dibiarkan berkembang, kampanye mereka bisa meledak dan menarik perhatian media global. Tapi ia juga tahu, Aditya Prawira bukan mitra yang bisa dianggap remeh.

Pebisnis muda itu dikenal luas karena ketegasannya menjaga prinsip. Dan dalam dunia yang penuh pencitraan semu, keteguhan semacam itu adalah kekuatan yang jarang ditemukan.

Apalagi rumor yang mungkin timbul dari kedekatan masa lalu antara Aditya dan Larasati justru bisa menjadi bahan bakar sempurna untuk kampanye promosi yang mengguncang. Dalam dunia fashion dan media, kisah lama yang belum selesai adalah magnet paling ampuh. Sayang sekali harus kehilangan peluang besar.

"Baiklah," ucap Gabrielle akhirnya. “Saya setuju dengan syarat yang Anda ajukan. Saya akan segera menginstruksikan agensi Larasati untuk tidak membuka ruang pada isu pribadi dalam segala bentuk publikasi. Fokus kita tetap pada kampanye dan kualitas kerja sama ini.”

Aditya mengangguk singkat. "Terima kasih atas pengertian Anda. Ingatlah, dalam bisnis, kita boleh mencari keuntungan sebesar-besarnya, tapi jangan sampai kehilangan arah dan harga diri dalam prosesnya."

Pertemuan pun ditutup secara resmi. Para eksekutif berdiri, saling menjabat tangan. Di luar ruangan, lalu lintas percakapan dan agenda rapat berikutnya telah menunggu.

Dan di tengah hiruk-pikuk itu, Aditya tetap berdiri tegak.

> “Ketika kita tahu apa yang pantas kita jaga, maka kita juga tahu apa yang layak dilepaskan.”

 

Di dalam sebuah apartemen megah bergaya klasik Eropa, Larasati baru saja tiba dari Los Angeles, sekitar dua jam yang lalu. Meski perjalanan panjang baru ia lalui, wajahnya tidak menunjukkan kelelahan sama sekali. Justru sorot matanya menyala penuh ambisi. Di balik keanggunannya, tersimpan rencana yang telah ia susun dengan sangat matang.

Kerja sama antara Delacroix dan Prawira Group adalah celah yang selama ini ia tunggu. Bukan hanya untuk kembali bersinar di dunia fashion, tetapi juga untuk satu tujuan yang jauh lebih personal: merebut kembali Aditya—pria yang dulu begitu mencintainya.

Ia berdiri di depan cermin tinggi berbingkai emas, memandangi bayangannya sendiri. Sebuah senyum sinis merekah di bibir merahnya.

> "Raina… si gadis kampung. Tunggu saja. Akan aku rebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku," bisiknya, lalu tertawa kecil, puas membayangkan kehancuran yang akan ia ciptakan.

Larasati mengusap rambutnya perlahan, membiarkan kilau lampu kristal memantul di gaun sutranya.

> "Hanya aku yang pantas bersanding dengan tuan muda dari keluarga Prawira. Dulu ia mencintaiku dengan sepenuh hati—mati-matian. Kenapa sekarang harus berbeda? Kami punya cerita, punya kenangan. Dan kisah itu belum selesai… hanya tertunda."

Suasana dalam apartemen tampak tenang, namun isi pikirannya penuh gejolak. Dengan proyek ini, ia tahu ia akan sering bertemu dan berinteraksi langsung dengan Aditya. Dan dalam setiap pertemuan, Larasati yakin akan ada celah untuk masuk kembali ke dalam hidup pria itu.

> "Cinta yang pernah ada… tidak akan hilang begitu saja. Aku akan membuatnya mengingat," bisiknya pada dirinya sendiri, sebelum berbalik meninggalkan cermin.

Langkahnya ringan namun penuh keyakinan. Ia tidak datang untuk menjadi penonton dalam hidup Aditya—ia datang untuk mengambil alih panggung.

---Tiga hari setelah penjadwalan resmi ditentukan, pertemuan antara pihak Delacroix dan Prawira Group akhirnya terlaksana. Meskipun tidak bersifat pribadi—karena melibatkan banyak pihak dari manajemen, tim kreatif, dan agensi, —suasana canggung tetap terasa mengudara, terutama saat dua nama besar dalam ruangan itu saling bersitatap untuk pertama kalinya sejak lama.

Pagi itu, Larasati datang dengan penampilan yang mencolok dan penuh perhitungan. Ia mengenakan gaun hitam mewah dengan belahan selutut, menampilkan kaki jenjangnya yang terawat sempurna. Lipstik merah menyala menghiasi bibirnya, kontras dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai rapi di bahu. Ia berjalan penuh percaya diri, memancarkan aura elegan sekaligus provokatif.

Begitu turun dari mobil hitam mewahnya, sorotan kamera langsung memburu ke arahnya. Jika tiga bulan lalu kepulangannya ke Indonesia tidak terendus media, kali ini ceritanya berbeda. Para wartawan dari berbagai media sosial dan televisi sudah menunggu sejak pagi di depan tempat acara berlangsung.

Dengan anggun, Larasati menyapa beberapa wartawan. Ia menjawab beberapa pertanyaan ringan dengan senyum menawan dan kalimat yang diplomatis. Ia tahu, setiap kata dan gestur tubuhnya akan menjadi bahan berita. Dan ia ingin tampil sempurna.

Setelah beberapa menit, ia akhirnya diarahkan menuju ruangan VVIP, tempat pertemuan tertutup akan berlangsung. Di sana, sudah menunggu Aditya bersama timnya—termasuk para eksekutif dari Prawira Group dan Delacroix.

Untuk sesaat, waktu seakan melambat ketika tatapan Larasati dan Aditya bertemu. Tak ada senyum, tak ada sapa yang berarti. Hanya sepasang mata yang saling menyimpan cerita lama—dan masing-masing memilih untuk tetap berdiri di sisi yang berbeda.

 

1
☠⏤͟͟͞R𝕸y💞𒈒⃟ʟʙᴄHIAT🙏
suamimu mulai jth cnt raina
Asma Salsabila: Terimakasih sudah mau mampir di karya receh saya, jangan lupa tinggalkan Like, comen& vote yah 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!