NovelToon NovelToon
Dear, Please Don'T Buffer In My Heart

Dear, Please Don'T Buffer In My Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Sistem / Cinta Seiring Waktu / Berondong
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: Bechahime

Saat hidup dikepung tuntutan nikah, kantor penuh intrik, dan kencan buta yang bikin trauma, Meisya hanya ingin satu hal: jangan di-judge dulu sebelum kenal. Bahkan oleh cowok ganteng yang nuduh dia cabul di perempatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bechahime, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sakit Hati dan Secangkir Dendam (Bagian 2)

“Iya sih. Tapi ada satu momen yang bikin gue rada…keget gitu.”

“Aduh. Jangan bilang dia ngusap rambut lo. Atau ngebukain pintu tapi pas mata kalian ketemu, ada suara angin padahal lo di dalem ruangan ber-AC.”

“ENGGAK. Tapi dia bilang…kalau gue butuh partner buat ngeluh, dia ada.”

Rahma terdiam. Tangannya berhenti di udara. Matanya membelalak.

“….. anjay.”

“Gue udah deg-degan padahal lo belum naksir,” tambahnya.

“Gue juga Ma. Kayak…ini bukan jatuh cinta, tapi kayak abis nemu power bank di saat baterai lo 2%. Gak bikin jantung lo meledak, tapi…menyelamatkan hidup lo pelan-pelan.”

“Ya Tuhan… analogi lo tuh…gak bisa gue lawan.”

“Kalo lo di posisi gue, lo bakal apa?”

Aku menatapnya penuh antisipasi. Tapi aku berusaha meyakinkan diri bahwa yang akan keluar dari mulut Rahma bukan sesuatu yang absurd.

“Gue? Gue sih udah beli matching sticky note dan nulis nama belakang dia pake huruf kursif.”

‘I know it’ pekikku membantin.

“RAHMA, PLIS—.”

“Tapi tenang aja, gue gak akan ngedoain lo nikah. Gue doain lo bahagia, walaupun tetap absurd, tapi ada yang nemenin.”

Aku mulai merasa kalau situasi ini lebih seperti ujian yang harus aku lewati. Seperti aku harus mampu membuat keputusan agar tidak lagi bertemu dengan orang yang tepat di waktu yang salah.

“Gue takut kalo ternyata dia normal dan gue yang kebanyak overthinking.” Ucapku dengan suara sendu.

Rahma menghela nafas panjang.

“Sya, lo overthinking sama nasi padang aja bisa. Apalagi cowok. Tapi inget, lo juga punya hak untuk hidup damai, ya. Gak harus selalu kocak, gak harus selalu jadi tokoh utama drama absurd. Lo boleh bahagia secara tenang.”

Aku terdiam. Cuma beberapa detik.

“… Gue… pengen beli sticky note bentuk tahu isi sih.”

“GUE TUNGGU FOTO UNBOXINGNYA.”

Kami tertawa. Kemudian sesi curhat hari itu berakhir dengan cerita yang di dominasi oleh kejadian ku seminggu terakhir. Rahma sempat membahas tunangannya sedikit tapi dia bilang akan memberi tahu lebih banyak lagi nanti dan meminta ku menantikan kelanjutan drama hidupnya.

Kami berpisah di depan coffee shop. Sesampainya di rumah aku langsung rebahan di kasur. Menatap langit-langit kamar, sambil meluk sticky note pemberian Felix.

“Gue gak jatuh cinta, tapi gue juga gak lari. Kayaknya, gue tinggalin pintu terbuka dikit deh…siapa tahu semesta masuk.”

**

Besoknya saat jam istirahat makan siang di kantor. Aku dikagetkan oleh notifikasi WhatsApp berbunyi.

[Felix -13.03]

“Lo ada waktu hari ini? Gue butuh bantuan.”

Aku menatap layar ponselku dengan ekspresi bingung-bingung senang tapi lebih banyak bingungnya. Sebab yang mengirim pesan adalah pria dingin yang beberapa waktu lalu manawarkan diri untuk jadi tempat curhatku.

Dan sekarang…

Dia minta bantuan.

Sebagai perempuan baik-baik yang gampang penasaran dan mudah terjebak dalam jebakan hidup absurd, aku mengetik:

“Bantuan apa ya?”

Balasannya tidak kalah misterius:

“Bisa ketemu di café depan gedung kantor XYZ? Aku jelasin langsung.”

Oke.

Pertama, kenapa hidupku kayak skrip sinetron yang ditulis sambil ngantuk?

Kedua, kenapa aku langsung dandan rapi setelah pulang kerja seolah kencan dengan James Bond?

**

Di café depan kantor XYZ jam 07.30 malam. Aku datang lebih dulu.

Dan mencoba terlihat sibuk membuka laptop padahal WiFi café-nya mati dan aku buka folder kosong biar kelihatan professional.

Lalu…dia datang.

Felix.

Dengan jaket hitam, celana chino beige dan gaya jalan seperti orang lagi mikirin algoritma dan harga cabe merah sekaligus. Wajahnya tetap…dingin.

Kayak es batu yang udah daftar BPJS tapi belum disetujui.

Dia duduk menghadap ke arahku. Wajahnya terlihat lelah dengan kantong mata, tapi masih terlihat tampan tanpa perlu berusaha banyak.

“Maaf gue minta lo datang mendadak. Gue…butuh bantuan untuk…ngelatih orang jadi NPC.”

‘Sorry? Tanpa kalimat pembukakah? Kenapa lo langsung ke topik? Gue tau lo tuh dingin tapi kalo minta tolong bukankkah normalnya basa-basi dulu?’ komenku dalam hati tapi wajahku tetap datar.

“…Maaf, tadi lo bilang apa? NPC? Non-Playable Character?”

Kepalaku kembali ribut.

‘Jangan-jangan dia mau ngajak live action roleplay jadi karakter penjaga warung video game?!’

Felix berdehem kecil. Diam sejenak. Seperti memikirkan kata-kata yang bisa membuatku langsung paham tanpa dia harus menjelaskan panjang lebar.

“Jadi gini… perusahaan gue lagi bikin prototype AI interaktif buat NPC game RPG. Tim gue butuh orang biasa—bukan actor—buat ngelatih respons dialog yang natural, absurd dan kadang…random. Menurut gue… lo memenuhi kriteria.”

Aku tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Bukankah itu… terdengar seperti hinaan yang halus?

“APAAN TOLONG. APA KARENA LO PERNAH NUDUH GUE CABUL LALU LO ANGGAP GUE ABSURD?”

Aku merasa tersinggung. Pasalnya dari cara dia menyampaikan absurd, lebih ke konotasi negative daripada karakter kocak yang menggemaskan.

Dia kaget dengan reaksiku. Tangangnya terangkat ke udara untuk meminta aku tenang. Dan ada rasa bersalah dari cara dia melanjutkan ucapannya.

“…enggak. Maksud gue, lo…. gimana cara bilangnya supaya lo gak merasa tersinggung. Maksud gue… lo punya ekspresi natural, dan reaksi lo waktu insiden cabul-gate… kompleks. Itu…. Menarik secara psikologis.

Aku menatapnya penuh curiga. Mempertimbangkan kembali karakter pria di depanku. Rahangku merapat. Mataku masih di matanya. Sementara tanganku di mulutku. Menggigit buku ibu jariku.

‘oh, jadi pertemuan kemaren itu adalah alasan buat ini? Gue pikir dia pengen dekat dengan gue karena merasa nyaman. Ternyata ini tujuan utamanya’

Kepalaku meledak dalam diam. Merasa terhina. Terkhianati dan menyesali pertemuanku kemaren dengannya.

‘Oke…mari kita dengar dulu. Untung wajah lo cakep, kalau nggak gue udah lapor ke LSM.’

“Kita perlu lo buat ngetes gimana NPC merespon kalimat absurd kayak ‘apakah ayam bisa belajar bahasa Jawa’ atau ‘kucing itu sebenernya alien.’ Pokoknya…gue gak nganggep lo absurd yang negative. Gue cuma butuh bantuan lo. Intinya lo cuma jadi orang yang ngomong ngawur dan lihat reaksinya. Dan itu kalau lo bersedia. Gak cuma-cuma kok. Gue pasti mengapresiasi waktu yang udah lo sisihkan.”

Jujur saja aku masih gak terima. Tapi untuk pertama kalinya selama aku mengenal Felix dia bisa mengucapkan kalimat sepanjang itu. Dan dia juga terlihat ragu.

“…jadi lo ngajak gue…jadi pelatih karakter video game yang suka ngomong aneh?”

“No offense. Tapi gak semua orang bisa natural ngomong absurd. Gue pikir…lo punya bakat yang luar biasa.”

Aku tertegun. Ucapannya terdengar penuh ketulusan. Jelas sekali aku sudah salah paham sebelumnya.

‘Ckck Meisya…Meisya. Lo bukannya denger penjelasannya tapi langsung naik darah? Kayaknya gue harus ngurangin minum boba dan makan cilok. Terlalu manis dan pedas. Bisa-bisa gue jadi manusia implusif yang marah-marah gak karuan.’

Tapi setelah mendengar penjelasannya. Aku mendadak merasa bangga sekaligus ingin teriak di laut.

Felix—cowok iceberg, programmer elite, pria yang tidak percaya manusia butuh ekspresi selain mengernyit—memintaku untuk jadi mentor NPC.

“Kalu gitu…gue harus mulai dari mana, Felix-san?” tanyaku sambil cengar-cengir gak jelas.

“Kita bisa mulai besok, kalau lo gak capek sehabis pulang kerja.”

“Gue kirain kita bakal langsung testing sekarang?”

“Nggak. Lo pasti capek sekarang. Lagian sekarang udah malam banget. Gue gak pengen lo istirahat telat gara-gara gue.”

‘Awww sweet banget Mas Iceberg.’

Aku mengangguk setuju. Kemudian Felix menawarkan diri untuk mengantarkanku pulang. Walaupun aku bilang aku bisa naik taksi online tapi dia memaksa dengan alasan ‘tidak aman cewek pulang malam-malam bareng orang asing’.

‘Memangnya lo nggak orang asing?’

Tapi yang keluar dari mulutku hanyalah kalimat ‘Oke... Maaf merepotkan’ yang di balas dengan senyum kecil tapi lembut oleh Felix.

***

1
nide baobei
berondong gak tuh🤣
kania zaqila
semangat thor💪😊
nide baobei
ya ampun meisya🤣🤣🤣
nide baobei
ngakak🤣🤣, semangat thor💪
nide baobei
🤣🤣🤭
nide baobei
udah pede duluan🤣🤣
nide baobei
🤣🤣🤣 si meisya lucu banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!