NovelToon NovelToon
The Ceo'S Heart Subtitute

The Ceo'S Heart Subtitute

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Pengganti / CEO / Chicklit
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: flower

--- **“Luna adalah anak angkat dari sebuah keluarga dermawan yang cukup terkenal di London. Meskipun hidup bersama keluarga kaya, Luna tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolahnya sendiri. Ia memiliki kakak perempuan angkat bernama Bella, seorang artis internasional yang sedang menjalin hubungan dengan seorang pebisnis ternama. Suatu hari, tanpa diduga, Luna justru dijadikan *istri sementara* bagi kekasih Bella. Akankah Luna menemukan kebahagiaannya di tengah situasi yang rumit itu?”**

--- Cerita ini Murni karya Author tanpa Plagiat🌻 cerita ini hanya rekayasa tidak mengandung unsur kisah nyata🌻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26 Romantis

“Apa itu?” tanya Luna pelan, rasa penasaran jelas tergambar di wajahnya. Bryan justru tersenyum jahil. Ia mengangkat tangannya dan dengan gemas mencubit ringan hidung istrinya. “Rahasia,” ujarnya singkat. “Besok kita akan pergi ke tempat hadiahnya.”

Luna refleks mengusap hidungnya, menatap Bryan dengan ekspresi setengah kesal, setengah gemas. “Caro…” gumamnya, namun senyum tak bisa ia sembunyikan.

Bryan terkekeh pelan. Ia kemudian meraih tangan Luna, menggenggamnya hangat. “Untuk malam ini, nikmati dulu kemenanganmu. Kamu pantas mendapatkannya.” Di tengah sorotan lampu yang mulai meredup dan tepuk tangan yang telah berganti dengan ucapan selamat, Luna menyadari satu hal, hadiah terbesar malam itu bukan hanya penghargaan yang ia genggam, melainkan keyakinan dan dukungan penuh dari pria yang berdiri di sisinya.

“Sekarang kita pulang.” ucap Bryan pelan sambil merangkul pinggang istrinya dan membisikkan kata-kata lembut di telinganya.

Sentuhan itu membuat Luna tersipu. Pipinya merona halus, dan ia menundukkan kepala sedikit, tak berani menatap Bryan terlalu lama. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu hanya menganggukkan kepalanya pelan, membiarkan dirinya dituntun. Bryan tersenyum kecil melihat reaksi Luna. Dengan sikap protektif, ia menggandeng istrinya meninggalkan ruangan acara, melewati para tamu yang masih melayangkan ucapan selamat.

.

.

.

Di dalam mobil yang melaju tenang, Luna bersandar di kursinya, menatap lampu-lampu kota yang berpendar di balik kaca jendela. Pikirannya kembali pada acara tadi. tatapan kagum, dan penghargaan yang masih terasa nyata di genggamannya.

Apakah sekarang ia sudah pantas menyandang gelar desainer? Pertanyaan itu berputar di benaknya, disertai rasa bangga yang bercampur ragu. Ia tahu ini baru langkah awal, namun malam ini telah memberinya keberanian untuk percaya pada dirinya sendiri.

Luna tersenyum kecil. Ia membayangkan hari kelulusannya nanti, saat ia akhirnya bisa benar-benar melangkah ke dunia yang ia impikan. Membuka usaha kecil-kecilan, sebuah toko baju dengan desainnya sendiri. tempat di mana setiap karya lahir dari tangan dan hatinya.

Di sampingnya, Bryan tetap fokus mengemudi. Namun tanpa berkata apa-apa, tangannya terulur, menepuk lembut tangan Luna seolah menguatkan pikiran yang sedang tumbuh di kepalanya. Malam itu, di dalam mobil yang melaju pulang, mimpi Luna terasa lebih dekat dari sebelumnya.

Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan penthouse mewah milik Bryan. Pria itu turun lebih dulu, lalu bergegas membukakan pintu untuk istrinya dengan sikap penuh perhatian.

Namun sebelum mereka melangkah masuk, Bryan berhenti sejenak. Ia menatap Luna dengan ekspresi sedikit canggung, lalu mengusap lembut pipinya.

“Malam ini aku tidak bisa tidur bersamamu,” ucapnya pelan, nada suaranya terdengar tidak enak hati.

Luna terdiam sesaat, menatap wajah suaminya. Alih-alih kecewa, ia justru tersenyum manis, senyum yang membuat hati Bryan terasa semakin hangat.

“Aku tak apa tidur sendiri.” jawabnya lembut.

Bryan menatapnya lebih lama, seolah ingin memastikan kata-kata itu tulus. Ia kemudian menarik Luna ke dalam pelukan singkat, penuh rasa sayang dan penghargaan. Malam itu, di balik kemewahan penthouse dan kelelahan hari panjang, kehangatan di antara mereka tetap terjaga.

Bryan menunduk dan mencium kening istrinya dengan lembut, lalu perlahan melepaskan pelukannya untuk menatap wajah cantik Luna. Tatapan itu penuh rasa sayang, seakan ingin menyimpan setiap detail ekspresi istrinya malam ini. Luna langsung tersipu. Merasa malu dengan sorot mata Bryan yang begitu intens, ia refleks mengangkat buket bunga di tangannya dan menutupi wajahnya. Hanya ujung telinganya yang tampak memerah.

Melihat tingkah itu, Bryan tak bisa menahan diri. Ia tertawa kecil, suara rendahnya terdengar hangat di antara keheningan malam.

“Kamu lucu,” ujarnya pelan. Di bawah cahaya lampu penthouse yang lembut, momen sederhana itu terasa lebih berarti dari kemewahan apa pun. penuh kehangatan, dan perasaan yang tumbuh tanpa perlu banyak kata.

Bryan tersenyum gemas. Dengan gerakan pelan, ia menyingkirkan buket bunga itu dari wajah Luna, jemarinya berhati-hati seolah takut merusak momen. Buket tersebut ia turunkan perlahan, hingga wajah istrinya kembali terlihat jelas di hadapannya. "Aku ingin melihatmu,” ucap Bryan lembut, suaranya rendah namun penuh ketulusan. “Tanpa ada yang menghalangi.”

Pandangan mereka bertemu, dan untuk sesaat dunia di sekitar terasa sunyi. Bryan mengusap lembut pipi Luna dengan ibu jarinya, senyumnya tipis namun sarat rasa sayang. “Dasar tukang gombal,” ucap Luna sambil tersenyum malu. Ia memukul dada bidang Bryan pelan, nyaris tak terasa, namun cukup membuat suasana semakin hangat. Bryan terkekeh rendah, lalu dengan mudah menahan tangan Luna. “Kalau kamu tahu betapa jujurnya aku Mia Cara.” balasnya santai namun penuh arti.

Luna semakin salah tingkah. Ia berusaha menarik tangannya, namun Bryan justru menggenggamnya lebih lembut, menatapnya dengan senyum yang membuat jantung Luna kembali berdebar. Di tengah keheningan malam dan cahaya lembut penthouse, candaan kecil itu berubah menjadi momen manis dan sederhana.

“Kalau begitu, aku pergi dulu, ya. Jangan tidur terlalu larut, Mia Cara” bisik Bryan lembut di dekat telinga Luna. Sebelum Luna sempat menjawab, Bryan mencondongkan tubuhnya dan mengecup daun telinganya singkat. Sentuhan itu membuat Luna terdiam, pipinya kembali memerah, napasnya sedikit tercekat.

Bryan tersenyum puas melihat reaksi itu. Tanpa menunggu lebih lama, ia melangkah mundur, ia berbalik dan berjalan menuju mobil yang telah menunggunya. Luna berdiri di tempatnya, memeluk buket bunga erat di dada. Pandangannya mengikuti sosok Bryan hingga menghilang di balik pintu mobil. Baru setelah mobil itu melaju pergi, ia mengangkat tangannya dan menyentuh telinganya sendiri, tersenyum kecil dengan perasaan hangat yang tertinggal di hatinya.

“Itu barusan apa…” gumam Luna pelan, Ia menunduk, senyum kecil tak bisa ia sembunyikan. Tangannya terangkat, menyentuh daun telinganya yang masih terasa hangat oleh sentuhan Bryan tadi. Jantungnya berdegup tidak teratur, pipinya kembali memerah meski Bryan sudah tak ada di sana.

Luna menghela napas pendek, lalu terkekeh pelan, malu pada reaksinya sendiri. “Mio Caro…” bisiknya lirih. Dengan langkah ringan, ia akhirnya masuk ke dalam penthouse. Pintu tertutup perlahan di belakangnya, meninggalkan keheningan malam.

.

.

.

Di dalam mobil, asisten Jhon diam-diam menatap atasannya melalui kaca spion. Sudut bibirnya terangkat tanpa sadar. senyum kecil yang sejak tadi sulit ia sembunyikan. Melihat sikap Bryan malam ini terasa… berbeda. Namun tanpa sengaja, tatapan mereka bertemu.

Sekejap saja, sorot mata Bryan yang semula hangat langsung berubah dingin dan datar, kembali pada wibawa seorang CEO.

“Ada apa, Jhon?” ucapnya singkat.

Jhon sontak tersentak. Ia tersedak ludahnya sendiri, buru-buru meluruskan punggung dan memalingkan pandangan ke depan.

“T-tidak apa-apa, Tuan,” jawabnya gugup. Bryan tidak menanggapi lebih lanjut. Ia kembali menatap jalan di depan, wajahnya tenang tanpa ekspresi. Namun di balik ketenangan itu, bayangan senyum Luna masih terlintas samar di pikirannya. sesuatu yang tentu saja tak akan pernah ia akui, apalagi di hadapan asistennya.

Bryan menyandarkan punggungnya ke kursi, pandangannya tetap lurus ke depan.

“Apa jadwalku besok, Jhon?” tanyanya datar. Jhon menjawab dengan nada profesional, berusaha menghapus kegugupan sebelumnya.

“Besok pagi, Tuan memiliki rapat dengan dewan direksi pukul delapan. Setelah itu, peninjauan proyek baru di pusat kota sekitar pukul sebelas.”

1
Anto D Cotto
menarik
Dwi Winarni Wina
kasian luna diperlukan kayak pembantu sm orgtua angkatnya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!