"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Agen pertama Selir Sin.
Kegelapan di sudut ruangan pribadi Selir Sin tidaklah kosong; ia hidup dan bernapas, terbuat dari kultivasi bayangan murni yang telah menyelimuti Klan Yang selama sepuluh tahun terakhir. Dari kedalaman bayangan itu, muncul sosok yang dijuluki 'Siluman'. Ia adalah mata-mata yang dipilih bukan karena kekuatan kasar, melainkan karena kemampuan meliuk-liuk di antara retakan sosial Kota Kekaisaran—seperti air di atas batu yang licin.
Meskipun tingkat kultivasinya hanya Mortal Middle, kemampuannya dalam seni penyembunyian telah mencapai tingkat spiritual yang nyaris tak terdeteksi oleh mata telanjang. Ia mengenakan jubah abu-abu kusam, kulitnya pucat, dan matanya sepasang celah hitam yang menyerap semua cahaya di sekitarnya. Selir Sin telah memberinya tugas: temukan pemulung misterius itu, dan konfirmasi kebangkitan Pedang Kutukan Mao.
Syuut.
Siluman bergerak seperti angin puyuh yang disenyapkan. Ia menghindari jalur patroli formal Kekaisaran dan merayap melalui saluran pembuangan dan atap-atap bobrok yang menghubungkan kemewahan klan Yang dengan kotoran di pinggiran. Di dalam benaknya, perintah Selir Sin berputar-putar: “Jangan pernah mencoba bertarung dengannya.” Perintah ini lebih menakutkan daripada ancaman kematian, karena membuktikan bahwa targetnya melebihi kemampuan pertarungan siapa pun di bawah level Demigod. Ia tahu nasib Bayangan Hening—kehilangan eksistensi spiritual dalam hitungan detik.
Dalam waktu singkat, Siluman mencapai Lorong Bayangan Hitam, tempat di mana Bayangan Hening lenyap. Bau busuk lorong itu diperburuk oleh aroma residu energi yang aneh. Siluman berlutut, mengabaikan kotoran, dan menyentuh abu spiritual yang tersisa. Keahliannya memungkinkan dia untuk ‘membaca’ jejak energi yang telah berlalu.
“Ketiadaan,” gumam Siluman di dalam hati, getaran dingin menjalari tulang punggungnya. Energi spiritual Bayangan Hening tidak dihancurkan; ia ditarik dan dilenyapkan. Ini adalah tanda tanda yang hanya ia dengar dalam legenda kuno tentang Kitab Seribu Kutukan—kekuatan yang dapat mengubah kutukan menjadi kehampaan yang memurnikan.
“Pembersihan yang sangat efisien. Pemulung ini bukan hanya seorang kultivator, ia adalah… ahli waris,” pikirnya, menyadari bahwa ramalan Selir Sin mungkin menjadi kenyataan. Bahwa anak yang dibuang itu, yang seharusnya mati di tangan racun darah, telah kembali.
Siluman mulai menelusuri. Ia tidak mencari jejak kaki atau darah, tetapi mencari jejak kekacauan kecil dalam tatanan pasar gelap. Ia mencari rumor, bisikan, dan cerita yang diabaikan oleh para penjaga resmi. Ling Yuan telah melakukan pekerjaan yang luar biasa untuk menyamarkan dirinya sebagai pemulung bisu, tetapi kekuatannya yang baru diperoleh sulit untuk sepenuhnya disembunyikan.
Siluman menemukan seorang pedagang kecil yang gemetar, yang semalam melihat "Pemulung Bisu" menyingkirkan sekelompok preman pasar dengan satu gerakan tangan yang cepat. Ia mencatat bahwa pemulung itu selalu membawa karung rongsokan yang besar, dan tidak pernah berinteraksi secara verbal. Yang paling penting, pedagang itu bersumpah bahwa pemulung itu selalu menghilang ke arah gudang tua yang ditinggalkan, sebuah tumpukan rongsokan yang dikelilingi oleh energi stagnan dan aura spiritual yang terputus.
...****************...
Sementara itu, di dalam gudang rongsokan, Ling Yuan sedang berjuang keras. Kemenangannya melawan Bayangan Hening telah datang dengan harga yang mahal. Meskipun Pedang Kutukan Mao berhasil menyerap sebagian besar energi racun, ada jejak residu yang telah menembus pertahanan kultivasinya.
Ling Yuan duduk di tengah tumpukan besi tua, Pedang Kutukan Mao bersandar di lututnya. Ia mencoba bermeditasi, tetapi energi di dalam dirinya memberontak. Kutukan Racun Darah yang Selir Sin tanamkan telah dipatahkan, memberinya kekuatan Mortal Peak yang murni. Namun, energi kotor dari agen bayangan itu kini mencoba mengkontaminasi jalur spiritualnya yang baru dibentuk.
“Fokus, Yuan'en. Jangan biarkan racun itu bercampur dengan energi kutukanmu yang murni. Racun itu milik sekte gelap, dirancang untuk menghambat transisi spiritualmu,” suara Jendral Mao terdengar tegang, bergema dari Pedang Kutukan.
Ling Yuan mengepalkan tinjunya, menahan rasa sakit yang menusuk di dadanya. Rasanya seperti ribuan jarum beracun menusuk setiap meridiannya. Ia menyalurkan energi kutukan yang telah dimurnikan dari Kitab Seribu Kutukan, memaksanya menyelimuti racun itu, berusaha mengeluarkannya.
WUSH!
Energi gelap itu meledak keluar dari telapak tangan Ling Yuan, menghanguskan lantai tanah di hadapannya. Ia berhasil, tetapi pelepasan energi yang tiba-tiba itu menciptakan riak yang lebih besar daripada insiden di Lorong Bayangan Hitam.
“Terlalu liar,” Ling Yuan akhirnya bergumam, suaranya parau karena lama tidak digunakan. Ia harus kembali bisu. Jika ia terus-menerus melepaskan energi seperti ini, ia akan menarik perhatian seluruh Kota Kekaisaran, bukan hanya Selir Sin.
Pedang Kutukan Mao, yang kini dia genggam, terasa dingin dan menenangkan. Ia mulai berlatih kembali teknik dasar yang Jendral Mao ajarkan: penyembunyian aura. Ia menarik kembali semua energi, memampatkannya, dan menyegelnya di bawah lapisan aura pemulung yang kotor dan tidak penting.
...****************...
Di luar, Siluman baru saja tiba di dekat gudang tua. Ia merasakan getaran energi yang cepat dan kuat, seperti denyutan jantung spiritual yang terlalu cepat. Itu datang dari gudang yang ditinggalkan itu.
“Dia ada di sana,” pikir Siluman, menelan ludah. Ia merasakan aura yang tidak stabil. Energi yang sangat kuat, tetapi belum dikendalikan sepenuhnya. Ini adalah momen yang sangat berbahaya—berhadapan dengan kultivator yang kuat dan tidak stabil sama saja dengan bunuh diri.
Siluman menggunakan teknik perayapan bayangannya, menyatu dengan dinding yang retak. Ia bergerak mengelilingi perimeter, mencari celah kecil yang bisa ia gunakan untuk mengintai tanpa terdeteksi. Ia menemukan lubang kecil di balik tumpukan karung yang membusuk, tepat di sebelah belakang gudang.
Ia menyipitkan mata, menekan wajahnya ke dinding kotor. Melalui celah kecil itu, ia melihatnya. Sosok pemulung itu duduk, tubuhnya memancarkan aura kegelapan yang dikompresi. Dan yang lebih penting, ia melihat pedang itu.
Pedang Kutukan Mao. Berkarat, tidak mengesankan, tetapi memancarkan resonansi spiritual yang menakutkan—resonansi yang Selir Sin coba musnahkan selama bertahun-tahun.
Saat Siluman mengamati, Ling Yuan secara tidak sengaja melepaskan sedikit aura bangsawan Yang, yang ia gunakan untuk memperkuat segel penyembunyiannya. Sekilas, Siluman melihat kontras yang mencolok: pakaian pemulung yang kotor, tetapi wajah yang—meskipun berlumuran debu—memiliki fitur tegas dan bangsawan dari garis keturunan Yang.
Siluman tersentak, hampir berteriak. Ia tidak hanya melihat Pedang Kutukan, ia melihat wajah Ling Yuan—wajah yang merupakan replika Jendral Yong, tetapi dengan mata dingin dan tajam seperti ibunya, Ji Yue.
Ia telah menemukan lebih dari yang diminta. Bukan sekadar jejak energi, tetapi identitas yang tak terbantahkan. Ling Yuan, si Pembawa Kutukan, masih hidup. Ia telah mematahkan kutukan kelahirannya dan kini menguasai Pedang Terlarang.
Siluman mundur tanpa suara, jantungnya berdetak kencang seperti drum perang. Ia harus segera kembali kepada Selir Sin. Namun, saat ia berbalik untuk melarikan diri, ia menyadari sesuatu. Di tanah di bawah Ling Yuan, ada bercak kecil cairan gelap yang membusuk—racun yang telah dikeluarkan Ling Yuan dari tubuhnya. Ling Yuan tidak hanya mematahkan kutukan; ia membersihkan dirinya.
Siluman menyadari bahwa ia tidak bisa membawa abu spiritual sebagai bukti. Ia harus membawa bukti fisik. Dengan keberanian yang gila, ia merayap kembali, mengulurkan jari panjangnya melalui celah di dinding, dan dengan cepat mengambil sedikit bercak racun yang dihanguskan itu ke dalam tabung kecil penyimpanannya. Tepat pada saat itu, Ling Yuan mengakhiri meditasinya, matanya terbuka, dan menatap lurus ke arah dinding yang ditempati Siluman.
Ling Yuan tidak melihat Siluman, tetapi ia merasakan getaran halus yang asing—seperti sentuhan dingin di punggungnya. Seseorang baru saja berada di sini. Seseorang yang sangat pandai bersembunyi. Ia telah membuat kesalahan besar dengan melepaskan energi di sini.
Ling Yuan segera bangkit, Pedang Kutukan di tangannya, siap menyerang bayangan yang melarikan diri. Tetapi lorong itu kosong. Yang tersisa hanyalah hembusan angin malam yang dingin.
Jauh di kejauhan, Siluman melesat kembali menuju kediaman Yang. Di dalam tabungnya, ia membawa racun murni dan di dalam benaknya, ia membawa kebenaran yang mengerikan: anak yang dibuang itu telah kembali, dan ia memiliki kekuatan untuk mengancam rencana berabad-abad Selir Sin. Ling Yuan telah teridentifikasi, Selir Sin....