Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Andrian (Part 2)
Aku kembali dari makan siang
di kantin, karena hari ini tidak membawa bekal. Mampir ke mushola sebentar untuk
sholat zuhur. Aku pikir akan langsung ke kantor mempersiapkan kelas siangku. Ada
apa ini? Kenapa aku mendengar ada keributan dari arah kantor. Aku melihat
anak-anak berkerumun. Pak Hasan berjalan diikuti oleh Bagas dan Andrian. Lho
kenapa ini, Pak Hasan adalah guru BK di sekolah. Kadang kalau muridku sudah
berurusan dengannya itu artinya ada pelanggaran cukup berat pada aturan
sekolah.
Aku refleks berlari kekantor. Meminta anak-anak memberiku jalan.
“ Bu Aya, Andrian berkelahi sama ketua kelas bu.”
“Mereka tadi ngobrol biasa, tiba-tiba Andrian nonjok ketua kelas.”
“ Lalu mereka berkelahi.”
Informasi sekilas yang aku dapat dari anak-anak yang berkerumun.
Aku masuk ke dalam kantor,
guru-guru lain memberikan informasi yang sama seperti yang aku dapatkan dari
anak-anak di luar.
“ Pak Ali suruh anak-anak bubar aja
dulu, suruh mereka kembali ke kelas. Sebentar lagi bel masukkan.” Aku bicara
dengan Pak Ali yang sepertinya lupa dengan tugasnya.
Pak Ali tersadar dari histerianya.
“ Ia bu.” Ia bergegas ke luar kantor untuk membubarkan kerumunan.
Sebagai wali kelas aku harus ikut campur, walaupun aku tahu Pak Hasan suka sensitif kalau ada guru lain masuk ke ruangannya saat dia mengintrograsi anak-anak. Aku mengetuk pintu. Semua yang
ada di dalam ruangan menoleh. Andrian dan Bagas langsung menunduk saat
melihatku.
“ Ternyata kalian punya malu juga sama guru kalian ya.” Aduh jangan bicara begitu pak, aku yang merasa senewen sendiri dengan gaya bicara pak Hasan. Anak-anak kalau diajak bicara baik-baik
juga akan selalu membalas dengan baik kok. Begitu yang aku percaya.
Aku menarik kursi dan duduk tidak jauh dari mereka.
“ Ibu ingin dengar cerita versi kalian bagaimana. Bagas atau Andrian siapa yang mau cerita duluan?”
Pak Hasan sepertinya gemas dengan
caraku menangani masalah ini. Apalagi saat kedua anak di depanku belum ada yang
berinisiatif ingin membuka mulut. Bagas tertunduk, sementara Andrian memilih
menghindari mataku dengan melihat ke arah lain.
“ Kata anak-anak yang melihat mereka, Andrian yang memukul duluan, lalu karena tidak terima Bagas
membalasnya. Bagas, kamu itu ketua kelaskan?”
“ Ia pak.” Bagas menjawab masih dengan kepala tertunduk.
“ Sudah tahu ketua kelas bukannya memberi
teladan yang baik, malah seperti ini.” Pak Hasan terdengar sangat kesal,
lebih-lebih ketika ditanya kenapa mereka sampai bisa berkelahi begitu. Semuanya
bungkam. Terdengar suara bell di seluruh penjuru sekolah. Aku harus mengajar
lagi, tapi membiarkan mereka berdua disini juga bukan jalan yang terbaik.
“ Maaf pak Hasan karena bell sudah
berbunyi bagaimana kalau anak-anak masuk kelas dulu, nanti kita panggil lagi
setelah bell pulang sekolah.”
Pak Hasan terlihat berfikir,
sebenarnya dia sudah frustasi juga karena kedua anak ini belum ada yang mau
bicara.
“ Baiklah, renungkan kesalahan
kalian, nanti setelah sekolah selesai kembali kemari.” Kata Pak Hasan tegas.
“ Baik pak, terimakasih.” Aku yang menjawab.
Aku menepuk bahu kedua muridku,
mendorong mereka keluar dari ruang BK.
“ Tunggu di luar sebentar, bu Aya
ambil buku dan absensi.” Aku mengantar mereka ke kelas donk, kalau mereka
sampai baku hantam lagi gimana. Tidak ada yang bicara sepatah katapun. Andrian
berjalan sambil memalingkan muka begitu juga Bagas. Haduh anak-anak ini
ya. Aku mengantar mereka sampai ke depan
kelas. “ Masuklah! Temui ibu nanti sepulang sekolah.”
“ Baik bu.” Mereka menjawab bersamaan, lalu masuk ke dalam kelas. Akupun pergi ke kelas lain untuk mengajar.
***
Pikiranku benar-benar terpecah. Aku
membawa langkahku kembali ke ruang guru setelah mengajar. Tapi pikiranku masih
berlarian dengan wajah Andrian dan Bagas disana.
Andrian, dia tipe anak populer yang
cool. Kalau melihatnya seperti karakter tokoh utama di drama. Tampan, populer
dan cuek. Ya aku juga tidak terlalu bisa menebak karakternya, selain
kelakuannya yang sering melototiku sepanjang pelajaran. Tapi dia anak yang
baik, terbukti sebelumnya tidak pernah membuat masalah. Nilainya juga tinggi,
melampaui rata-rata kelas.
Bagas, dia dikenal sebagai anak
yang sopan, pintar dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Intinya dia dipilih sebagai
ketua kelas karena hasil pilihan semua teman di kelasnya. Tentu dia tidak pernah
berbuat masalah sebelumnya. Nilainya juga bagus, masih di bawah Andrian
memang.
Dan dua anak yang biasanya tidak
pernah membuat keributan itu terlibat baku hantam, dua-duanya diam tidak mau
bicara alasannya kenapa. Aku bisa melihat tidak ada sorot mata bersalah dalam
tatapan Andrian. Walaupun dia pihak yang memukul duluan. Malah aku bisa melihat
sorot malu dari pandangan Bagas. Apa dia merasa bersalah, tapi karena apa. Tadi
waktu aku memanggilnya sepertinya tidak ada yang aneh.
Aaaa, pusing sendiri aku jadinya.
Bu Ari yang biasanya aku tebengi
saat pulang sekolah akhirnya pulang duluan. Gak mungkinkan aku menyuruhnya
menunggu. Aku bisa pulang naik ojek online begitu pikirku. Ya tuhan, semoga aku
dapat driver wanita nanti. Lemas tertunduk di kursi. Sambil menunggu Andrian dan
Bagas aku duduk melamun memikirkan alasan mereka berkelahi.
Pak Hasan keluar dari ruangannya
ketika anak-anak muncul di ruang guru. Aku mengikuti langkah kaki ketiga orang
itu masuk ke dalam ruangan BK.
“ Kalian sudah instropeksi selama masuk kelas tadi?” tanpa salam pembuka langsung bertanya pada poin utama.
“ Ia pak “ hanya Bagas yang
menjawab, sementara Andrian menatap ke arah lain. Anak ini benar-benar mau
memancing amarah pak Hasan.
“ Andrian bisa jelaskan ke ibu kenapa kamu memukul Bagas?”
Dia menatapku lama.
“ Tanya saja padanya kenapa aku memukulnya.” Dia menjawab.
Apa! Anak ini benar-benar, masalahnya kamu bukan hanya menantangku, tapi juga menantang kesabaran pak
Hasan. Dia yang terlihat gusar mendengar jawaban tidak sopanmu barusan.
“ Bagas bisa jelaskan ke ibu?”
akhirnya aku beralih pada Bagas, berharap kejelasan terungkap. Dan menyudahi
permasalahan ini.
“ Saya yang salah bu, saya minta maaf.”
Lho kenapa ini? Bagas berdiri
sambil berkata dengan suara keras, dia menundukan kepalanya dua kali. Padaku
lalu pada Pak Hasan.
“ Saya yang salah sudah membuat Andrian tersinggung, jadi saya mohon masalah ini selesai sampai disini saja ya bu. Saya akan menerima hukuman yang diberikan sekolah karena saya membuat
keributan.”
“ Huhf” Andrian mendengus.
Aku bisa melihat dia tersenyum
sinis, tapi juga merasa puas. Sebenarnya ada apa ini, malah aku yang penasaran
jadinyakan. Kenapa yang dipukul malah yang minta maaf begini.
Pak Hasan menyerahkan lembaran
kertas pada mereka berdua. “ Tulis setulus mungkin surat penyesalan diri
kalian, karena ini pelanggaran pertama kalian bapak tidak akan memanggil
orangtua kalian. Tapi ini peringatan jangan sampai kalian ulangi lagi.”
“ Baik pak.” Lagi-lagi hanya Bagas yang menjawab.
“ Kalau begitu saya tunggu di luar
ya pak, eh Andrian kamu mau kemana?” Andrian sudah berjalan ke luar dari ruang
BK.
“ Menulis surat penyesalan diri.”
Aku tahu! Maksudku kenapa kamu keluar, tulis disini saja. “ Saya belum bisa
meredakan amarah kalau harus terus satu ruangan dengan Bagas.”
Apa! Aku yang mendelik mendengar
alasannya. Tapi saat aku menoleh ke arah Bagas dia memalingkan muka tidak mau
bersitatap denganku. Aaaaaa, kenapa ini, aku malah semakin digerogoti
penasaran.
Kubiarkan saja saat melihat Andrian
memilih duduk di samping mejaku. Dia mulai menulis surat penyesalan dirinya
disana. Aku juga ikut duduk di kursiku. Membereskan mejaku. Aku juga harus
pulangkan kalau mereka sudah selesai menulis surat. Ah, bagaimana aku pulang
ya. Kuambil hp, aku bahkan belum memberitahu Ren kalau aku masih di sekolah.
Telfon tersambung.
“ Hallo sayang.” Diam mendengarkan
Ren bicara. “ Aku masih di sekolah sekarang.”
“ Apa? Ngapaian kakak jam segini
masih di sekolah?” aku bisa membayangkan urat kesal di wajahnya. Mukanya pasti
sudah cemberut kesal.
“ Ada siswa yang berkelahi di
sekolah.” Aku melirik Andrian di sampingku, dia tidak terlihat memperdulikanku,
dia sedang fokus menulis. Lagi pula akupun bicara sambil menutupkan tangan
ke mulutku, agar suaranya tidak terdengar keras.
“ Aku pulang naik ojek ya.”
Pelan-pelan aku menyampaikan maksudku.
“ Usaha ya bagus kak.” Usaha yang
bagus untuk selingkuh dariku, pasti itu maksudnya. Sumpah ya, siapa yang mau
selingkuh.
Haha, aku tau dia mulai kesal, tapi
mau bagaimana lagi, aku pulang dengan siapa.
“ Kenapa temanmu tidak menunggu?”
Bu Ari ya, ya nggak mungkinlah dia nunggu, anak berantem inikan bukan muridnya.
Bukan tanggungjawabnya juga.
“ Nggak enak kalau minta dia
nungguin, soalnyakan lama. Kan aku yang nebeng dia sayang.” Berusaha memberi
penjelasan masuk akal.
“ Kan aku bayar dia buat antar kakak.”
Ya gak gitu juga kali, tetap akukan nebeng gak mau ngerepotin.
“ Nanti aku cari driver yang perempuan sayang.” Bakal panjang kalau aku meladeni komplainnya tentang bu Ari. Akhirnya kembali memproses izin buat naik ojek online.
“ Memang sudah pasti bakal dapat driver perempuan.”
Ya belum pasti juga, pesan saja belum. Aku mengerutu sendiri.
“ Kalau gak dapet juga bolehkan aku pakai driver laki-laki?”
Huaaa, seperti ada kilatan listrik
di hpku. Menyambarku dengan beringas. Aku mendengarnya ngomel-ngomel. Baiklah,
baiklah, aku tahu aku yang kelewatan. Aku tahu kamu pasti marah. Tapi mau
bagaimana lagi. Kamu juga belum selesai bekerjakan.
“ Tunggu aku, aku jemput kakak.”
Setelah selesai mengomel dan mendesah akhirnya Ren memutuskan menjemputku.
“ Tapi kamukan belum selesai bekerja.”
“ Aku izin mau jemput kakak.”
Hei, mana ada izin begituan. Bisa-bisa kamu kena masalah di kantor nanti.
“ Tapi Ren kamukan belum waktunya pulang, gak enak sama temen kantor kamu nanti.”
“ Kenapa? kakak lebih pilih dibonceng laki-laki lain dari pada dijemput sama aku.”
Duarrrr!
“ Kalo begitu aku tunggu ya sayang. Tolong jemput aku ya. ”
Dari pada membangunkan singa yang
sudah marah akhirnya aku yang memohon untuk minta dijemput. Terserah kamu deh,
mau beralasan apa sama atasanmu nanti disana.
BERSAMBUNG.......
Aku memang gak boleh naik ojek
online yang drivernya laki-laki, karena itulah Ren membayar bu Ari sebagai
kompensasi mengantarku setiap pulang. Sebenarnya Bu Ari menolak waktu aku
menyerahkan amplop uang bensin, karena mengatakan kami searah pulang juga. Tapi
kupaksa dia menerima.
“ Ini suami saya yang bayar bu,
jadi tolong diterima aja. Kata dia buat uang bensin.”
membaggongkan