NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Mafia

Terjerat Cinta Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Ketika Maya, pelukis muda yang karyanya mulai dilirik kolektor seni, terpaksa menandatangani kontrak pernikahan pura-pura demi melunasi hutang keluarganya, ia tak pernah menyangka “suami kontrak” itu adalah Rayza, bos mafia internasional yang dingin, karismatik, dan penuh misteri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Tok tok tok!

Tiba-tiba aku dengar tiga ketukan keras dan jelas di pintu kamarku. Siapa tuh?

Atau lebih tepatnya siapa lagi kalau bukan dia?

Kenapa sih Rayza harus datang-datang ke kamarku malam-malam begini?

Ah, bodo amat. Aku bakal pura-pura tidur aja, nggak denger apa-apa. Pelan-pelan aku tengkurap dan narik selimut sampai nutupin kepalaku.

“Maya!” panggilnya, keras banget sampai aku yakin siapa pun yang lagi tidur pasti kebangun. Emang nggak punya sopan santun nih orang.

Aku tetap diam, nggak mau nanggepin.

“Maya! Buka pintunya! Aku tahu kamu belum tidur!” serunya sambil ngetok pintu makin kencang.

Aku ngelirik jam, lalu duduk tegak dengan kesal. Hadeh, aku males banget ngadepin ini! Tapi tanpa mikir panjang, aku turun dari tempat tidur dan jalan ke arah pintu. Mau kuomelin dia biar balik ke kamarnya dan aku bisa tidur tenang.

Tanpa bilang apa-apa, aku putar kenop pintunya dan buka. Rayza keliatan kaget pas pintunya kebuka, tapi langsung berubah senyum menang kayak dia berhasil ngerjain sesuatu.

“Kenapa kamu mmhmm!” tanyaku, tapi langsung terhenti.

Butuh beberapa detik buat otakku nyambung. Tangannya tiba-tiba ada di belakang kepalaku, dan bib_rnya… di bib_rku. Hangat. Nafasnya bau alkohol. Dan dia terus ny_um aku.

Rayza… lagi nyi_m aku.

Mataku terbelalak saat kenyataan mulai menyusup ke dalam kepalaku. Aku refleks mendorong dadanya yang bidang dan keras dengan kedua tangan, berusaha menjauh. Tapi dia justru menarikku makin dekat satu tangannya memegang belakang kepalaku erat, sementara tangan lainnya melingkari pinggangku, menahanku agar tak bisa kabur.

Dengan cepat, Rayza membuka mul_tku menggunakan ujung lid_hnya yang panas dan lembap, lalu langsung menyusup masuk, mendominasi. Rasa alkohol menyengat di lid_hnya saat ia menggila di dalam multku. Aku mencoba memberontak, ingin berteriak, tapi yang keluar dari tenggorokanku cuma suara samar yang tenggelam dalam ci_mannya.

Ci_man itu lama, panas, dan intens begitu berakhir, aku terengah-engah. Napasku habis. Seluruh tubuhku seperti terbakar. Aku ingin memaki, ingin mendorongnya dan kabur. Tapi tak ada satu pun kata keluar…

Rayza menatapku dengan mata birunya yang tajam, senyum puas menggantung di wajahnya. Ia menyeka sudut bib_rnya bekas campuran air l_ur kami dengan punggung tangan.

"Apa… yang kamu lakukan?!" bentakku.

"Ngasih kamu ci_man selamat malam. Jelas banget, kan?" jawabnya santai, seolah tak terjadi apa-apa.

"Apa?" bisikku, masih terkejut.

"Selamat malam, Maya," bisik Rayza di telingaku.

Napasnya yang hangat menyapu kulit telingaku, membuat tubuhku langsung kaku. Aku berkedip cepat, masih belum sepenuhnya paham apa yang baru saja terjadi, jariku refleks menyentuh bibirku yang masih panas.

Detik berikutnya, Rayza sudah menghilang…

28 hari tersisa.

Banyak hal terjadi dalam dua hari terakhir, sampai-sampai kepalaku rasanya mau pecah. Tapi yang paling bikin kacau semuanya adalah sikap Rayza yang nggak bisa ditebak. Aku menyentuh bibrku pelan dengan ujung jari, sambil menatap bayanganku sendiri di cermin.

Dia menci_mku... bilang selamat malam.

Dia benar-benar nggak waras…

Dan aku… aku malah membalas ci_mannya…

Aku juga nggak kalah gila...

Aku menatap mata sendiri di cermin bengkak dan sembab. Jelas banget aku hampir nggak tidur semalam. Pertama, Rayza dan anak-anak perempuannya ribut banget sampai bikin aku kebangun. Lalu, ci_man ‘selamat malam’ dari dia bikin aku gelisah setengah mati. Nggak bisa tidur, cuma bisa mutar-mutar pikiran di kepala. Singkatnya, malam tadi kacau total, dan pagi ini aku bangun dengan mata merah sebagai bukti kekacauan itu.

Aku cepat-cepat mandi dan ganti baju. Kalau aku keluar rumah sepagi ini, kemungkinan besar aku nggak harus ketemu Rayza. Nggak mungkin juga dia udah bangun pagi-pagi setelah mabuk dan tidur larut semalam. Bangun pagi, masak sarapan (yang kemungkinan besar dia juga nggak bakal sentuh), lalu langsung cabut itu strategi terbaikku hari ini. Sekali jalan, dua masalah beres!

Aku masak sarapan simpel: telur ceplok dan roti panggang. Begitu selesai, langsung kutaruh di meja makan. Untungnya, pagi itu aku nggak ketemu siapa pun. Lega banget rasanya.

“Bisa antar aku ke rumah sakit? Aku mau jenguk nenek,” tanyaku ke ketua tim pengawalku.

“Tentu saja…” jawabnya.

Jawabannya tetap singkat, datar, seperti biasa. Sama seperti kemarin, mereka mengantar aku ke rumah sakit tempat nenek dirawat. Belum ada kabar baru dari dokter, tapi katanya kondisinya stabil. Buatku, itu sudah cukup.

Perjalanan di mobil tenang. Sampai di rumah sakit, aku langsung menuju kamar nenek. Aku benci mengakuinya, tapi kalau bos nggak bayarin biaya rumah sakit, aku nggak bakal sanggup rawat nenek di tempat sebagus ini. Aku gigit bibir, kesal karena merasa nggak berdaya.

“Pagi, Nek,” sapaku saat masuk kamar.

Nenek sudah bangun. Hari ini dia kelihatan lebih segar, meski masih di ranjang. Dia menoleh, lalu tersenyum. Lihat senyumnya saja sudah bikin suasana hatiku lebih baik.

“Sudah kubilang, kamu nggak usah sering-sering datang…” katanya. Tapi senyumnya seakan bilang sebaliknya.

Dia pasti bosan kalau seharian cuma di kamar ini. Aku duduk di kursi samping ranjang dan genggam tangannya. Hal terbaik yang bisa kulakuin sekarang ya cuma nemenin dia dan kasih dukungan.

“Aku senang bisa lihat Nenek. Lagi pula, aku juga nggak ada kerjaan… jadi nggak usah khawatir,” kataku, sambil tersenyum.

“Semua baik-baik saja… maksudku, soal…” Nenek bertanya pelan.

Aku langsung tahu maksudnya: soal tinggal bareng Rayza dan rencana perjodohan itu. Jujur, semua makin nggak terkendali. Rayza itu aneh. Beda dari cowok mana pun yang pernah kutemui. Rasanya aku mulai kehilangan kendali atas situasinya.

Tapi aku nggak bisa cerita semuanya ke nenek. Nggak ada gunanya bikin dia khawatir. Dia juga nggak bisa bantu, dan kalau kesehatannya menurun, aku nggak tahu harus gimana.

"Semuanya baik-baik saja, Nek. Nenek nggak usah khawatir," kataku, berusaha sebisa mungkin terdengar meyakinkan.

"Yakin?" tanyanya sambil memandangku penuh ragu.

"Yakin, kok. Kami memang tinggal satu atap, tapi kamar kami terpisah. Lagipula, kami nggak ada rasa satu sama lain… dalam hal itu. Seperti yang Nenek lihat waktu di peenikahan, Rayza sudah punya perempuan yang dia sayangi," jelasku.

"Oh, gitu… ya udah, kalau memang begitu," gumam Nenek, pelan.

"Iya, Nek. Seperti yang udah pernah kubilang, nggak ada yang perlu Nenek khawatirkan," kataku lagi, mencoba meyakinkan.

"Lalu kamu sendiri gimana?" tanyanya tiba-tiba.

"Aku?" tanyaku, bingung. "Maksud Nenek apa?"

"Kamu juga kan punya seseorang yang kamu suka? Itu lho… laki-laki yang sering datang ke toko buat nemuin kamu..." katanya sambil menatapku lembut.

Aku terdiam. Benar juga. Aku belum sempat cerita ke Nenek kalau aku sudah putus.Yoga Lebih tepatnya, dia ninggalin aku begitu saja. Aku jadi bertanya-tanya sekarang dia di mana, dan sedang apa. Kadang-kadang aku masih penasaran, apa dia pernah kepikiran soal aku, meski cuma sebentar. Tapi jauh di lubuk hati, aku tahu itu nggak mungkin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!