Married To Fierce Boss

Entahlah isi otak Agathias itu apa. Loralei sampai dibuat speechless menghadapi kelakuan suaminya yang diluar nalar. Tidak ada yang bisa ditebak. Termasuk hadiah yang sekarang berada di tangannya.

“Bunny girl costume? Hallowen masih lama, untuk apa?” Kepala Loralei bergeleng sembari memasukkan lagi pakaian yang sangat amat seksi jika dipakai.

“Tentu saja untuk berjaga-jaga seandainya kau memakai uangku.” Agathias meraih dagu Loralei dan jempolnya mengusap bibir wanitanya. Hanya bisa dipandang tanpa diterjang karena ia sedang mengikuti keinginan istrinya yang tidak mau dienakkan setiap saat. Walau itu sebenarnya sangat menyiksa dirinya.

“Gila ... Oh My God ...! Kenapa suamiku pikirannya cabul sekali.” Loralei menengadahkan kepala. Merasa lelah sendiri menghadapi Agathias. Padahal pria itu tak melakukan apa pun.

Agathias menarik kursi istrinya hingga bergerak dan sengaja diberhentikan tepat di depan kedua kakinya yang sedang terbuka lebar. Dan dua bola mata wanita itu melotot karena pandangan langsung tertuju pada area yang bisa jelas dibayangannya. Semua ingatan lewat begitu saja, tentang betapa nikmatnya yang ada di balik kain itu kala menghentak tubuhnya, menyalurkan gelenyar geli mengenakkan hingga bibir tak kuasa untuk menahan mengeluarkan suara erotis.

Loralei menelan saliva dan segera memalingkan pandangan. Sepertinya otakku mulai tercemar kecabulan suamiku.

“Loralei, Sayang ....” Telapak Agathias mendarat di puncak kepala istrinya, menepuk pelan dan berakhir mengusap penuh kelembutan. “Cabulku hanya denganmu, istriku sendiri. Daripada uangku habis untuk wanita di luar sana, memangnya kau mau menanggung akibatnya jika sewaktu-waktu ada orang datang mengaku hamil anakku?” Dia memaksa Loralei untuk menatap wajahnya. Tidak peduli kalau tubuh di depannya gugup.

Loralei memutar bola mata. Selain menghindari supaya tak bertatapan, juga tengah berpikir. “Bagus jika ada wanita yang datang dan mengaku hamil anakmu. Jadi, ada alasan untuk aku menceraikanmu.” Ia menjulurkan lidah sebagai ejekan.

Mata Agathias melotot saat itu juga. Sejak menikah dengan usia yang berumur dua minggu, Loralei sudah menyebutkan tentang cerai sebanyak lebih dari tiga kali. Dia tidak suka, sebagai lelaki yang memilih menikahi sekretarisnya pun belum pernah mengucapkan kata tersebut.

Agathias menoyor kening istrinya hingga kursi wanita itu sedikit terdorong ke belakang. “Sekali lagi kau berpikiran untuk cerai, ku buat hamil sepuluh anak dan setiap tahun melahirkan!” ancamnya dengan suara yang tegas dan tak main-main.

Pria itu turun dari meja kerja Loralei. Kembali ke kursinya sendiri karena saat ini emosi sedang tidak stabil. “Jika malam ini kau tidak tinggal di apartemenku, lihat saja hal nekat apa yang akan ku lakukan.” Dia menatap dingin sang istri, masih kesal dengan wanita itu. Mudah sekali ingin mengakhiri pernikahan. “Dan tidak ada perjanjian apa pun diantara kita. Kau bukan bisnis yang perlu surat perjanjian kerjasama!”

Brak!

Loralei terhenyak kala mendengar dokumen dijatuhkan oleh suaminya. Reflek tangan memegang dada yang berdebar. Agathias marah hanya karena ia menyebut perceraian. Kenapa harus emosi? Seolah dia mencintaiku saja. Tapi, cinta mana ada yang memaksa seperti itu.

“Maaf,” ucap Loralei karena Agathias tidak kunjung berhenti membanting barang-barang, walau tanpa mengeluarkan suara. “Jangan marah lagi.” Dia berdiri dan memunguti semua yang berserakan di lantai.

“Peluk jika mau membuatku tak marah, lalu dicium. Jangan sekedar bicara.” Agathias terus melempar apa pun yang tidak terlalu berharga. Inginnya membanting Loralei di ranjang, tapi mana mau wanita itu.

...*****...

...Ni begini yang dikasih si Gaga...